Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21
Sari
Latar belakang: Sindrom Down (trisomi 21) terjadi karena aberasi numerik sebagai
akibat kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak (non-disjunction). Bentuk
kariotip aberasi ini dapat berbentuk aberasi penuh dan dapat pula berbentuk mosaik,
yang diduga mempunyai implikasi terhadap berat ringannya kelainan fenotip. Di samping
penting untuk konseling genetik, penelaahan secara cepat di bangsal perinatologi juga
diperlukan untuk asumsi sementara dalam menjawab pertanyaan keluarga pasien.
Tujuan: tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan jenis kariotip dengan beratnya
aberasi penuh terhadap beratnya fenotip sindrom Down.
Metoda: penelitian dilakukan pada 147 anak usia 0-5 tahun di Yayasan Suryakanti, RS
Dr. Hasan Sadikin dan Yayasan Dian Grahita Jakarta. Penentuan fenotip sindrom Down
dilakukan dengan penelaahan gejala utama dari kelainan tersebut. Dilakukan wawancara
riwayat perinatal dan latar belakang keluarga serta pemeriksaan dermatoglifik,
pemeriksaan antropometrik khusus dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
kromosom dari kultur limfosit.
Hasil: didapatkan 146 anak mempunyai kelainan kariotip, yang ternyata semuanya trisomi
21, sedangkan seorang anak menunjukkan kariotip normal. Hasil analisis menunjukkan
dermatoglifik, kelainan mata dan kelainan tangan dan kaki mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kariotip. Pada dermatoglifik abnormal 78,2% mengarah ke kariotip
aberasi penuh. Kelainan jantung bawaan, kelainan mata dan kelainan tangan dan kaki,
terdapat masing-masing 82,4%, 77,7% dan 77,6%. Secara bersama-sama yang memberikan
nilai risiko tertinggi adalah kelainan gerak, kemudian kelainan mata dan dermatoglifik.
Sebanyak 47 anak (32%) menunjukkan kariotip mosaik dan 99 anak (68%) jenis aberasi
penuh. Diperoleh besarnya risiko terjadinya kariotip aberasi penuh adalah 9,5 kali pada
keempat variabel fenotip abnormal dibandingkan dengan subjek tanpa gangguan fenotip
dan dermatoglifik. Kelainan dermatoglifik, kelainan mata dan kelainan tangan serta kaki
secara bermakna menunjukkan adanya hubungan antara satu variabel dengan lainnya,
makin rendah persentase sel normal pada kariotip aberasi penuh, makin abnormal keadaan
dermatoglifik dan fenotip organ tubuh tersebut.
Kesimpulan: pasien kelainan aberasi kromosom numerik, khususnya trisomi 21,
mempunyai kelainan gabungan dermatoglifik serta kelainan organ tertentu dalam derajat
yang maksimal, dan cenderung menunjukkan kariotip jenis aberasi penuh.
Kata Kunci
Teks Lengkap:
PDFReferensi
Antonarakis SE. The Down syndrome collaborative
group. Parental origin of the extrachromosome in trisomy
as indicated by analysis of DNA polymorphisms.
N Engl J Med 1991;321:872-6.
Ahmed MN, DeLong GR, Qumsiyeh MB. Postnatal
development delay and chromosomal abnormalities.
Clin Pediatr 2000;39:233-5.
Jones KL. Morphogenesis and dysmorphogenesis.
Smith’s recognizable pattern of human malformation,
edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders, 1997; 695-704.
Aase JM. Diagnostic dismorphology. New York: Plenum
Medical Book Co, 1990; 15-20, 230-1, 259-69, 271-98.
Uchida IA, Soltan HC. Evaluation of dermatoglyphics
in medical genetica. Pediatr Clin North Am 1963;
:409-22.
Rodewald A, Zankl M, Zankl H, Zang KD. Dermatoglyphs
in carriers of a balanced 15;21 translocation. J
Med Genet 1980;17:301-5.
Jones MC. Unilateral epicanthal fold; Diagnostic significance.
J Pediatr 1986; 108:702-4.
Nova JJ, Clarke P, Frazer FC. Med genetic principles
and practise, edisi ke-3. Philadelphia: Lea and Febiger,
; 278-84.
Schaumann B, Alter M. Dermatoglyphics in medical
disorders. New York: Springer-Verlag, 1976; 65-90.
Janet MS, David KM, Eva S. Genetics and dysmorphology.
Current pediatrics diagnosis and treatment,
edisi ke-12. Apleton & Lange, 1995; 947-87.
Aase JM. Dysmorphologic diagnosis for the pediatric
practitioner. Pediatr Clin North Am 1992;39:135-55.
Adinolfi M, Pertl B, Sherlock J. Rapid detection of aneuploidies
by microsatellite and the quantitative fluorescent
polymerase chain reaction. Prenat Diagn 1997;17:1299-311.
Rex AP, Preus M. A diagnostic index for down syndrome.
J Pediatr 1982;100:903-6.
Tolksdorf M, Wiedermann HR. Clinical aspects of
Down’s syndrome from infancy to adult life. Kiel:
Springer-Verlag, 1981; 3-31.
Hook EB. Exclusion of chromosomal mosaicism: Tables
of 90%, 95%, and 99% confidence limits and comments
on use. Am J Hum Genet 1997;29:94-7.
Jones KJ. Fetal alcohol syndrome. Pediatr in review
;8:122-7.
Naussbaum RL, McInnes RR, Willard HE. Thompson
& Thompson genetics in medicine. Philadelphia: WB
Saunders Co, 2001; 135-55.
Jenkins TM, Wapner RJ. First trimester prenatal diagnosis:
Chorionic villus sampling. Semin Perinatol
;23:403-13.
Mansfield ES. Diagnosis of Down syndrome and other
aneuploidies using quantitative polymerase chain reaction
and small tandem repeat polymorphisms. Hum
Molec Gen 1993;2:43-50.
Pertl B, Kopp S, Kroisel PM, Tului L, Brambati B,
Adinolfi M. Rapid detection of chromosome aneuploidies
by quantitative fluorescence PCR: first application
on 247 chorionic villus samples. J Med Genet
;36:300-3.
DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp7.2.2005.97-104
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.
##submission.copyrightStatement##
##submission.license.cc.by-nc-sa4.footer##
Email: editorial [at] saripediatri.org
Sari Pediatri diterbitkan oleh Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.