Imunogenisitas dan Keamanan vaksin Tetanus Difteri (Td) pada Remaja sebagai salah satu upaya mencegah Reemerging Disease di Indonesia

Eddy Fadlyana, Kusnandi Rusmil, Herry Garna, Iwin Sumarman, Soenarjati Soedigo Adi, Novilia Sjafri Bachtiar

Sari


Latar belakang. Di Indonesia berpotensi terjadi reemerging disease difteri akibat belum ada program imunisasi ulang yang berkesinambungan pada remaja.
Tujuan. Menilai imunogenisitas dan keamanan vaksin tetanus difteri (Td) yang diberikan sebagai imunisasi ulang pada remaja.
Metode. Uji klinis randomized double-blind controlled dilakukan terhadap 296 pelajar remaja sehat di kota Bandung, usia 10–18 tahun, pada September 2007–September 2008. Didapatkan 296 remaja sebagai subjek penelitian, dibagi dalam 2 kelompok secara acak sederhana. Kelompok I mendapat vaksin Td 0,5 mL intramuskular. Kelompok II mendapat vaksin TT sebagai kontrol. Pemeriksaan kadar antibodi anti difteri dan anti tetanus dilakukan sebelum dan 1 bulan setelah imunisasi menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assays (ELISAs). Data keamanan dikumpulkan sampai 1 bulan pasca imunisasi menggunakan buku harian
Hasil. Konsentrasi antibodi seroproteksi (>0,1 IU/mL) terhadap difteri dan tetanus mencapai 93,2% dan 100,0%. The geometric mean titer (GMT) terhadap difteri meningkat dari 0,0618 IU/mL menjadi 0,7583 IU/mL (p<0,001), dan terhadap tetanus meningkat dari 0,4413 IU/mL ke 14,4054 IU/mL (p<0,001). Nyeri pada tempat suntikan terjadi pada 20,3% kelompok Td dan 18,2% pada TT (p=0,028). Demam >37,5°C hanya terjadi pada sedikit subjek dari kedua kelompok (rentang Td: 0,7-4,7%; rentang TT: 3,4–6,7%). Tidak terdapat reaksi kejadian ikutan pasca imunisasi serius dan dapat ditoleransi dengan baik.
Kesimpulan. Imunisasi ulang Td meningkatkan kadar antibodi protektif terhadap difteri dan tetanus, serta aman diberikan pada remaja.


Kata Kunci


imunisasi Td ulangan; antibodi; keamanan; remaja

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Schwartz DA. Emerging and reemerging infectious. Progress and challenges in the subspecialty of infectious disease pathology. Arch Pathol Lab Med 1997;121:776–84.

Vitek CR, Wharton M. Diphtheria in the Former Soviet Union: reemergence of a pandemic disease.Emerg Infect Dis. 1998;4: (diunduh 13 September 2010). Didapat dari://www.cdc.gov/ ncidod/eid/vol.4 no.4/vitek.htm

Rusmil K, Fadlyana E, Dhamayanti M, Chairulfatah A. Wabah difteri di kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Indonesia. Sari Pediatri 2011;12:397−403.

Profil Kesehatan Provinsi JawaTimur 2010. Surabaya: Dinas Kesehatan Jatim; 2011.

Volk VK, Gottshall RY, Anderson HD, Top FH, Bunney WE, Serfling RE. Antigenic response to booster dose of diphtheria and tetanus toxoids seven to thirteen years after primary inoculation of non institutionalized children. Public Health Rep 1962;77:185−94.

Crossley K, Irvine P, Warren JB, Lee BK, Mead K. Tetanus and diphtheria immunity in urban Minnesota adults. JAMA 1979;242:2298−300.

Galazka AM. The immunological basis for immunization series, module 2: diphteria. Global programme for vaccine and immunization expanded programme on immunization. Geneva: World Health Organization; 1993.

American Academy of Pediatrics. Diphtheria. Dalam: Pickering LK, penyunting. Red Book 2006. Report Committee on Infectious Diseases. Edisi ke-26. Elk brove Village: American Academy of Pediatrics; 2006. h. 277–81.

Wharton M, Vitek CR. Diphteria toxoid. Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA, penyunting. Vaccines. Edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders; 2004. h.211−28.

Departemen Kesehatan. Petunjuk teknis bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) bagi pengelola program. Jakarta: Tim Pembina UKS Pusat; 2007.

Tumbelaka AR, Hadinegoro SRS. Difteri, pertusis, tetanus. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.h.98−109.

Centers for Disease Control and Prevention Immunization of adolescents: recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices, the American Academy of Pediatrics, the American Academy of Family Physicians, and the American Medical Association. MMWR Recomm Rep1996;45:1–16.

Departement of Vaccines and Biological. Supplementary information on vaccine safety. Part 2: background rates of adverse events following immunization. Geneva: World Health Organization; 2000.

Ipsen J Jr. Immunization of adults against diphtheria and tetanus. NEJM. 1954;251:459−66.

Edsall G, Altman JS, Gaspar AJ. Combined tetanus-diphtheria immunization of adults. Use of small doses of diphtheria toxoid, Am J Pub Health. 1954;44: 1537−45.

Levine L, Ipsen J, McComb JA. Adult immunization: preparation and evaluation of combined fluid tetanus and diphtheria toxoids for adult use. Am J Hyg. 1961;73:20−35.

Harun SR, Putra ST, Wiharta AS, Chair I, Sastroasmoro S.Uji klinis. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2011. h. 187–217.

WHO. World Medical Association Declaration of Helsinki: recommendations guiding physicians in biomedical research involving human subjects. Bull WHO. 2001;79(4):373–4.

Badan POM Republik Indonesia. Cara uji klinik yang baik. Jakarta: Badan POM; 2000

Bio Farma. Bandung: Vademekum Bio Farma; 1997.

Svenson SB, Larsen K. An enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for the determination of diphtheria toxin antibodies. J Immunol Methods 1977; 17:249−56.

Galazka AM. The immunological basis for immunization series, module 1: general immunology. Global programme for vaccine and immunization expanded programme on immunization. Geneva: World Health Organization; 1993.

Tumbelaka AR, Riono P, Sastroasmoro S, Wirjodiardjo M, Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan uji hipotesis. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.324−46.

Batubara JRL. Adolescent development (perkembangan remaja). Sari Pediatri. 2010;12:21−9.

Isbagio DW, Handayani S, Siburian F, Sumarno. Pengaruh status imunisasi difteri pertusis dan tetanus terhadap respon kekebalan difteri dan tetanus pada murid kelas 1 sekolah dasar di kecamatan Cimandala. Bul Penel Kesehatan 2004;32:62−72.

WHO. Data, statistics and graphics by subject (diunduh 13 September 2010). Didapat dari: www.who.int. immunization_monitoring

Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007.

Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.

Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.

Matondang CS, Siregar SP. Aspek imunologi imunisasi. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta: 2005.h.10−22.

Akib AAP. Imunologi vaksinasi. Dalam: Oswari H, Hadinegoro SR, Trihono PP, Sekartini R, penyunting. 2nd National symposium on immunization, Jakarta 19−21 November.Jakarta: IDAI; 2010.h.1-7.

Pichichero ME, Blatter MM, Kennedy WA, Hedrick J, Descamps D Friedland LR.Acellular pertussis vaccine booster combined with diphtheria and tetanus toxoids for adolescents. Pediatrics 2006;117:1084−93.

Barkin RM, Pichichero ME. Diphteria-pertusis-tetanus vaccine: Reactogenicity of commercial products. Pediatrics 1979; 63:256-9.

Fadlyana E, Tanuwidjaja S, Rusmil K, Dhamayanti M, Soemara LS, Dharmayanti R. Imunogenisitas dan keamanan vaksin DTP setelah imunisasi dasar. Sari Pediatri. 2002;4:129−34.




DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp15.3.2013.141-9

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


##submission.copyrightStatement##

##submission.license.cc.by-nc-sa4.footer##

Informasi Editorial:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Jl. Salemba I No 5, Jakarta 10430, Indonesia
Phone/Fax: +62-21-3912577
Email: editorial [at] saripediatri.org

Lisensi Creative Commons
Sari Pediatri diterbitkan oleh Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.