2024-03-29T12:43:17Z
https://saripediatri.org/index.php/index/oai
oai:ojs.saripediatri.org:article/2002
2022-10-31T09:33:54Z
sari-pediatri:PNL
Gambaran Klinis dan Laboratorium pada Pasien Anak dengan Covid-19 Terkonfirmasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin
Kisworini, Priyanti
Margareth, Yulia
anak terkonfirmasi COVID-19; gambaran klinis; laboratorium
Latar belakang. Kasus Coronavirus disease 2019 Covid-19 pada anak di Indonesia cukup tinggi dengan angka kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan data negara-negara di asia bahkan di dunia. Manifestasi klinis pada anak dengan Covid-19 dapat meliputi manifestasi sistemik di luar gejala respirasi dengan data yang masih terbatas, serta penemuan laboratorium yang masih kurang untuk mengarahkan pada kasus kecurigaan Covid-19. Tujuan. Mengetahui gambaran klinis dan laboratorium pada anak dengan Covid-19 terkonfirmasiMetode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien anak terkonfirmasi Covid-19 di RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin periode Mei – Oktober 2020. Kriteria inklusi yaitu anak usia 0-18 tahun dengan PCR nasofaring positif. Seluruh populasi diambil menjadi sampel penelitian. Hasil. Didapatkan 17 anak dengan usia rata-rata 9,3 tahun, perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 1,1 : 1, riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi ada 7 (41,2%) dan tidak diketahui 10 (58,8%) anak. Manifestasi klinis yang didapat adalah demam (t >37,50C ) 9 anak (52,94%), batuk 5 anak (29,4%), diare 4 anak (23,5%), sesak napas (takipnue) dan pilek 3 anak (17,6%). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan NLR >2,4.103/uL pada 13 anak (76,5%) dan leukositosis 2 anak (11,8%).Kesimpulan. Manifestasi klinis dan nilai laboratorium terbanyak pada anak dengan Covid-19 terkonfirmasi adalah demam (>37,50C) dan peningkatan NLR >2,4.103/uL.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
-
2022-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2002
10.14238/sp24.3.2022.165-72
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 3 (2022); 165-72
Sari Pediatri; Vol 24, No 3 (2022); 165-72
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.3.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2002/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2002/589
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1867
2021-03-04T21:41:55Z
sari-pediatri:TPK
Peran Bifidobacterium dalam Perkembangan Otak dan Tumbuh Kembang Anak
Suryawan, Ahmad
Sekartini, Rini
Bifidobacterium; otak; tumbuh kembang; anak
Pengetahuan tentang peran spesifik mikrobiota saluran cerna dalam perkembangan otak dan tumbuh kembang anak semakin menarik perhatian peneliti pada beberapa tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan karena terakumulasinya bukti dari berbagai studi tentang komunikasi dua arah antara saluran cerna dan otak, yang digambarkan sebagai teori gut-brain axis. Salah satu mikrobiota yang mendapat perhatian khusus dalam hal ini adalah Bifidobacterium, yang berpotensi mempunyai peran khusus dalam perkembangan otak anak usia dini, Kolonisasi Bifidobacterium dalam saluran cerna paling dominan pada usia awal setelah lahir, yang terjadi paralel dengan periode kritis perkembangan sirkuit otak anak. Aplikasi klinis teori gut-brain axis lebih banyak terbukti pada studi eksperimental. Studi pada subyek anak mayoritas merupakan studi observasional dengan hasil yang tidak konsisten. Pemberian Bifidobacterium nampak menjanjikan sebagai regimen untuk terapi gejala gangguan tumbuh kembang. Namun bukti berbasis uji klinis masih sangat terbatas, dan menunjukkan hasil yang heterogen. Masih diperlukan bukti berbasis uji klinis acak-terkontrol yang dirancang dengan baik untuk memvalidasi efektivitas probiotik untuk terapi gangguan tumbuh kembang dalam hal identifikasi strain, dosis, dan waktu pengobatan yang sesuai dan standar. Peningkatan pemahaman tentang keilmuan gut-brain axis diharapkan membuka kemungkinan dimasa depan akan muncul terapi berbasis probiotik yang mempunyai efek terhadap berbagai kondisi otak dan tumbuh kembang anak
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1867
10.14238/sp22.5.2021.325-30
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 5 (2021); 325-30
Sari Pediatri; Vol 22, No 5 (2021); 325-30
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.5.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1867/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1867/484
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2191
2023-04-19T17:48:59Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Durasi Penggunaan Media Layar dengan Pola Tidur pada Anak Usia Tiga sampai dengan Lima Tahun Saat Masa Pandemi COVID-19
Izzaturrahman, Nareswari
Safira, Lisa
Herardi, Ryan
Muktamiroh, Hikmah
waktu layar; pola tidur; anak; gawai
Latar belakang. Anak periode prasekolah menurut Center for disease Control and Prevention adalah anak yang berusia antara 3 – 5 tahun. Pada periode ini terjadi perkembangan personal sosial yang pesat. Saat ini ditemukan peningkatan durasi penggunaan media layar pada anak usia prasekolah dari tahun ke tahun yang cukup signifikan, terlebih pada saat pandemi COVID-19 akibat adanya kebijakan Pembeljaran Jarak Jauh. Penggunaan media layar yang berlebihan pada anak dapat menimbulkan permasalahan kesehatan salah satunya gangguan pola tidur pada anak.Tujuan. Mengetahui hubungan antara durasi penggunaan media layar dengan gangguan pola tidur yang terjadi pada anak periode prasekolah selama masa pandemi COVID-19Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional pada 86 anak usia 3-5 tahun di Kota Depok Hasil penelitian diuji dengan uji chi square dengan bantuan software SPSS 24.0. Hasil. Analisis univariat menujukan bahwa durasi penggunaan media layar rata – rata harian anak pada hari sekolah (Senin – Jumat) sebesar 3,9 jam /hari, sedangkan pada hari libur (Sabtu - Minggu dan Hari Libur lainnya) sebesar 5,1 jam/hari dengan media layar yang paling banyak digunakan adalah televisi (87,2%) dan smartphone (80,2%). Analisis bivariat menujukan bahwa secara statistik terdapat hubungan bermakna antara durasi penggunaan media layarber lebih dengan gangguan pola tidur (p : 0,013)Kesimpulan. Secara statistik didapatkan hubungan antara durasi penggunaan media layar dengan pola tidur pada anak usia 3 – 5 tahun di masa pandemi COVID-19.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2191
10.14238/sp24.6.2023.382-7
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 382-7
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 382-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2191/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2191/734
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1952
2021-08-31T14:20:27Z
sari-pediatri:TPK
Diagnosis Infeksi Dengue di Era Pandemi COVID-19
Karyanti, Mulya Rahma
Setyati, Pinka Nurashri
infeksi dengue; Covid-19; diagnosis
Latar belakang. Penegakan diagnosis infeksi dengue menjadi tantangan di era pandemik COVID-19. Kasus misdiagnosis dan ko-infeksi antara infeksi dengue dengan COVID-19 telah dilaporkan karena adanya kemiripan gejala klinis maupun pemeriksaan laboratorium. Keterlambatan atau kesalahan penegakan diagnosis dapat menimbulkan kerugian pada pasien, maupun petugas kesehatan. Tujuan. Mendapatkan strategi penegakan diagnosis infeksi dengue yang cepat dan tepat pada era pandemi COVID-19.Metode. Penelusuran artikel melalui database ilmiah.Hasil. Infeksi dengue dan COVID-19 memiliki perbedaan patofisiologi dan target organ. Kedua penyakit tersebut memiliki ciri khas yang sama yaitu terjadinya disfungsi endotel. Terdapat perbedaan karakteristik demam dimana infeksi dengue dengan saddleback fever dan COVID-19 prolonged fever. Gejala saluran pernapasan lebih umum ditemui pada pasien COVID-19 (76%) dibandingkan pada infeksi dengue (21,5%). Sementara itu, gejala gastrointestinal berupa nyeri abdomen, muntah persisten merupakan gejala warning signs penting pada infeksi dengue, sedangkan diare dapat terjadi pada COVID-19. Manifestasi perdarahan pada infeksi dengue terutama dapat berupa petekie, epistaksis, gusi berdarah atau perdarahan saluran cerna, namun pada COVID-19 tidak terjadi. Pada infeksi dengue pada fase awal demam dapat timbul muka kemerahan (flushing) dan fase penyembuhan muncul rash konvalesen yang dapat disertai rasa gatal pada ektremitas, sementara ruam eritematosa adalah temuan pada COVID-19. Pemeriksaan laboratorium yang cepat, mudah, praktis dan tersedia dalam praktek untuk konfirmasi infeksi dengue dilakukan pemeriksaan antigen NS1 dengue, sedangkan konfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 dari swab naso dan orofaring.Kesimpulan. Infeksi dengue dan COVID-19 memiliki gejala klinis dan temuan laboratorium yang serupa. Diagnosis infeksi dengue pada era pandemic COVID-19 dapat dikonfirmasi dengan antigen NS1 bersamaan dengan PCR SARS-C0V-2.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1952
10.14238/sp23.2.2021.136-42
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 2 (2021); 136-42
Sari Pediatri; Vol 23, No 2 (2021); 136-42
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.2.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1952/pdf_1
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2405
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:PNL
Fungsi Ginjal Pasien Talasemia Beta Mayor yang Menggunakan Kelasi Besi Oral di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
Mailani, Fanni Dwi
Haris, Syafrudddin
Noviat, Heru
Darussalam, Dora
Dimiati, Herlina
Thaib, T.M.
talasemia; kelasi; ginjal
Latar belakang. Penderita talasemia beta mayor yang mendapatkan transfusi darah berulang dapat menyebabkan penumpukan besi, sehingga diperlukan pemberian kelasi besi. Deferasirox dan deferipron merupakan agen kelasi besi oral yang umum digunakan. Kelasi besi oral dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal.Tujuan. Untuk mengetahui fungsi ginjal penderita talasemia beta mayor yang menggunaan kelasi besi oral.Metode. Penelitian ini menggunakan data sekunder (rekam medis) selama rentang waktu November 2022 hingga Januari 2023 dengan desain potong lintang. Sampel penelitian pasien talasemia beta mayor anak yang mendapatkan terapi kelasi besi oral berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil. Analisis 51 anak talasemia beta mayor yang memenuhi kriteria inklusi dengan rata-rata Laju Filtrasi Glomerulus yang mendapat terapi kelasi oral deferasirox dan deferipron berturut-turut adalah 168,51±27,80 mL/min/1,73m2 dan 187,26±29,97 mL/min/1,73m2. Perbandingan pada kedua kelompok secara statistik terdapat perbedaaan bermakna dengan p=0,025. Kesimpulan. Terdapat perbedaan signifikan dari Laju Filtrasi Glomerulus pada kedua kelompok kelasi besi oral, tetapi tidak didapatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal pada semua subjek.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2405
10.14238/sp25.3.2023.174-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 174-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 174-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2405/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1972
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Prokalsitonin dan Rasio Neutrofil Limfosit dengan Mortalitas Pneumonia di Ruang Rawat Intensif Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Adilla, Nadya Riqqoh
Lubis, Aridamuriany Dwiputri
Mortalitas Pneumonia; Pneumonia anak; Prokalsitonin; Rasio neutrofil limfosit
Latar belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian 808.694 anak dibawah 5 tahun pada tahun 2017 di dunia. Rerata jumlah kematian harian balita akibat pneumonia pada tahun 2007 adalah 83 anak. Peningkatan kadar prokalsitonin (PCT) secara signifikan berhubungan dengan peningkatan mortalitas, begitu pula dengan rasio neutrofil limfosit (NLR) yang merupakan parameter sederhana untuk menilai status inflamasi subjek dan dapat memperkirakan mortalitas 30 hari pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) khususnya pada pasien pediatri.Tujuan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan PCT dan NLR dengan angka mortalitas pneumonia anak di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2018-2019. Metode. Penelitian analitik desain cross sectional dengan pengambilan sampel data rekam medis PICU pasien pneumonia anak di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2018-2019 yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney menggunakan program pengolahan data SPSS.Hasil. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara PCT dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak dengan nilai p=0,996. Sebaliknya, ditemukan hasil yang signifikan, tetapi relatif lemah pada analisis NLR dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak dengan nilai p=0,049.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara NLR dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak di PICU. Namun didapati hasil sebaliknya pada hubungan PCT dengan variable yang sama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1972
10.14238/sp23.6.2022.390-4
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 390-4
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 390-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1972/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1972/572
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1890
2021-01-04T09:36:18Z
sari-pediatri:PNL
Peran IL-1 β pada Sepsis dan Gangguan Ginjal Akut Bayi Lahir Prematur
Kadi, Fiva Aprilia
Yuniati, Tetty
Sribudiani, Yunia
Rachmadi, Dedi
GgGA,; prematur; IL-1β
Latar belakang. Interleukin-1β berperan dalam kejadian infeksi/inflamasi pada bayi prematur yang dapat menyebabkan gejala klinis berat. Imaturitas organ dapat menyebabkan kejadian inflamasi yang dapat merangsang pembentukan sitokin, salah satunya Interleukin-1β. Belum ada penelitian yang menghubungkan marker tersebut terhadap sepsis dan gangguan ginjal akut pada bayi prematur.Tujuan. Melihat peran Interleukin-1β pada kejadian sepsis dan gangguan ginjal akut bayi prematur. Metode. Studi analitik komparatif kohort pada bayi lahir prematur usia kehamilan ≤36 minggu dan berat lahir <2000gram lahir di RS dr. Hasan Sadikin Bandung. Diperiksakan kadar serum Interleukin-1β usia 24 jam lahir dan serum creatinin usia 24 dan 72 jam.Hasil. Nilai cut-off point Interleukin-1β serum bayi prematur sepsis sebesar 8,67 pg/dL, dengan odd ratio (OR) 6,56 (95%CI: 2,50-17,19), dan pada bayi prematur dengn gangguan ginjal akut 2,35 pg/dL dengan odd ratio (OR) 7,2 (95%CI: 4,58-18,20). Keduanya mempunyai nilai sensitifitas dan spesifitas cukup tinggi. Kesimpulan. Kadar interleukin-1β serum dapat dipertimbangkan menjadi salah satu marker untuk memprediksi kejadian sepsis dan gangguan ginjal akut pada bayi prematur.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Academic Leadership Research Grant (ALG) No.855/UN6.3.1/PL/2017 dari Universitas Padjadjaran untuk Prof. Dr. Dedi Rachmadi, dr., SpA(K)., M.Kes.
2020-12-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1890
10.14238/sp22.4.2020.208-12
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 4 (2020); 208-12
Sari Pediatri; Vol 22, No 4 (2020); 208-12
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.4.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1890/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1890/500
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2043
2023-02-28T04:13:03Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Intensitas Penggunaan Gawai Sejak Dini dengan Risiko Keterlambatan Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak Usia 4-5 Tahun
Septyani, Reta Aulia
Lestari, Pudji
Suryawan, Ahmad
intensitas gadget; perkembangan bicara dan bahasa; anak; 4-5 tahun
Latar belakang. Anak-anak yang menggunakan gawai terlalu sering dan lama dapat menyebabkan anak menjadi malas untuk berinteraksi dengan keluarga maupun teman sebayanya sehingga dapat memengaruhi kontak sosial dan komunikasi. Hal ini dapat menyebabkan perkembangan anak terganggu, khususnya pada aspek bicara dan bahasa.Tujuan. Mengetahui hubungan intensitas penggunaan gawai sejak dini dengan keterlambatan perkembangan aspek bicara dan bahasa pada anak usia 4-5 tahun.Metode. Desain penelitian potong lintang digunakan pada anak usia 4-5 tahun di TK ABA IV dan RA Nurul Hikmah Pamekasan. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan tingkat intensitas penggunaan gawai pada anak dengan hasil skrining perkembangan bicara dan bahasa menggunakan KPSP.Hasil. Sebagian kecil (16,28%) anak menggunakan gawai dengan intensitas rendah, hampir separuh anak menggunakan gawai dengan intensitas sedang sebesar (33,72%) dan separuh lainnya (50%) menggunakan gawai dengan intensitas tinggi. Sebagian besar (66,28%) anak memiliki perkembangan bicara dan bahasa dalam kategori normal, tetapi 29 (33,72%) berisiko keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Hasil uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,018 (p<0,05). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai sejak dini dengan risiko keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak usia 4-5 tahun.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-02-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2043
10.14238/sp24.5.2023.320-6
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 5 (2023); 320-6
Sari Pediatri; Vol 24, No 5 (2023); 320-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.5.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2043/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2043/619
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1792
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:PNL
Peningkatan Pertumbuhan Bayi Kurang Bulan dengan Pemberian Human Milk Fortifier
Tunggadewi, Dian Emiria
Radityo, Adhie Nur
Sarosa, Gatot Irawan
bayi berat lahir sangat rendah; human milk fortifier; pertumbuhan
Latar belakang. Bayi kurang bulan (BKB) mempunyai beberapa permasalahan yang berkaitan dengan proses metabolisme dan perkembangan fungsi oromotor yang belum matang sehingga berisiko terjadi kekurangan gizi. Pemberian human milk fortifier (HMF) menyediakan tambahan protein, mineral, dan vitamin untuk mengejar pertumbuhan.Tujuan. Menganalisis peningkatan pertumbuhan BKB sesuai masa kehamilan (SMK) dan kecil masa kehamilan (KMK) dengan pemberian HMF.Metode. Penelitian observasional dengan 30 BKB SMK dan 23 BKB KMK di RSDK pada Januari 2019-2020. Kriteria inklusi adalah bayi dengan berat lahir <1500 gram yang pemberian enteral telah mencapai 100 ml/kg/hari, SMK atau KMK. Data yang diambil berat badan (BB) setelah 7, 14, 21, dan 28 hari diberi HMF; panjang badan (PB) dan lingkar kepala (LK) setelah 28 hari diberi HMF, dianalisis dengan nilai p<0,05 adalah bermakna.Hasil. Setelah pemberian HMF yang sesuai dengan target pencapaian peningkatan pada PB dan LK, BKB lebih banyak pada kelompok SMK, pada BB lebih banyak pada kelompok KMK. Pencapaian peningkatan pertumbuhan BKB SMK dibandingkan KMK setelah diberi HMF tidak terdapat perbedaan yang bermakna.Kesimpulan. Bayi kurang bulan SMK dan KMK yang diberi HMF telah sesuai dengan target pencapaian peningkatan BB, PB, dan LK.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1792
10.14238/sp23.1.2021.43-50
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 43-50
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 43-50
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1792/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1792/434
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1792/435
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2398
2023-09-04T03:00:18Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Status Nutrisi dan Morbiditas pada Anak dengan Kolestasis Kronik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Aryani, Nur
Alatas, Fatima Safira
kolestasis; anak; nutrisi; morbiditas
Latar belakang. Kolestasis adalah suatu kondisi gangguan aliran empedu yang memengaruhi asupan nutrisi dan perkembangan anak. Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hubungan status nutrisi dan morbiditas pada anak dengan kolestasis kronik. Metode. Studi ini menggunakan metode kohort retrospektif yang melibatkan 97 pasien anak dengan kolestasis kronik. Data antropometri, usia, jenis kelamin, penyebab dasar penyakit, dan morbiditas pasien kemudian dikumpulkan dan dievaluasi. Status nutrisi dinilai berdasarkan kurva WHO 2006. Hasil. Hasil menunjukkan bahwa 46% pasien mengalami kondisi gizi buruk dan 27% gizi kurang berdasarkan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) per usia, sementara 66% pasien termasuk ke dalam kategori pendek dan 30% sangat pendek berdasarkan tinggi badan (TB) per usia. Studi ini menunjukkan hubungan antara common cold dan gizi buruk pada anak dengan kolestasis kronik. Kesimpulan. Meski terdapat hubungan antara pruritus, gangguan gastrointestinal, dan perdarahan saluran cerna dengan status gizi, tetapi tidak menunjukkan hasil yang signifikan setelah analisis multivariat. Faktor lain seperti organomegali, asites, dan defisiensi nutrisi tertentu juga berkontribusi terhadap penurunan nafsu makan dan berpotensi mengakibatkan gizi buruk pada anak. Penemuan ini menegaskan pentingnya tatalaksana gizi yang komprehensif dan penanganan dini bagi pasien anak dengan kolestasis kronik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2398
10.14238/sp25.2.2023.99-105
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 2 (2023); 99-105
Sari Pediatri; Vol 25, No 2 (2023); 99-105
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.2.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2398/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1946
2022-02-26T23:23:54Z
sari-pediatri:PNL
Faktor yang Memengaruhi Luaran Kualitas Hidup Anak dengan Hidrosefalus Setelah Pemasangan Shunt Ventrikulo-Peritoneal di Rumah Sakit Umum dr. Mohammad Hoesin Palembang
Desmita, Erni
Dewi, Masayu Rita
Darwin, Syarif
Permono, Trijoso
Irfannuddin, Irfannuddin
Indra, Raden Muhammad
anak; hidrosefalus; VP shunt; kualitas hidup; hydrocephalus outcome questionnaire
Latar belakang. Anak hidrosefalus dengan VP shunt dapat mengalami penurunan kualitas hidup (QoL) akibat berbagai faktor yang hingga kini belum banyak diteliti.Tujuan. Menilai luaran QoL anak hidrosefalus dengan VP shunt dan faktor yang memengaruhinya.Metode. Anak berusia 5-18 tahun dengan hidrosefalus yang dipasang VP shunt tahun 2010-2015 diidentifikasi melalui rekam medis. Orangtua kemudian diwawancarai dengan panduan kuesioner HOQ (hydrocephalus outcome questionnaire). Hasil meliputi skor QoL pada aspek fisik, kognitif, dan keseluruhan. Skor 0 menunjukkan luaran terburuk dan skor 1 terbaik. Dilakukan analisis perbedaan skor berdasarkan faktor risiko (usia saat pemasangan, etiologi, adanya kejang dan komplikasi shunt) dan analisis kategorik berdasarkan pencapaian skor standar penelitian terdahulu (0,69).Hasil. Terdapat 95 anak yang diidentifikasi, 18 meninggal dan 46 dengan data tidak lengkap sehingga terdapat 31 anak yang dianalisis. Skor HOQ yang didapatkan, yaitu fisik 0,75±0,27, sosial-emosional 0,78±0,22, kognitif 0,66±0,31, dan keseluruhan 0,73±0,25. Skor HOQ keseluruhan lebih rendah pada anak dengan komplikasi. Kejang (RR 2,52) dan komplikasi shunt (RR 4,85) berhubungan dengan luaran buruk. Analisis multivariat menunjukkan hanya komplikasi yang berhubungan dengan QoL buruk (adjusted OR 15,11).Kesimpulan. Luaran QoL ditemukan lebih baik dibandingkan penelitian sebelumnya. Kejang dan komplikasi shunt dapat berpengaruh negatif terhadap luaran QoL anak hidrosefalus dengan VP shunt.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1946
10.14238/sp23.5.2022.299-305
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 5 (2022); 299-305
Sari Pediatri; Vol 23, No 5 (2022); 299-305
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.5.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1946/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1946/554
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2500
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Jenis, Jumlah, dan Lama Pemberian Obat Anti Epilepsi dengan Kadar 25-Hidroksi Vitamin D pada Anak Epilepsi
Wijaya, Aji Kristianto
Salendu, Praevilia Margareth
Mandei, Jose Meky
epilepsi; vitamin D; anak
Latar belakang. Penggunaan obat anti epilepsi diduga dapat menyebabkan defisiensi vitamin D.Tujuan. Mengetahui adanya hubungan jenis, jumlah, dan lama pemberian obat anti epilepsi terhadap kadar 25-hidroksi vitamin D pada anak epilepsi.Metode. Penelitian observasional analitik secara potong lintang pada anak epilepsi usia 7 bulan-18 tahun di poli neurologi anak RSUP Prof. R. D. Kandou Manado antara 1 Agustus 2022 - 31 Desember 2022. Hasil. Dari total 66 anak epilepsi ditemukan 19 anak defisiensi vitamin D (28,8%), 20 anak insufisiensi (30,3%), dan 27 anak status vitamin D normal (40,9%). Anak yang mendapat obat asam valproat, fenitoin, dan karbamazepin memiliki kadar 25(OH)D sebesar 27,66 (15,45 – 58,10), 25,17 (21,44 – 33,50), dan 29,49 (17,89 – 41,10) dengan nilai p = 0,991. Anak yang mendapat pengobatan monoterapi memiliki kadar 25(OH)D lebih tinggi yaitu 28,09 (16,20 – 58,10) dibandingkan pengobatan politerapi yaitu 18,94 (15,45 – 35,10) dengan nilai p=0,036. Lama pemberian obat monoterapi dan politerapi dengan kadar 25(OH)D diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (sig < 0.05) dengan koefisien korelasi sebesar -0,528 (0,41 – 0,60). Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara jenis OAE dengan kadar vitamin D. Terdapat hubungan antara jumlah OAE dan lama pemberian OAE dengan kadar vitamin D.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2500
10.14238/sp25.5.2024.328-32
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 328-32
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 328-32
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2500/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1947
2022-09-09T02:23:16Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Kejadian Sepsis Neonatorum Awitan Dini di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung
Suwarna, Namira Oktaviani
Yuniati, Tetty
Cahyadi, Adi Imam
Achmad, Tri Hanggono
Agustian, Dwi
sepsis neonatorum; faktor risiko; angka kejadian
Latar belakang. Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyakit infeksi pada bayi baru lahir yang masih menjadi masalah utama di negara berkembang seperti Indonesia. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum awitan dini dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu dan bayi. Faktor risiko ibu seperti ketuban pecah dini dan riwayat infeksi pada kehamilan, sedangkan faktor bayi adalah prematuritas, berat badan lahir rendah, skor APGAR rendah, air ketuban bercampur mekonium, asfiksia neonatorum, dan skor APGAR rendah.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum awitan dini di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Metode. Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang pada neonatus yang lahir hidup di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2018 sampai Desember 2019 dengan metode total sampling. Analisis statistik menggunakan chi-square dan analisis multivariat dengan regresi logistik. Hasil bermakna apabila nilai p<0,05. Hasil. Penelitian ini menunjukkan bahwa angka kejadian sepsis neonatorum awitan dini tahun 2018 – 2019 adalah 8,1% dari 5224 subjek. Analisis bivariat chi square dan multivariat dengan regresi logistik menunjukkan faktor risiko seperti ketuban pecah dini OR 1,69 (p=<0,001; IK95%: 1,27 – 2,25), usia kehamilan 34 – 37 minggu OR 1,59 (p=0,036; IK95%:1,03 – 2,45), usia kehamilan <34 minggu OR 8,65 (p=<0,001; IK95%:5,47 – 13,70), sectio caesarea OR 1,42 (p=0,002;IK95%:1,14 – 1,77), dan berat badan lahir <2500 gram OR 2,59 (p=<0,001; IK95%: 1,73–3,89) mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian sepsis.Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko ibu dan bayi seperti ketuban pecah dini >18 jam, usia kehamilan <37 minggu, sectio caesarea dan berat badan lahir <2500 gram memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian sepsis neonatorum awitan dini.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1947
10.14238/sp24.2.2022.99-105
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 99-105
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 99-105
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1947/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1947/729
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1947/730
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1628
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:LKS
Peran Metode Noninvasif dalam Mendeteksi Varises Esofagus Signifikan pada Anak dengan Hipertensi Portal
Iskandar, William Jayadi
Oswari, Hanifah
hipertensi portal; varises esofagus; endoskopi
Latar belakang. Esofagogastroduodenoskopi (EGD) penting dilakukan pada anak dengan hipertensi portal untuk mendeteksi varises esofagus signifikan (derajat II, III, atau stigmata perdarahan), tetapi prosedur ini invasif dan traumatik.Tujuan. Mengetahui kemampuan metode noninvasif dibandingkan EGD dalam menentukan varises esofagus signifikan pada anak dengan hipertensi portal.Metode. Penelusuran literatur melalui Pubmed, Scopus, dan Cochrane Library dilakukan pada tanggal 25 Juni 2019. Kriteria inklusi adalah subyek anak hingga berusia 18 tahun, dipublikasi dalam 5 tahun terakhir, berbahasa Inggris, dan tersedia full text. Kriteria eksklusi adalah subyek pascaoperasi atau tidak membahas metode noninvasif. Artikel terpilih kemudian dinilai secara kritis.Hasil. Tiga buah artikel penelitian ditemukan, terdiri atas sebuah telaah sistematik dan dua buah penelitian observasional. Metode noninvasif yang memiliki sensitivitas tinggi adalah clinical prediction rule (80%), varices prediction rule (80%), dan risk score (85,7%). Metode yang memiliki spesifisitas tinggi adalah King’s variceal prediction score (72,7%).Kesimpulan. Metode noninvasif dapat digunakan untuk memilih prioritas pasien anak dengan hipertensi portal yang perlu dilakukan EGD untuk menentukan varises esofagus signifikan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1628
10.14238/sp22.3.2020.182-9
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 182-9
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 182-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1628/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1628/299
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1628/300
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2215
2022-12-29T07:56:04Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Kadar Serum Kortisol Pagi Hari dan 25-OH Vitamin D pada Anak dengan Sindrom Nefrotik
Umboh, Adrian
Umboh, Valentine
Rompies, Ronald
sindrom nefrotik; kortisol; vitamin D
Latar belakang. Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit ginjal kronis yang paling sering terjadi pada anak yang diobati dengan kortikosteroid dosis tinggi dan dapat menyebabkan insufisiensi adrenal sekunder, mengakibatkan penurunan kadar kortisol. Proteinuria pada SN secara tidak langsung dapat menyebabkan defisiensi vitamin D yang merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit, seperti riketsia, kanker, dan infeksi.Tujuan. Untuk mengetahui hubungan kadar serum kortisol pagi hari dengan kadar 25-OH vitamin D pada anak sindrom nefrotik.Metode. Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan potong-lintang pada 30 anak berusia 1-18 tahun dengan sindrom nefrotik yang berobat di Poliklinik Anak RSUD Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado.Hasil. Kadar kortisol serum pagi hari pada anak dengan SN ditemukan terendah pada SN resisten steroid, dan tertinggi pada SN sensitif steroid. Subjek dengan insufisiensi vitamin D paling banyak ditemui pada kategori SN resisten steroid. Ditemukan hubungan bermakna yang kuat antara kadar kortisol pagi hari dengan kadar vitamin D, dimana kadar kortisol <3 mg/l memiliki risiko 3,5 kali lebih besar mengalami insufisiensi atau defisiensi vitamin D dibandingkan kadar kortisol yang lebih tinggi.Kesimpulan. Penelitian ini menemukan hubungan bermakna yang kuat antara kadar kortisol pagi hari dengan kadar vitamin D pada anak dengan sindrom nefrotik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-12-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2215
10.14238/sp24.4.2022.217-21
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 4 (2022); 217-21
Sari Pediatri; Vol 24, No 4 (2022); 217-21
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.4.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2215/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1441
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:PNL
Peran Suplementasi Seng dalam Menurunkan Intensitas Mukositis Oral Akibat Kemoterapi Fase Konsolidasi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut
Arysanti, Manik Trisna
Ariawati, Ketut
Subanada, Ida bagus
Mukositis oral, suplementasi seng, kemoterapi, Leukemia Limfoblastik Akut
Latar belakang. Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang dapat berdampak buruk terhadap pengobatan kanker. Mikronutrient seng diketahui dapat mempertahankan integritas mukosa oral.Tujuan. Mengetahui efek suplementasi seng dalam menurunkan intesitas mukositis oral akibat kemoterapi.Metode. Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada 40 pasien anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menjalani kemoterapi fase konsolidasi, dengan membandingkan kejadian dan derajat mukositis oral pada kelompok yang mendapat suplementasi seng atau plasebo. Derajat mukositis oral dievaluasi menggunakan NCI-CTAE versi 3.0. Hasil. Kejadian mukositis oral lebih rendah pada kelompok seng (40%) dibandingkan plasebo (55%), tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,342). Derajat keparahan mukositis oral lebih rendah secara signifikan pada kelompok seng dibandingkan plasebo (p=0,024; RR 0,306; IK95%;0,089 sampai 1,048). Analisis kesintasan Kaplan-Meier menunjukkan waktu munculnya mukositis oral beserta derajat keparahannya pada kedua kelompok hampir sama sampai minggu kedua, kemudian mulai menurun sampai akhir pengamatan pada kelompok seng. Analisis multivariat Cox Regression menunjukkan variabel akhir sebagai prediktor kuat terhadap kejadian mukositis adalah usia, status gizi, dan kadar seng.Kesimpulan. Pemberian suplementasi seng tidak dapat menurunkan kejadian mukositis oral akibat kemoterapi pada pasien anak dengan LLA, tetapi dapat menurunkan derajat keparahannya bila dibandingkan dengan plasebo.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1441
10.14238/sp23.1.2021.15-22
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 15-22
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 15-22
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1441/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1441/172
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1441/173
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2220
2023-06-27T08:58:50Z
sari-pediatri:PNL
Kekerasan terhadap Remaja serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi pada Masa Pandemi COVID-19
Pane, Irene Audrey Davalynn
Sekartini, Rini
kekerasan; remaja; pandemi; COVID-19
Latar belakang. Pandemi COVID-19 telah membuat pemerintah mengeluarkan peraturan untuk tetap berada di rumah. Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh meningkatkan durasi aktivitas remaja di rumah dan menimbulkan faktor lain yang berkaitan dengan kejadian kekerasan. Setiap tahunnya, kekerasan terhadap remaja terus meningkat. Dengan dampak buruk yang diakibatkan oleh kekerasan, timbul kepentingan mendesak untuk melakukan penelitian mengenai kejadian kekerasan terhadap remaja dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi.Tujuan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi kekerasan terhadap remaja di masa pandemi COVID-19 beserta faktor yang memengaruhi.Metode. Penelitian observasional menggunakan analisis deskriptif dan bivariat dengan metode desain studi potong-lintang dengan pengisian kuesioner secara daring. Dilaksanakan pada bulan oktober hingga November 2021, dengan metode total population sampling dengan kriteria inklusi setiap anak yang berusia 10-18 tahun, mampu memahami dan menguasai Bahasa Indonesia, dan berdomisili di Indonesia, dan memiliki ponsel/ gadget jenis apapun milik sendiri yang dapat dipakai untuk mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi subjek adalah anak yang tidak memiliki gangguan kognitif serta gangguan komunikasi dan tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.Hasil. Didapatkan total subjek yang diteliti yakni 106 subjek. dengan sebaran terbanyak berdasarkan usia 14-17 tahun 61,3%, jenis kelamin perempuan 66%, posisi anak terakhir 34%, dan mengikuti pembelajaran jarak jauh sebanyak 96,2%. Remaja yang taat pada protokol kesehatan 21,7% dan tidak taat 78,3%. Jenis keluarga terbanyak ialah keluarga inti 83% dan orang tua remaja yang bekerja sebanyak 91,5%. Pendidikan orang tua tertinggi adalah sarjana, ayah (47,2%) dan ibu (36,8%). Sebanyak 67,9% remaja mengalami kekerasan dengan jenis kekerasan tertinggi ialah penelantaran (50,9%). Seluruh faktor pada penelitian secara statistik tidak berhubungan bermakna.Kesimpulan. Kekerasan terhadap remaja tidak berhubungan secara statistik dengan faktor anak (usia, jenis kelamin, posisi anak, pembelajaran jarak jauh) dan faktor lingkungan (jenis keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta tingkat ketaatan terhadap protokol kesehatan)
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2220
10.14238/sp25.1.2023.46-53
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 46-53
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 46-53
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2220/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2220/746
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2010
2022-01-03T08:51:24Z
sari-pediatri:PNL
Rasio Neutrofil Limfosit untuk Membedakan Meningitis Bakterial dan Viral pada Anak
Ratnasari, Ismi
Nur, Fadhilah Tia
Riza, Muhammad
meningitis bakterial; meningitis viral; rasio neutrofil limfosit; anak
Latar belakang. Meningitis bakterial merupakan penyakit infeksi yang berat pada meningen (selaput otak) yang menimbulkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di dunia. Gejala dan tanda kinis tidak dapat digunakan untuk membedakan antara meningitis bakterial dan miningitis viral. Apabila pemeriksaan cairan serebrospinal tidak memungkinkan untuk dilakukan, pemeriksaan marker inflamasi serum dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis dari meningitis. Rasio neutrofil limfosit (NLR) adalah parameter sederhana yang dapat digunakan untuk membedakan meningitis bakterial dan viral.Tujuan. Membedakan nilai NLR antara meningitis bakterial dan meningitis viral pada anak.Metode. Penelitian potong lintang dengan pendekatan uji diagnostik. Data didapatkan dari rekam medis pasien dengan meningitis usia 1 bulan - 18 tahun yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Januari 2017 - Desember 2020. Data dianalisis menggunakan uji independent t test dan uji Mann Whitney, tingkat kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.Hasil. Dari 36 rekam medis, meningitis bakterial dan viral paling banyak terjadi pada usia 1 bulan – 5 tahun. Dari data karakteristik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Terdapat perbedaan bermakna NLR pada pasien meningitis bakterial dan viral tanpa disertai infeksi di luar sistem saraf pusat (p=0,014). Nilai cut off NLR untuk meningitis bakterial adalah >2,31 dengan sensitivitas 81,8%, spesifisitas 71,4%.Kesimpulan. Rasio neutrofil limfosit dapat digunakan untuk membedakan meningitis bakterial dan viral dengan nilai cut off untuk meningitis bakterial adalah >2,31.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2010
10.14238/sp23.4.2021.222-7
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 4 (2021); 222-7
Sari Pediatri; Vol 23, No 4 (2021); 222-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.4.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2010/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2010/640
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2337
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:PNL
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kematian Neonatus: Studi Retrospektif di Rumah Sakit Wangaya Denpasar
Predani, Ni Luh Putu Diaswari
Bikin Suryawan, I Wayan
Suryaningsih, Putu Siska
asfiksia; risiko; kematian; neonatus
Latar belakang. Kematian pada masa neonatal masih menjadi penyebab kematian tertinggi pada bayi dan balita di Indonesia pada tahun 2021 dengan angka kematian bayi di Indonesia 12 dari 1000 bayi lahir hidup. Upaya untuk menurunkan angka kematian neonatus di Indonesia terus dilakukan dengan target 9 per 1000 kelahiran pada tahun 2025. Berat badan lahir rendah, asfiksia, prematuritas, kelainan kongenital serta sepsis menjadi faktor risiko tertinggi kejadian kematian neonatus. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya, Denpasar.Metode. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional cross-sectional dengan data sekunder menggunakan rekam medis. Teknik pengambilan sampel adalah dengan consecutive sampling dengan total sampel 114 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel yang diteliti adalah berat badan lahir rendah, asfiksia, prematuritas, kelainan kongenital dan infeksi. Data dianalisis dengan SPSS versi 23 mengunakan uji Chi-square. Hubungan antar variabel dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05 dengan interval kepercayaan 95%.Hasil. Faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus adalah berat badan lahir rendah (p=0,001 dan RP 2,02 dengan IK 95%: 1,18-3,07), asfiksia (p=0,000 dan RP 2,56 dengan IK 95%: 1,7-3,85) dan usia kehamilan kurang bulan (p=0,000 dan RP 2,52 dengan IK 95%: 1,68-3,89). Sedangkan kelainan kongenital dan infeksi tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian kematian neonatus (p=0,1 RP 1,6; 95%; IK 95%: 1,09-2,44 dan p=0,5 RP 1,14; IK 95%: 0,7-1,68)Kesimpulan. Disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir rendah, asfiksia dan usia kehamilan kurang bulan dengan kematian neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya, Denpasar.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2337
10.14238/sp25.5.2024.322-7
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 322-7
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 322-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2337/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2337/796
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2006
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik Pengguna Media Daring dalam Praktik Berbagi Air Susu Ibu
Layrenshia, Belinda
Pambudi, Wiyarni
berbagi ASI; daring; karakteristik; ASI donor
Latar belakang. Berbagi Air Susu Ibu (ASI) menjadi alternatif solusi apabila ibu tidak bisa menyusui. Penggunaan ASI donor di Indonesia meningkat 3-5 kali lipat tahun 2007-2012, dan sering dilakukan melalui media daring karena tidak adanya bank ASI. Tujuan. Penelitian ini ingin mengenali karakteristik pengguna media daring dan mengetahui pemahaman pendonor/penerima ASI donor terhadap kaidah praktik berbagi ASI. Metode. Penelitian deskriptif ini memiliki desain potong lintang dan pengambilan sampel dilakukan dengan menyebarkan tautan Google Form kepada responden yang melakukan praktik berbagi ASI di media daring seperti Instagram, Facebook, Twitter dan WhatsApp pada bulan November 2020 sampai dengan Januari 2021.Hasil. Responden terdiri dari 154 pendonor dan 22 penerima ASI donor, 51,7% di antaranya baru memiliki anak pertama, 77.8% menyandang gelar S1 dan 69% responden adalah ibu bekerja. Dalam hal mengenali pihak pendonor/penerima, 68.2% pendonor dan 90.9% penerima ASI donor menelusuri latar belakang para penerima/pendonor. Jenis kelamin dan agama merupakan informasi yang diberikan 94,8% dan 90.3% pendonor serta ingin diketahui oleh 81,8% dan 72.7% penerima. Kesimpulan. Profil pengguna media daring yang melakukan praktik berbagi ASI di Indonesia terbanyak adalah ibu satu anak, berpendidikan S1 dan bekerja. Pemahaman terhadap kaidah praktik berbagi ASI masih perlu ditingkatkan lagi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2006
10.14238/sp24.1.2022.7-15
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 7-15
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 7-15
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2006/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2006/591
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/593
2021-05-24T11:55:40Z
sari-pediatri:PNL
Penyakit Ginjal Kronik pada Anak
Pardede, Sudung O.
Chunnaedy, Swanty
penyakit ginjal kronik; laju filtrasi glomerulus; proteinuria
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan pada anak yang cukup serius dengan prevalens yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan mortalitas yang meningkat. Definisi PGK adalah penyakit ginjal dengan kerusakan ginjal minimal tiga bulan dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Berbagai kelainan ginjal baik kelainan kongenital maupun didapat dapat menyebabkan PGK. Pasien PGK seringkali datang dengan berbagai keluhan yang menunjukkan bahwa pasien datang pada stadium lanjut, karena keterlambatan diagnosis. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan pertumbuhan, anemia, nutrisi, hipertensi, gangguan elektrolit, dan osteodistrofi renal. Proteinuria merupakan petanda penting pada PGK dan berperan dalam progresivitas penyakit. Pengobatan bertujuan untuk menghambat atau memperlambat progresivitas penyakit serta mencegah terjadinya komplikasi. Selain terhadap penyebabnya, pengobatan dilakukan juga untuk mengatasi manifestasi klinis. Pencegahan dan deteksi dini merupakan hal yang sangat penting, karena dengan deteksi dini progresivitas penyakit dapat dikendalikan
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/593
10.14238/sp11.3.2009.199-206
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 3 (2009); 199-206
Sari Pediatri; Vol 11, No 3 (2009); 199-206
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.3.2009
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/593/528
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2179
2022-10-31T09:33:54Z
sari-pediatri:PNL
Pola Aktivitas Fisik Anak Usia 10 Sampai 14 Tahun pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
Rizkita, Salindri Dara
Sekartini, Rini
Friska, Dewi
aktivitas fisik; anak; remaja awal; pandemi; Covid-19
Latar belakang. Kondisi pandemi global Covid-19 membuat pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk membatasi segala kegiatan sosial, termasuk perubahan metode kegiatan bersekolah. Tujuan. Mengetahui pola aktivitas fisik anak 10-14 tahun saat pandemi Covid-19 di Indonesia.Metode. Pengumpulan data dengan kuesioner daring. Jenis penelitian observasional, desain studi cross-sectional. Diolah dengan analisis deskriptif. Dilanjutkan analisis analitik bivariat, uji statistik chi-square dan analisis multivariat, uji regresi logistikHasil. Diperoleh sebaran subjek berdasarkan usia, 10-12 tahun 71,2% dan >12-14 tahun 28,8%. Jenis kelamin perempuan 62,7% dan laki-laki 37,3%. Tingkat ketaatan protokol kesehatan yaitu 75,7% tidak taat dan taat 24,3%, Durasi kegiatan pembelajaran jarak jauh 0-3jam/hari 63,8%, >3-6jam/hari 32,8%, dan >6jam/hari 3,4%. Klasifikasi daerah, rural 36,2% dan urban 63,8%. Tingkat aktivitas fisik tinggi 51,4% dan rendah 48.6%. Tingkat aktivitas fisik berhubungan bermakna dengan usia (p=0,017), durasi PJJ (p=0.005), tingkat ketaatan terhadap protokol kesehatan (p=0,013), tidak berhubungan bermakna dengan jenis kelamin (p=0,059), dan daerah tempat tinggal (p=0,363). Uji multivariat didapatkan hubungan dengan tingkat ketaatan (p=0,005;OR=2,870) dan durasi PJJ (p=0,002; OR=2,768).Kesimpulan. Prevalensi tingkat aktivitas fisik tinggi 51,4%. Faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik anak selama pandemi adalah usia. Faktor yang berhubungan kuat adalah durasi pembelajaran jarak jauh dalam sehari serta tingkat ketaatan anak terhadap protokol kesehatan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
tidak ada pendukung dana
2022-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2179
10.14238/sp24.3.2022.181-8
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 3 (2022); 181-8
Sari Pediatri; Vol 24, No 3 (2022); 181-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.3.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2179/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2179/732
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2179/745
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1728
2021-05-03T12:00:23Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Durasi Paparan Media Elektronik Terhadap Pola Tidur Anak Usia 10-13 Tahun
Fatimah Diantoro, Maudina Hati
Anantyo, Dimas Tri
Rahmadi, Farid Agung
Latar belakang. Diperkirakan setiap tahunnya terjadi peningkatan prevalensi gangguan tidur sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai faktor penyebabnya. Paparan media elektronik berlebihan dapat berpengaruh pada masalah kesehatan. Penelitian di 5 negara termasuk Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak usia 10-13 tahun telah memiliki akses telepon selular pribadi. American Academy of Pediatrics menyarankan durasi paparan media elektronik pada balita dan anak prasekolah selama 1 jam atau kurang dan remaja selama 2 jam atau kurang per hari.Tujuan. menganalisis hubungan antara durasi paparan media elektronik dengan munculnya gangguan tidur pada anak usia 10-13 tahunMetode. penelitian belah lintang dengan subjek penelitian dari beberapa SD di Semarang pada April – Juli 2019. Subjek penelitian melengkapi kuesioner 3DPAR) untuk menilai durasi paparan media elektronik serta orangtua mengisi kuesioner SDSC untuk menilai gangguan tidur. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dengan nilai signifikansi p<0,05.Hasil. Dari 90 responden didapatkan 76 responden (84,4%) dengan paparan media elektronik lebih dari 2 jam perhari dan terdapat 65 responden (72,2%) mengalami gangguan tidur. Terdapat hubungan bermakna antara durasi paparan media elektronik dengan gangguan tidur. Kesimpulan. Durasi paparan media elektronik lebih dari 2 jam perhari memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan tidur anak usia 10-13 tahun.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-04-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1728
10.14238/sp22.6.2021.359-63
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 6 (2021); 359-63
Sari Pediatri; Vol 22, No 6 (2021); 359-63
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.6.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1728/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1728/382
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1800
2023-05-02T05:39:21Z
sari-pediatri:TPK
Perbandingan Berbagai Sistem Skoring untuk Diagnosis Meningitis Tuberkulosis pada Anak
Handryastuti, Setyo
Latifah, Dianing
meningitis; tuberkulosis; skoring; anak
Meningitis tuberkulosis (MTB) adalah bentuk terberat penyakit tuberculosis, menyebabkan morbiditas dan mortalitas cukup tinggi pada anak. Keterlambatan diagnosis dan terapi dianggap sebagai faktor utama tingginya mortalitas. Masalah utama dalam diagnosis MTB antara lain patogenesis penyakit yang kurang dipahami, belum tersedia tes diagnostik yang baik. Baku emas diagnosis MTB bergantung pada isolasi Mycobacterium tuberculosis dari cairan serebrospinal (CSS), namun hal ini cukup sulit diterapkan karena proses kultur yang lambat, memerlukan sampel CSS yang banyak dan tidak peka dalam membantu pengambilan keputusan klinis.Saat ini, tiga metode skoring yang dibuat untuk membantu diagnosis MTB pada anak adalah sistem Thwaites, konsensus Lancet serta skor Modified Kenneth Jones Scoring Criteria (MKJSC), yang dikembangkan untuk meningkatkan akurasi diagnostik. Sistem skoring mencakup manifestasi klinis, hasil CSS, serta pemeriksaan radiologi untuk membantu diagnosis MTB. Penggunaan metode skoring diharapkan dapat mempercepat diagnosis dan terapi sehingga meningkatkan luaran MTB pada anak. Di antara ketiga sistem skoring tersebut, skor Thwaites dan MKJSC adalah sistem skoring yang paling sederhana dan dapat diterapkan di daerah dengan fasilitas terbatas. Kombinasi kedua sistem skoring tersebut diharapkan dapat mempertajam nilai diagnostik MTB sehingga dapat membantu penanganan MTB pada anak secara cepat dan tepat.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1800
10.14238/sp24.6.2023.425-32
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 425-32
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 425-32
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1800/pdf_1
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1800/440
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1800/441
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1963
2021-10-29T15:29:03Z
sari-pediatri:PNL
Prevalensi Tanda dan Gejala serta Keterlibatan Tim Multidispliner dalam Perawatan Paliatif Pasien Leukemia Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito
Rahmatina, Samalalita
Mulatsih, Sri
Arguni, Eggi
Sudadi, Sudadi
perawatan paliatif; leukemia; anak
Latar belakang. Perawatan paliatif pada anak masih jarang diteliti terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu kategori pasien yang memerlukan perawatan paliatif adalah anak dengan kanker. Leukemia merupakan kanker dengan prevalensi terbesar pada anak.Tujuan. Mengetahui karakteristik, prevalensi tanda dan gejala, serta keterlibatan tim multidispliner dalam perawatan paliatif pasien leukemia anak di RSUP Dr. Sardjito.Metode. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien berusia kurang dari 18 tahun yang didiagnosis leukemia pada tahun 2015 di RSUP Dr. Sardjito.Hasil. Empat puluh enam pasien anak dengan leukemia dianalisis. Sebanyak 34 pasien merupakan pasien leukemia limfoblastik akut (LLA) dan 12 sisanya merupakan pasien leukemia mieloblastik akut (LMA), 20 pasien berusia berusia 1-4 tahun, dan 26 pasien berjenis kelamin perempuan. Sepuluh pasien meninggal, 18 pasien sembuh atau telah selesai menjalani terapi, dan 18 pasien lainnya tanpa keterangan sehingga disimpulkan masih menjalani terapi. Tanda dan gejala dengan prevalensi tertinggi adalah demam (40 pasien), nyeri (38 pasien), mual (32 pasien), dan muntah (27 pasien). Fase induksi memiliki prevalensi tanda dan gejala tertinggi dibanding fase lainnya. Tiga kelompok tenaga kesehatan yang selalu terlibat dalam perawatan paliatif adalah residen anak/dokter spesialis anak/konsultan onkologi anak, perawat, dan dokter spesialis anestesi.Kesimpulan. Fase induksi memiliki prevalensi tanda dan gejala tertinggi dibanding fase lain sehingga memerlukan perawatan paliatif suportif lebih banyak.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1963
10.14238/sp23.3.2021.185-90
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 185-90
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 185-90
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1963/pdf_1
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1963/595
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2425
2024-01-02T01:17:19Z
sari-pediatri:PNL
Sindrom Nefrotik Idiopatik Sensitif Steroid pada Anak: Telaah Perbandingan Panduan Klinis
Trihono, Partini Pudjiastuti
Fahlevi, Reza
Kinesya, Edwin
Hidayati, Eka Laksmi
Puspitasari, Henny Adriani
Pardede, Sudung Oloan
sindrom; nefrotik; idiopatik; klinis; steroid
Latar belakang. Sindrom nefrotik idiopatik merupakan penyakit ginjal tersering pada anak di dunia. Penelitian terkait sindrom nefrotik idiopatik pada anak terus berkembang. Namun, pada praktiknya masih terdapat variasi yang lebar terkait evaluasi dan tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak di dunia. Tujuan. Membandingkan panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik sensitif steroid pada anak. Metode. Membandingkan empat panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik sensitif steroid pada anak, yaitu panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2012, Kidney Disease Improving Global Outcome tahun 2021, International Pediatric Nephrology Association tahun 2022, dan Indian Society of Pediatric Nephrology tahun 2021. Dikembangkan 7 lingkup bahasan kajian, meliputi diagnosis, pemeriksaan penunjang awal, batasan kriteria, dan terapi sindrom nefrotik inisial, sindrom nefrotik relaps jarang, sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik dependen steroid.Hasil. Didapatkan beberapa perbedaan mendasar yang ditemukan, antara lain, terkait batasan proteinuria dan hipoalbuminemia yang digunakan, dosis maksimal steroid, definisi relaps sering, pilihan terapi imunosupresan pada SN relaps sering, dependen steroid, dan pemeriksaan genetik yang dirasonalisasikan berdasarkan bukti-bukti penelitian terbaru.Kesimpulan. Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2012 dengan panduan klinis terbaru lainnya. Perlu dipertimbangkan pembaharuan konsensus sindrom nefrotik di Indonesia dengan menelaah bukti ilmiah terbaru dan disesuaikan dengan ketersediaan obat serta fasilitas pemeriksaan di Indonesia.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-12-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2425
10.14238/sp25.4.2023.231-42
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 4 (2023); 231-42
Sari Pediatri; Vol 25, No 4 (2023); 231-42
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.4.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2425/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2425/828
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2052
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Status Gizi dan Anemia dengan Penyakit Jantung Bawaan pada Anak
Umboh, Adrian
Rompies, Ronald
Umboh, Valentine
status gizi; anemia; penyakit jantung bawaan
Latar belakang. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital pada struktur dan fungsi sirkulasi. Morbiditas dan mortalitas PJB dipengaruhi berbagai faktor, seperti status gizi dan anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dan anemia pada anak dengan PJB asianotik dan sianotik di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Metode. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode potong-lintang pada anak 1-18 tahun dengan PJB di RSUP Prof. R.D. Kandou, Manado pada Maret-Oktober 2021. Analisis hubungan berat badan, tinggi badan, status gizi dan anemia dengan PJB dilakukan dengan uji Mann-Whitney atau Chi square. Hasil. Sampel terdiri dari 62 anak (51,6% laki-laki dan 48,4% perempuan). PJB asianotik ditemukan pada 77,42% dan PJB sianotik 22,58%. Berat badan dan status gizi ditemukan berkaitan dengan PJB; anak PJB asianotik memiliki berat badan (rerata 16 kg vs 11 kg, p=0,000) dan status gizi yang lebih baik (rG=0,947 dan p=0,000). Tinggi badan tidak berkaitan dengan PJB. PJB dan anemia memiliki hubungan erat (p = 0,017), dengan OR = 4,6 (CI 95%: 1,2-16,8).Kesimpulan. Berat badan, status gizi, dan anemia berkaitan dengan PJB. Anak dengan PJB asianotik memiliki berat badan dan status gizi yang lebih baik, serta lebih mungkin mengalami anemia.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2052
10.14238/sp23.6.2022.395-401
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 395-401
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 395-401
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2052/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2052/628
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2138
2022-08-30T08:39:55Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Karakteristik Orang Tua Terhadap Status Gizi Bayi Balita Desa Sungai Kitano Kabupaten Banjar
Narishma, Velma
Roselina, Dyah
Budiarto, Arief
Latar belakang. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Status gizi bayi balita merupakan salah satu indikator kualitas kesehatan masyarakat. Satus gizi bayi balita diukur menggunakan beberapa indeks antopometri. Masalah gizi timbul karena beberapa faktor di antaranya, faktor lingkungan: ketersediaan, distribusi dan pengolahan bahan makanan maupun karakteristik orang tua seperti pendapatan, pekerjaan, pendidikan, dan pengetahuan orang tua. Tujuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik orang tua terhadap status gizi bayi balita di desa Sungai Kitano Kabupaten Banjar. Metode. Metode penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian: bayi dan balita 0-59 bulan, sampel 14 bayi dan 30 balita, responden penelitian: ibu dari bayi/ balita. Hasil. Secara statistik terdapat hubungan antara pendidikan ibu terhadap status gizi bayi dan balita (p=0,012045), tetapi tidak terdapat hubungan antara penghasilan orang tua (p=0,540089) dan pekerjaan ibu (p=0,840606). Kesimpulan. Pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi bayi balita desa Sungai Kitano Kabupaten Banjar.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2138
10.14238/sp24.2.2022.112-18
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 112-18
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 112-18
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2138/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2138/703
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2138/704
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1887
2021-03-04T21:41:55Z
sari-pediatri:PNL
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Masalah Tidur Remaja Selama Pandemi Covid-19
Hartini, Sri
Nisa, Khairun
Herini, Elisabeth Siti
masalah tidur; remaja; pengetahuan; sikap; Covid-19
Latar belakang. Masalah tidur pada remaja selama pandemi Covid-19 dilaporkan sekitar 20-66%. Rendahnya dukungan sosial, gangguan akademik dan kesehatan fisik yang menurun, paparan informasi, pengetahuan dan sikap tentang kesehatan tidur berhubungan dengan masalah tidur dan kebiasaan tidur pada remaja. Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran masalah tidur remaja dan faktor yang berhubungan selama pandemi Covid-19. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Seratus empat (104) remaja berusia 12-15 tahun di Kecamatan Samaturu, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara di rekruit menjadi responden penelitian. Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC), kuesioner pengetahuan dan sikap tentang tidur digunakan untuk mengukur masalah tidur, pengetahuan dan sikap tentang tidur. Uji regresi linear digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tidur remaja. Hasil. Prevalensi masalah tidur pada remaja selama pandemi Covid-19 sebesar 78%. Gangguan transisi tidur bangun merupakan jenis masalah tidur yang paling tinggi ditemukan (53%). Pengetahuan dan sikap tentang tidur berhubungan dengan masalah tidur remaja selama pandemik Covid-19. Kesimpulan. Sebagian besar remaja berusia 12-15 tahun mengalami masalah tidur selama pandemi Covid-19. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan masalah tidur adalah sikap remaja tentang kesehatan tidur.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Universitas Gadjah Mada
2021-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1887
10.14238/sp22.5.2021.311-7
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 5 (2021); 311-7
Sari Pediatri; Vol 22, No 5 (2021); 311-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.5.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1887/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2226
2023-04-19T17:48:59Z
sari-pediatri:PNL
Faktor yang Memengaruhi Tumbuh Kejar Anak Pascaoperasi Koreksi Defek Septum Ventrikel
Novianingrum, Marcella Trixie Kartika
Priyatno, Agus
Pratiwi, Rina
defek septum ventrikel; operasi koreksi; tumbuh kejar
Latar belakang. Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyebab utama gagal tumbuh. Gangguan hemodinamik akibat defek septum ventrikel (DSV) memberikan gejala yang menggambarkan derajat kelainan jantung. Operasi koreksi memperbaiki gangguan hemodinamik dan pertumbuhan. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa perbaikan pertumbuhan setelah operasi DSV bersifat multifaktorial. Tujuan. Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi tumbuh kejar anak pascaoperasi koreksi DSV.Metode. Penelitian kohort retrospektif pada 59 anak paska 6 bulan operasi koreksi DSV. Data mengenai jenis kelamin, ukuran defek, derajat hipertensi pulmonal, usia saat operasi, dan derajat gagal jantung dicatat. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 26.Hasil. Total sebanyak 59 data anak pascaoperasi koreksi DSV telah diperoleh dan 40 anak (67,8%) mencapai tumbuh kejar. Analisis bivariat menunjukkan bahwa ukuran defek, usia saat operasi, dan status gizi sebelum operasi memengaruhi tumbuh kejar paska operasi. Hasil tersebut dilanjutkan dengan analisis multivariat. Usia saat operasi merupakan faktor yang paling memengaruhi tumbuh kejar pascaoperasi DSV (p=0,038; RR 0,175; IK95%: 0,63-0,87). Nilai probabilitas anak usia 1-5 tahun untuk mencapai tumbuh kejar sebesar 0,204 (RR 1,09). Kesimpulan. Ukuran defek, status gizi sebelum operasi, dan usia saat operasi memengaruhi tumbuh kejar pascaoperasi DSV. Usia saat operasi merupakan faktor yang paling memengaruhi tumbuh kejar pascaoperasi koreksi DSV.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2226
10.14238/sp24.6.2023.407-13
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 407-13
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 407-13
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2226/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1866
2021-08-31T14:20:27Z
sari-pediatri:PNL
Gangguan Memori Kerja pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas: Suatu Studi Komparatif
Evi, Evi
Kaligis, Fransiska
Wiguna, Tjhin
Kusumawardhani, Anak Agung Ayu Agung
Latar belakang. Penelitian menunjukkan memori kerja merupakan prediktor kapasitas belajar yang lebih bermakna daripada intelligence quotient (IQ). Bila fungsi ini terganggu, anak dapat mengalami kesulitan belajar. Studi melaporkan gangguan memori kerja banyak ditemukan pada gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data proporsi gangguan memori kerja pada anak GPPH dan perbandingan dengan anak tanpa GPPH. Data ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi pengembangan intervensi selanjutnya.Metode. Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode randomized sampling. Instrumen Working Memory Rating Scale (WMRS) yang telah divalidasi dalam Bahasa Indonesia oleh Wiguna, dkk. (2012) digunakan untuk menentukan ada tidaknya defisit memori kerja. Hasil. Proporsi gangguan memori kerja pada kelompok anak dengan GPPH berbeda bermakna dibandingkan kelompok anak tanpa GPPH (44% vs 0%, p<0,05). Pada uji analisis, didapatkan prevalence ratio (PR) 40,4 (95% IK 2,22 - 738,01), artinya anak dengan GPPH berisiko mengalami gangguan memori kerja 40,4 kali lebih besar dibandingkan anak tanpa GPPH. Kesimpulan. Gangguan memori kerja lebih banyak ditemukan pada anak dengan GPPH. Pemeriksaan memori kerja pada anak dengan GPPH diperlukan untuk mengantisipasi kesulitan belajar yang mungkin timbul. Intervensi tambahan dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki gangguan memori kerja pada anak dengan GPPH.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1866
10.14238/sp23.2.2021.88-94
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 2 (2021); 88-94
Sari Pediatri; Vol 23, No 2 (2021); 88-94
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.2.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1866/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1866/483
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2369
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Pola Kepekaan Antibiotik Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase Penyebab Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang
Pratiwi, Evita
Linosefa, Linosefa
Amelin, Fitrisia
ISK; anak; bakteri; pola kepekaan; ESBL
Latar belakang. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang umum terjadi pada anak. Kultur urin dan uji sensitivitas antibiotik diperlukan sebelum menegakan diagnosis dan terapi.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pola kepekaan antibiotik bakteri penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase dan Non-Extended Spectrum Beta-Lactamase penyebab Infeksi Saluran Kemih pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang tahun 2018 – 2020.Metode. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain potong lintang pada uji sensitivitas bakteri penyebab infeksi saluran kemih pada anak menggunakan VITEK®2. Usia, jenis kelamin, penyakit dasar, bakteri, ESBL, dan pola kepekaan telah diteliti. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel 98 orang.Hasil. Hasil penelitian menemukan kasus ISK anak paling banyak pada anak perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah 0 – 1 tahun dengan usia rerata 4,5 tahun (standar deviasi, SD ± 5,8 tahun). Tipe infeksi yang banyak ditemukan adalah infeksi saluran kemih simpleks. Selain itu, juga ditemukan kasus kompleks dengan penyakit terbanyak yang mendasari adalah hidronefrosis. Bakteri yang umum menjadi penyebab adalah Escherichia coli (40,3%) dan Klebsiella pneumoniae (26,88%), dengan prevalensi bakteri penghasil enzim extended spectrum beta-lactamase masing-masing 72,7% dan 67,4%. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pola kepekaan bakteri Escherichia coli pada antibiotik ampisilin, aztreonam, seftazidim, siprofloksasin, seftriakson, seftazidim, sefepim, nitrofurantoin, gentamisin, dan trimetoprim/sulfametoksazol. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pola kepekaan bakteri Klebsiella pneumonia pada antibiotik aztreonam, siprofloksasin, seftriakson, ertapenem, dan meropenem.Kesimpulan. Penyebab paling umum infeksi saluran kemih pada anak adalah bakteri enterik Gram-negatif dan terdapat penurunan sensitivitas antibiotik pada bakteri penghasil ESBL.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2369
10.14238/sp25.3.2023.163-9
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 163-9
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 163-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2369/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2369/843
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2111
2022-02-26T23:23:54Z
sari-pediatri:PNL
Studi Deskriptif dan Analitik COVID-19 pada Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin
Hartoyo, Edi
Ariyani, Riswenty
Fitri, Laila
Nurfahmayati, Tania
Qotrunnada, Septya Aliza
Rahmiati, Rahmiati
anak yang terkonfirmasi COVID-19; derajat keparahan; demografi; profil klinis dan laboratorium; tatalaksana
Latar belakang. Penyakit infeksi COVID-19 adalah penyakit kegawatan disebabkan oleh SARS-CoV-2. Hingga saat ini, data COVID-19 anak masih terbatas. Tujuan. Mengetahui gambaran klinis, laboratorium, dan tatalaksana COVID-19 anak serta hubungan antara karakteristik demografi dengan derajat keparahan.Metode. Penelitian retrospektif dengan metode observasional deskriptif digunakan pada gambaran klinis, laboratorium, dan tatalaksana. Metode observasional analitik melalui studi kohort retrospektif untuk menganalisis hubungan antara karakteristik pasien terhadap derajat keparahan. Seluruh pasien anak usia 0-18 tahun terkonfirmasi positif RT-PCR dan memiliki data rekam medis lengkap dan tercatat di RSUD Ulin Banjarmasin periode April 2020-April 2021 diikutsertakan dalam penelitian. Analisis statistik digunakan uji chi-square atau Fisher’s exact (tingkat kepercayaan 95%) dengan menggunakan SPSS for Windows versi 25.0.Hasil. Dari 32 pasien yang diteliti sebagian besar berusia 0-5 tahun (44%), mayoritas perempuan (56%), sebagian besar memiliki komorbid (69%), dan status gizi anak mayoritas baik (61%). Berdasarkan parameter karakteristik hanya usia yang ditemukan memiliki pengaruh terhadap derajat keparahan. Gambaran klinis paling umum adalah demam dan pneumonia (44%). Hasil laboratorium menunjukan adanya peningkatan D-dimer, anemia, dan peningkatan LDH. Terapi yang diberikan sesuai pedoman mencakup terapi utama dan suportif. Kesimpulan. Gejala klinis COVID-19 bervariasi. Hasil laboratorium sebagian besar normal kecuali beberapa parameter. Tatalaksana dilakukan sesuai pedoman. Tidak ada hubungan signifikan pada jenis kelamin, komorbid, dan status gizi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2111
10.14238/sp23.5.2022.290-8
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 5 (2022); 290-8
Sari Pediatri; Vol 23, No 5 (2022); 290-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.5.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2111/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2111/682
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1861
2021-01-04T09:36:18Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi Jumlah Cluster of Differentiation 4 dengan Fungsi Ventrikel Kanan pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
Leo, Henry
Rahayuningsih, Sri Endah
Sudarwati, Sri
Alam, Anggraini
CD4, TAPSE, HIV, anak
Latar belakang. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat memengaruhi kesakitan dan kematian pada anak. Pemeriksaan kadar CD4 adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi serta petunjuk progresivitas penyakit. Manifestasi kardiovaskular yang sering terjadi pada anak dengan infeksi HIV, antara lain, disfungsi ventrikel kanan dan hipertensi pulmonal. Kelainan ventrikel kanan pada pasien dengan HIV belum banyak diteliti secara luas.Tujuan. Untuk mengetahui korelasi antara jumlah CD4 dengan fungsi ventrikel kanan pada anak terinfeksi HIV.Metode. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang di klinik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin bulan Januari-Februari 2020. Populasi adalah anak terdiagnosis HIV berusia 5–<18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Pengukuran fungsi ventrikel kanan diukur dengan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) secara ekokardiografi. Analisis korelasi antara CD4 dengan TAPSE dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil. Ekokardiografi dilakukan pada 62 anak terinfeksi HIV, dua anak dieksklusi karena memiliki penyakit jantung bawaan dan kelainan katup. Tidak ada korelasi antara CD4 dengan TAPSE (r=0,122, p>0,05). Terdapat korelasi positif lemah antara usia dan lama terapi ARV dengan TAPSE (r=0,371 dan 0,271, p<0,05).Kesimpulan. Abnormalitas kardiovaskular dapat terjadi pada anak dengan infeksi HIV walaupun dapat bersifat asimptomatik. Pada penelitian ini nilai CD4 tidak berkorelasi dengan adanya penurunan fungsi ventrikel kanan, tetapi usia dan lama terapi berkorelasi positif dengan fungsi ventrikel kanan.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-12-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1861
10.14238/sp22.4.2020.197-202
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 4 (2020); 197-202
Sari Pediatri; Vol 22, No 4 (2020); 197-202
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.4.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1861/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2246
2023-02-28T04:13:03Z
sari-pediatri:PNL
Lama Pemberian Air Susu Ibu pada Bayi Kurang Bulan dan Faktor yang Memengaruhi
Wibowo, Tunjung
Anggraini, Alifah
Safrida, Elysa Nur
Wandita, Setya
Haksari, Ekawaty Lutfia
durasi menyusui; ASI; bayi kurang bulan; susu formula
Latar belakang. Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi yang penting untuk bayi kurang bulan. Pemberian ASI pada bayi kurang bulan mempunyai banyak kendala yang akan memengaruhi keberhasilan pemberian ASI. Tujuan. Mengetahui durasi pemberian ASI pada bayi yang lahir kurang bulan dan faktor-faktor yang memengaruhiMetode. Rancang bangun penelitian adalah potong lintang. Data diambil dari registri bayi kurang bulan yang dirawat di bangsal Perinatologi RSUP Dr. Sardjito, yang lahir antara 1 Januari 2018 – Desember 2018. Bayi yang tidak mendapatkan ASI karena alasan medis, misal ibu menderita HIV, ibu mendapatkan kemoterapi atau karena ibu meninggal dunia dikeluarkan dari penelitian ini. Analisis simple dan multiple linear regression dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap lama pemberian ASI. Hasil. Sebanyak 79 bayi kurang bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi direkrut ke dalam penelitian. Rerata ± SD lama pemberian ASI pada bayi kurang bulan adalah 10,8±8,1 bulan dengan median 7 bulan. Bayi yang mendapatkan ASI sampai usia 2 bulan adalah 96,2%, usia 4 bulan 89,9%, 6 bulan 81%, 8 bulan 45,6 %, 10 bulan 34,2%. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang secara independent terbukti bermakna memengaruhi lama menyusui adalah usia pertama kali bayi diberikan susu formula (?=0,66; p=<0,001) dengan adjusted R2= 0,34.Kesimpulan. Waktu pertama kali diberikan susu formula memengaruhi lama pemberian ASI. Semakin akhir pemberian susu formula akan semakin lama pemberian ASI.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-02-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2246
10.14238/sp24.5.2023.294-8
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 5 (2023); 294-8
Sari Pediatri; Vol 24, No 5 (2023); 294-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.5.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2246/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1802
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Masalah Mental Emosional dan Karakteristik Pasien Remaja dengan Talasemia Mayor di Poli Talasemia RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Sukma, Qory Aulia
Tarigan, Rodman
Lidyana, Lynna
talasemia; mental emosional; remaja
Latar belakang. Talasemia adalah penyakit genetik hematologik yang berdampak terhadap perubahan fisik dan kegiatan sehari-hari pasien sehingga berpengaruh pada psikososial pasien, terutama pasien remaja yang mengalami perubahan emosional pada fase transisi menuju dewasa.Tujuan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbandingan masalah mental emosional dengan karakteristik pasien remaja talasemia mayor di Poli Talasemia RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.Metode. Penelitian ini adalah studi deskriptif-analitik dengan desain potong lintang yang dilakukan pada bulan Agustus– September 2019. Subjek penelitian adalah 96 pasien talasemia di Poli Talasemia RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan kelompok usia 11-17 tahun yang mengisi self-assessment Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ).Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 49 (51%) adalah perempuan. Enam puluh empat (67%) adalah kelompok usia 11-14 tahun, dan 46 (48%) di antaranya adalah siswa SMP. Gambaran masalah mental emosional pasien meliputi masalah emosional 17 (18%), conduct 12 (12%), hiperaktivitas 8 (8%), dan masalah hubungan dengan teman sebaya 7 (7%). Kesimpulan. Tidak ada perbedaan antara masalah mental emosional dan karakteristik pasien remaja dengan talasemia mayor.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1802
10.14238/sp23.1.2021.23-7
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 23-7
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 23-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1802/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1802/442
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2233
2023-09-04T02:56:25Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Adiksi Internet dengan Gangguan Psikososial pada Remaja
Manoppo, Jeanette I. Ch.
Putrajaya, Lidya Lustoyo
Lestari, Hesti
adiksi; internet; psikososial; remaja
Latar belakang. Kelompok pengguna internet tertinggi adalah remaja awal, penggunaan internet yang berlebihan ini dapat menimbulkan masalah psikososial. Saat memasuki usia tersebut merupakan waktu yang tepat untuk mulai mendeteksi agar diagnosis dan intervensi dapat dilakukan lebih awal.Tujuan. Untuk mengevaluasi hubungan adiksi internet dengan gangguan psikososial pada remaja. Metode. Penelitian ini merupakan studi observasional menggunakan rancangan potong lintang. Penelitian ini memperoleh data 670 siswa pada delapan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Malalayang, Manado. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2022. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner google form yang berisi Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet dan Pediatric Symptom Checklist. Hasil analisis regresi ditampilkan sebagai odds ratio dengan interval kepercayaan 95%, dan nilai p. Semua prosedur pengujian menggunakan tingkat kepercayaan ?=0,05.Hasil. Hasil analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa adiksi internet signifikan berisiko terhadap gangguan psikososial pada remaja dengan nilai adjusted OR 4,238 (Interval Kepercayaan 95% 2,93:6,06) nilai p < 0,001.Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan bahwa remaja yang mengalami adiksi internet meningkatkan risiko terjadinya gangguan psikososial jika dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami adiksi internet.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
-
2023-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2233
10.14238/sp25.2.2023.80-6
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 2 (2023); 80-6
Sari Pediatri; Vol 25, No 2 (2023); 80-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.2.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2233/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1870
2022-01-03T08:51:24Z
sari-pediatri:PNL
Efek Samping Polifarmasi Asam Valproat dan Topiramat Dibandingkan Monofarmasi Asam Valproat pada Pasien Epilepsi
Putri, Rista Harwita
Putranti, Alifiani Hikmah
asam valproat; topiramat; trombositopenia; SGOT; SGPT
Latar belakang. Dua pertiga kasus epilepsi membaik dengan OAE dan keberhasilan bebas kejangnya dengan monofarmasi dicapai pada 55% kasus. Sedangkan sisanya mendapatkan polifarmasi. Pemberian polifarmasi meningkatkan angka bebas kejang tetapi juga dapat meningkatkan kejadian efek samping obat. Tujuan. Untuk melihat efek samping polifarmasi asam valproat dan topiramat dibandingkan monofarmasi asam valproat pasien epilepsi anak di RS Dr. Kariadi Semarang. Metode. Desain kohort prospektif pasien epilepsi di poli anak RSUP dr. Kariadi Semarang periode 2018 hingga 2020. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi diambil secara consecutive sampling. Trombositopenia dan peningkatan kadar enzim transaminase merupakan variabel yang diteliti. Hubungan antara polifarmasi dan risiko efek samping dilihat melalui risiko relatif (RR). Nilai p bermakna apabila p<0,05.Hasil. Didapatkan 23 anak mendapatkan polifarmasi dan 23 anak mendapatkan monofarmasi. Analisis menunjukkan terdapat peningkatan kejadian trombositopenia pada anak yang mendapatkan polifarmasi dibandingkan monofarmasi pada 6 bulan pertama terapi epilepsi (p=0,044). Anak yang mendapatkan polifarmasi memiliki kejadian peningkatan kadar enzim SGOT lebih tinggi (OR 4,4; IK 95% 1,2-15,4; p= 0,017) dan SGPT lebih tinggi (OR 9,6; IK 95% 1,1-86,2; p= 0,047) dibandingkan monofarmasi pada 6 bulan pertama terapi epilepsi.Kesimpulan. Terdapat peningkatan kejadian trombositopenia dan peningkatan kadar enzim transaminase pada anak yang mendapatkan polifarmasi asam valproat dan topiramat dibandingkan monofarmasi asam valproat pada 6 bulan pertama terapi epilepsi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1870
10.14238/sp23.4.2021.247-54
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 4 (2021); 247-54
Sari Pediatri; Vol 23, No 4 (2021); 247-54
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.4.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1870/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1870/486
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2559
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Kadar Vitamin 25-Oh-D antara Nefritis Lupus dengan Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak
Putri, Elita Verina Adikara
Subandijah, Krisni
Tjahjono, Harjoedi Adji
nefritis; lupus; eritematosus; sistemik; Vitamin D
Latar belakang. Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang bisa berdampak pada manifestasi klinis di beberapa organ tubuh. Nefritis lupus termasuk salah satu konsekuensi manifestasi klinis LES derajat berat pada ginjal. Kadar vitamin D dalam tubuh dapat turun pada LES dan nefritis lupus karena faktor insufisiensi ginjal dan penggunaan obat-obatan kortikosteroid. Di Indonesia, belum terdapat penelitian yang melihat perbandingan kadar vitamin D antara nefritis lupus dan LES pada anak. Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin 25-OH-D antara nefritis lupus dengan lupus eritematosus sistemik pada anak. Metode. Penelitian analitik observasional ini menggunakan metode cross sectional pada subjek penelitian 17 pasien LES anak dan 17 pasien nefritis lupus anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang. Data hasil penelitian menunjukkan kadar vitamin 25-OH-D pada pasien LES anak maupun nefritis lupus anak paling banyak tergolong insufisiensi. Analisis data dengan uji komparatif Mann Whitney.Hasil. Perbedaan signifikan didapatkan pada kadar vitamin 25-OH-D antara nefritis lupus dengan LES (p=0,004). Analisis data dengan uji korelatif Spearman menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara klasifikasi kadar vitamin 25-OH-D dengan peningkatan keparahan LES pada terjadinya nefritis lupus (p=0,003). Kesimpulan. Kadar vitamin 25-OH-D pasien nefritis lupus anak lebih rendah dibandingkan dengan pasien LES anak, serta klasifikasi kadar vitamin 25-OH-D berkolerasi negatif dengan keparahan penyakit LES pada anak dengan terjadinya nefritis lupus.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2559
10.14238/sp25.5.2024.305-9
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 305-9
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 305-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2559/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1751
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:LKS
Laporan kasus berbasis bukti: Pemberian Benzathine Penicillin G Setiap 3 Minggu Dibandingkan 4 Minggu untuk Pencegahan Infeksi Streptokokus pada Anak dengan Penyakit Jantung Rematik
Firdaus, Muhammad Yusra
Yanuarso, Piprim Basarah
benzathine penicillin G; penyakit jantung rematik; pencegahan sekunder; anak
Latar belakang. Infeksi Streptococcus yang memicu demam rematik dapat mendasari terjadinya penyakit jantung didapat pada anak. Demam rematik dapat dicegah baik dari pencegahan primordial, primer, dan sekunder. Anak dengan penyakit jantung rematik dapat dicegah keparahan penyakitnya dengan mencegah terjadinya infeksi Streptococcus berulang atau pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah dengan pemberian Benzathine Penicillin G (BPG) setiap 3 – 4 minggu. Tujuan. Mengetahui apakah pemberian BPG setiap 3 minggu dapat mengurangi peristiwa infeksi Streptococcus pada anak dengan penyakit jantung rematik dibanding pemberian setiap 4 minggu.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik, yaitu Pubmed, ScienceDirect, Cochrane, dan Google Scholar dengan kata kunci “rheumatic heart disease”, “AND” “benzathine penicillin g”, “AND”, “streptococcal infection”, “AND”, “children”.Hasil. Diperoleh satu studi systematic review dan satu studi kohort yang sesuai. Kedua studi menunjukkan bahwa pemberian BPG setiap 3 minggu mengurangi kejadian infeksi Streptococcus daripada pemberian setiap 4 minggu dengan nilai NNT berturut-turut 6 dan 8. Kesimpulan. Pemberian BPG setiap 3 minggu terbukti dapat menurunkan kejadian infeksi Streptococcus pada pasien dengan penyakit jantung rematik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1751
10.14238/sp24.1.2022.56-61
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 56-61
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 56-61
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1751/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1751/403
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1736
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Asupan Nutrisi pada Bayi Prematur dengan Pertumbuhan Ekstrauteri Terhambat di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita
Hendrarto, Toto Wisnu
Nurahma, Wida Ayu
Marpauling, Marpauling
Karina, Karina
bayi prematur; pertumbuhan ekstra uteri terhambat; jenis nutrisi
Latar belakang. Tantangan tatalaksana bayi prematur adalah terjadinya pertumbuhan ekstra uteri terhambat karena kecukupan nutrisi tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya. Tujuan. Mengetahui distribusi terjadinya PEUT menurut asupan jenis nutrisinya. Metode. Penelitian deskriptif retrospektif dari rekam medik bayi prematur dirawat di Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita pada Juli 2018 – Juli 2019. Hasil. Penelitian ini melibatkan 128 bayi prematur. Jenis asupan nutrisi yang diterima adalah ASI, ASI dengan fortifikasi human milk fortifier, ASI dengan susu formula prematur dan susu formula prematur saja. Bayi prematur yang mengalami PEUT berjumlah 55 (43%). Risiko terjadinya PEUT 1,08 dan 1,78 berturut-turut pada ASI dibandingkan dengan susu formula serta ASI dibandingkan dengan ASI ditambah HMF. Percepatan pertumbuhan tertinggi pada kelompok PEUT yang mendapat ASI dengan fortifikasi HMF (14 gram/kgBB/hari), terendah pada kelompok susu formula prematur (4,6 gram/kgBB/hari). Percepatan kenaikan berat badan hampir sama pada semua bayi prematur dalam kelompok pertumbuhan normal (11,5 – 13,7 gram/kgBB/hari). Kesimpulan. Air susu ibu adalah pilihan terbaik dalam pemberian introduksi nutrisi enteral pada periode kritis perawatan bayi prematur. Jenis nutrisi enteral pada periode pertumbuhan disesuaikan dengan kecukupan kebutuhan masing-masing bayi prematur.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1736
10.14238/sp22.3.2020.169-75
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 169-75
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 169-75
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1736/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1736/388
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1736/481
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2219
2022-12-29T07:56:04Z
sari-pediatri:PNL
Dampak COVID-19 pada Anak dengan Epilepsi: Perspektif Orangtua dan Pengasuh
Handryastuti, Setyo
Mangunatmadja, Irawan
Seobadi, Amanda
Rachman, Asep Aulia
Taufiqqurrachman, Iqbal
Rafli, Achmad
COVID-19; epilepsi; pandemi; pelayanan kesehatan anak
Latar belakang. Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS CoV-2) telah memengaruhi pelayanan kesehatan. Hal ini dapat berdampak pada keterlambatan diagnosis dan terapi termasuk pelayanan kesehatan pada anak dengan epilepsi. Hal ini menimbulkan risiko anak dengan epilepsi tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal yang dapat menyebabkan kambuhnya kejang dan penurunan kualitas hidup anak dengan epilepsi.Tujuan. Untuk mengetahui dampak COVID-19 terhadap pelayanan kesehatan anak dengan epilepsi dari perspektif orangtua atau pengasuh.Metode. Penelitian deskriptif dilakukan dengan metode potong lintang. Sampel diperoleh dengan metode survei wawancara langsung menggunakan kuesioner yang terdiri dari 23 pertanyaan pada bulan Februari-April 2022 kepada 252 orangtua/pengasuh yang berasal dari beberapa rumah sakit besar dan klinik di Jakarta.Hasil. Sebagian besar pasien tidak memiliki masalah perilaku (58,3%), tidak terdapat gangguan tidur (59,1%) serta tidak terdapat perubahan kepatuhan berobat (63,1%).Mayoritas pasien tidak pernah mendapat terapi diazepam rektal untuk mengatasi kekambuhan kejang (61,9%) selama pandemi. Masalah terbesar bagi orang tua dan pengasuh adalah rasa takut mengunjungi rumah sakit (27,4%%) dan lebih memilih untuk berkonsultasi secara langsung (86,9%) dibandingkan telekonsultasi atau tidak kontrol. Manfaat telekonsultasi bervariasi, antara lain, penurunan kebutuhan pergi keluar rumah (24,7%), hemat waktu (28,6%), dan menurunkan biaya transportasi (28,6%). Terdapat beberapa kekurangan telekonsultasi, yaitu miskomunikasi antara dokter dan pasien (39,4%). Kualitas pelayanan poliklinik neurologi masih cukup baik (68,3%), dengan pelayanan elektroensefalografi dan perawatan rehabilitasi selama pandemi masih berjalan seperti biasa (96% dan 46%). Sekitar 45,2% orang tua dan pengasuh setuju bahwa anak perlu divaksinasi, meskipun baru 22,2% dari seluruh subyek telah memperoleh vaksinasi.Kesimpulan. Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada manusia, melainkan juga pada sistem pelayanan kesehatan khususnya anak dengan epilepsi. Oleh karena itu, modifikasi pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19 merupakan kunci untuk mempertahankan kualitas pelayanan anak dengan epilepsi seperti, telekonsultasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-12-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2219
10.14238/sp24.4.2022.232-8
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 4 (2022); 232-8
Sari Pediatri; Vol 24, No 4 (2022); 232-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.4.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2219/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2219/744
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1843
2021-05-03T12:00:23Z
sari-pediatri:PNL
Profil Klinis dan Faktor Risiko Mortalitas pada Anak dengan Hidrosefalus di RSUD dr. Soetomo Surabaya
Ariyati, Nabila Fitri
Gunawan, Prastiya Indra
Sustini, Florentina
hidrosefalus; anak; faktor risiko; mortalitas
Latar belakang. Hidrosefalus merupakan kelainan sistem saraf pusat yang paling umum terjadi baik pada bayi, anak, maupun remaja dan dapat menyebabkan konsekuensi serius berupa mortalitas. Informasi yang menyediakan faktor risiko mortalitas pada anak dengan hidrosefalus masih sangat terbatas.Tujuan. Mengevaluasi dan mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya mortalitas pada anak dengan hidrosefalus.Metode. Penelitian analitik observasional pada 89 pasien anak yang menderita hidrosefalus dengan menggunakan data rekam medis pasien anak yang dirawat di bagian instalasi rawat inap RSUD dr. Soetomo periode Januari 2014 hingga September 2016. Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik.Hasil. Didapatkan 89 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Mortalitas pasien anak dengan hidrosefalus adalah 17,97%. Analisis bivariat menunjukkan adanya hasil signifikan pada infeksi meningoensefalitis dengan OR 8,12 (95% CI 2,38-27,6) p=0,001. Sepsis memiliki OR 6,18 (95% CI 1,53-24,9) p=0,01. Kelainan struktur SSP berupa brain edema memiliki OR 4,27 (95% CI 1,25-14,6) p=0,02. Gagal nafas memiliki OR 56,0 (95% CI 6,16-508,9) p=0,001. Hasil analisis multivariat menunjukkan gagal nafas dan brain edema memiliki nilai OR (95% CI) berturut-turut 192,8 (9,92-3745,8) dan 10,07(1,23-82,5) dengan nilai p<0,05.Kesimpulan. Gagal nafas dan brain edema merupakan faktor risiko mortalitas pada anak dengan hidrosefalus.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-04-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1843
10.14238/sp22.6.2021.364-70
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 6 (2021); 364-70
Sari Pediatri; Vol 22, No 6 (2021); 364-70
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.6.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1843/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1843/525
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2228
2023-06-27T08:58:50Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Gagal Tumbuh pada Anak Human Immunodeficiency Virus /Acquired Immune Deficiency Syndrome
Novianti, Ratna Ardiana
Hapsari, MMDEAH
Pratiwi, Rina
kepatuhan; infeksi; nutrisi
Latar belakang. Gangguan pertumbuhan disertai malnutrisi merupakan faktor morbiditas dan mortalitas anak dengan Human Immunodeficiency Virus /Acquired Immune Deficiency Syndrome. Pertumbuhan suboptimal anak tersebut memiliki beberapa kemungkinan mekanisme yang mendasari, yaitu penyakit tersebut, penyakit penyerta, asupan nutrisi kurang, dan malabsorpsi.Tujuan. Mengetahui faktor risiko gagal tumbuh pada anak Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency SyndromeMetode. Penelitian analitik observasional desain kasus-kontrol pada anak usia lima tahun satu bulan – 14 tahun. Pembagian kelompok berdasar berat badan saat ini dibandingkan data berat badan enam bulan sebelumnya dan diplotting pada kurva Weight for Age . Data waktu dimulainya antiretroviral, kepatuhan pengobatan, infeksi oportunistik, status gizi awal terapi, asupan nutrisi, kondisi imunosupresi saat terdiagnosis, dan kondisi malabsorpsi dicatat. Data dianalisis menggunakan statistical package for the social sciences versi 23.Hasil. Total 58 anak, 30 mengalami gagal tumbuh, 28 tidak mengalami gagal tumbuh. Analisis bivariat menunjukkan perbedaan signifikan pada asupan nutrisi subjek penelitian (p=0,002, OR 5,81, IK 95% 1,870 – 18,027). Analisis multivariat menunjukkan faktor paling dominan memengaruhi gagal tumbuh pada anak HIV/AIDS adalah status gizi kurang-buruk awal terapi (OR 3,97 IK 95% 1,08-14,59; p=0,038) dan pemenuhan protein kurang dari 100% (OR 15,11 IK 95% 1,69-84,90; p=0,002).Kesimpulan. Status gizi kurang-buruk dan pemenuhan protein kurang dari 100% memiliki kemungkinan besar terjadinya gagal tumbuh.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2228
10.14238/sp25.1.2023.32-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 32-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 32-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2228/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2003
2021-10-29T15:29:03Z
sari-pediatri:TPK
Terapi Antikoagulan pada Anak
Chozie, Novie Amelia
Sarita, Raisa Cecilia
antikoagulan, anak, trombosis, heparin, warfarin
Seiring berkembangnya pengobatan dan teknologi di rumah sakit seperti pemasangan akses vaskular, serta kondisi penyakit pada anak, maka faktor risiko kejadian trombosis pada anak juga semakin meningkat. Kejadian trombosis ini perlu penanganan berupa terapi antikoagulan yang bertujuan untuk menurunkan risiko emboli, mencegah komplikasi, dan profilaksis bagi individu yang berisiko. Penggunaan antikoagulan pada anak di praktik klinis sehari-hari sebagian besar menggunakan data ekstrapolasi dari hasil studi pada orang dewasa. Terbatasnya data yang ada saat ini dan sistem hemostasis anak yang berbeda dengan dewasa menyebabkan penggunaan antikoagulan pada anak menjadi tantangan khusus. Beberapa pilihan terapi antikoagulan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya baik dari sisi pengaturan dosis, frekuensi pemberian, pemantauan, efikasi dan efek samping. Tinjauan pustaka ini akan membahas penggunaan antikoagulan pada anak khususnya heparin (unfractionated heparin, low molecular weight heparin), warfarin, dan perkembangan studi antikoagulan oral baru, serta pada populasi khusus yaitu anak dengan keganasan, sindrom lupus eritematosus, dan infeksi virus SARS-COV-2.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2003
10.14238/sp23.3.2021.205-14
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 205-14
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 205-14
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2003/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2003/588
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2392
2023-12-18T08:58:41Z
sari-pediatri:LKS
Rapid Nucleic Acid Test pada Kasus Faringitis yang Disebabkan oleh Bakteri Group A Streptococcus
Pinem, Rika Febriana
Arfini, Febi
Azzahra, Zaenab
Prasetyo, Dimas Seto
Streptococcus; group A; faringitis; RNAT
Latar belakang. Faringitis streptokokal akut adalah salah satu infeksi saluran napas atas yang sering menyerang anak usia 5- 15 tahun. Insidensinya sangat tinggi di Indonesia, sekitar 20% pada rentang usia di atas, dan 10-15% pada usia dewasa (>15 tahun). Komplikasi sering berupa abses peritonsilar, glomerulonefritis pasca infeksi, atau penyakit jantung rematik, apabila penanganan tidak tepat dapat menyebabkan kematian.Tujuan. Menilai Rapid Nucleic Acid Test sebagai alat diagnosis pasien suspek faringitis.Metode. Penelusuran pada database elektronik, yaitu Pubmed, Embase, dan ProQuest dengan kata kunci “pharyngitis” “AND” “Nucleic Acid Amplification Test”.Hasil. Keenam penelitian yang masuk dalam pembelajaran Laporan Kasus Berbasis Bukti ini memiliki nilai sensistifitas cukup baik, yaitu >95%, kecuali oleh Hashavya S dkk (79%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemeriksaan ini dapat diaplikasikan secara klinis.Kesimpulan. Rapid Nucleic Acid Tests digunakan sebagai alat uji diagnostik pasien suspek Group A Streptococcal faringitis, cenderung lebih mudah serta hasil didapatkan lebih cepat jika dibandingkan dengan kultur.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-12-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2392
10.14238/sp25.4.2023.271-7
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 4 (2023); 271-7
Sari Pediatri; Vol 25, No 4 (2023); 271-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.4.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2392/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2392/833
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2127
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:PNL
Status Antropometri pada Anak dengan Sindrom Down di Indonesia: Kurva Sindrom Down versus Kurva Internasional
Sabatini, Selvia Eva
Audi Rahardjo, Tithasiri Audi
Ulvyana, Vynda
Cayami, Ferdy Kurniawan
Winarni, Tri Indah
Utari, Agustini
Sindrom Down; kurva sindrom Down; kurva WHO, kurva CDC
Latar belakang. Sindrom Down merupakan kondisi abnormalitas jumlah kromosom yang paling sering ditemui. Anak dengan sindrom Down memiliki pola pertumbuhan yang berbeda dibandingkan dengan anak pada umumnya sehingga kurva pertumbuhan standar tidak bisa diterapkan untuk anak dengan sindrom Down. Di Indonesia, kurva internasional seperti kurva WHO dan CDC sering dipakai untuk menilai pertumbuhan anak dengan sindrom Down. Tujuan. Membandingkan status antropometri anak dengan sindrom Down menggunakan kurva sindrom Down dan kurva internasional.Metode. Penelitian belah lintang dilakukan pada 100 anak dengan sindrom Down, interpretasi hasil pengukuran (Z-score) meliputi length for age (LAZ)/height for age (HAZ), weight for age (WAZ) dan body mass index (BMI) menggunakan kurva sindrom Down, kurva CDC 2000, dan kurva WHO. Analisis Anova dan Friedman dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran antropometri ketiga kurva.Hasil. Penelitian ini melibatkan 53 (53%) anak laki-laki dan 47 (47%) anak perempuan sindrom Down dengan median usia 1,62 tahun (min-maks 0,04-11,42). Terdapat perbedaan bermakna pada LAZ/HAZ pada ketiga kurva pertumbuhan (p=0,00). Pada interpretasi HAZ antar kurva, didapatkan perbedaan bermakna (p=0.00), tetapi tidak ditemukan perbedaan bermakna pada interpretasi status gizi dari ketiga kurva tersebut. Kesimpulan. Terdapat perbedaan status pertumbuhan anak dengan sindrom Down dengan kurva sindrom Down dan kurva internasional.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Riset Publikasi Internasional Universitas Diponegoro ( 233-13/UN7.6.1/PP/2021.)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2127
10.14238/sp24.1.2022.44-50
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 44-50
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 44-50
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2127/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2055
2022-10-31T09:33:54Z
sari-pediatri:PNL
Kualitas Hidup Anak dengan Kanker menggunakan Penilaian Pediatric Quality of Life Inventory di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Anggreini, Marnellya Sylvia
Supit, Diane Meytha
kualitas hdup; kanker; PedsQL
Latar belakang. Terapi kanker pada anak dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien serta keluarga. Pediatric Quality of Life (PedsQL) Inventory merupakan kuesioner yang digunakan untuk menilai kualitas hidup anak. Tujuan. Untuk membandingkan kualitas hidup anak dengan kanker berdasarkan penilaian orang tua dan anak, serta menilai kualitas hidup anak pada kanker darah dan solid tumor. Metode. Penelitan cross-sectional dilakukan pada usia 2-18 tahun di Bangsal rawat inap anak Rumah Sakit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dari bulan Juni hingga Agustus 2021. Subjek penelitian mengisi kuesioner PedsQL 4.0 dan PedsQL 3.0 modul kanker. Uji statistik independent T-test digunakan untuk membandingkan kualitas hidup anak dengan kanker. Hasil. Total subjek penelitian adalah 43. Hasil PedsQL 4.0 pada anak dengan kanker dan orang tua serta PedsQL 3.0 antara anak dengan kanker darah dan solid tumor yaitu : fungsi fisik 65,39 vs 70,28, fungsi emosi 58,95 vs 62,06, fungsi sosial 69,77 vs 72,89, dan fungsi sekolah 63,30 vs 65,76. Kualitas hidup yang lebih rendah pada penilaian oleh orang tua dibandingkan anak. Kesimpulan. Perbedaan penilaian kualitas hidup antara orang tua dan anak pada keempat parameter yang dinilai menggunakan PedsQL serta penilaian kualitas hidup anak paling rendah pada domain nyeri dikedua kelompok subjek.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2055
10.14238/sp24.3.2022.151-6
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 3 (2022); 151-6
Sari Pediatri; Vol 24, No 3 (2022); 151-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.3.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2055/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2055/630
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1895
2021-03-04T21:41:55Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Infeksi Tuberkulosis Milier dan Ekstraparu pada Anak Penderita Tuberkulosis
Utami, Dewi Aryawati
Purniti, Ni Putu Siadi
Subanada, Ida Bagus
MM, Ayu Setyorini
TB milier; TB ekstraparu; anak; faktor risiko
Latar belakang. Infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat bermanifestasi klinis sebagai penyakit tuberkulosis (TB) paru maupun TB ekstraparu dan TB milier. Saat ini terdapat kekurangan data mengenai faktor risiko TB ekstraparu dan milier pada anak TB. Tujuan. Untuk mengetahui faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu pada anak penderita TB.Metode. Penelitian analitik potong-lintang menggunakan data sekunder. Sampel direkrut secara konsekutif dari pasien TB anak yang rawat inap dan rawat jalan di RSUP Sanglah, Denpasar mulai dari Januari 2017 hingga Agustus 2019. Selama periode penelitian didapat 120 pasien rawat inap maupun rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi. Tigapuluh enam subyek dieksklusi karena data rekam medik tidak lengkap sehingga didapat 84 sampel, terdiri dari 42 subyek TB paru dan 42 TB milier/TB ekstraparu. Seluruh sampel adalah pasien TB yang terbagi menjadi TB paru dan TB ekstraparu.Hasil. Tuberkulosis paru ditemukan 42 kasus (50%), 35 kasus (41,7%) menderita TB ekstraparu, dan 7 kasus (8,3%) menderita TB milier. Status HIV positif [OR= 3,71, IK 95% 1,21 sampai 11,33, p=0,022] dan tanpa parut BCG [OR=5,02, IK 95% 1,18 sampai 21,26, p=0,029] merupakan faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu. Kesimpulan. Status HIV positif dan tanpa parut BCG merupakan faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1895
10.14238/sp22.5.2021.290-6
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 5 (2021); 290-6
Sari Pediatri; Vol 22, No 5 (2021); 290-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.5.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1895/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2325
2023-04-19T17:48:59Z
sari-pediatri:PNL
Pengetahuan dan Kepatuhan Remaja Terhadap Implementasi Protokol Kesehatan pada Tahun Kedua Pandemi COVID-19
Medise, Bernie Endyarni
Mukhi, Sreshta
Wirahmadi, Angga
Gunardi, Hartono
Soedjatmiko, Soedjatmiko
remaja; pengetahuan; kepatuhan; protokol; COVID-19
Latar belakang. Kasus pertama pasien COVID-19 di Indonesia dilaporkan pada bulan Maret 2020. Pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar termasuk penutupan sekolah tatap muka serta mengeluarkan protokol kesehatan untuk diterapkan oleh masyarakat. Pandemi menyebabkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan, kebiasaan dan pola hidup remaja. Tujuan. Penelitian ini ingin melihat pengetahuan dan kepatuhan remaja terhadap implementasi protokol kesehatan pada tahun ke dua pandemi COVID-19.Metode. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang menggunakan kuesioner yang diisi secara daring dan dilakukan pada tahun ke dua pandemi COVID-19 dari bulan April hingga Juli 2021. Subjek merupakan remaja usia 10-18 tahun di DKI Jakarta. Pemilihan sekolah dilakukan secara cluster sampling. Hasil. Sebanyak 406 responden dari 20 sekolah mengikuti penelitian. Hanya sekitar 5,42% responden yang menjawab dengan benar cara transmisi SARS-CoV-2 dan hanya 43,84% responden yang menjawab dengan tepat 6 langkah cuci tangan. Sebanyak 45,81% responden memiliki nilai total pengetahuan yang baik (nilai >7). Terdapat tren yang menunjukkan persentase remaja yang mendapatkan skor pengetahuan di atas tujuh lebih banyak pada kelompok remaja dengan nilai kepatuhan yang lebih tinggi.Kesimpulan. Pada tahun ke dua pandemi COVID-19 masih banyak remaja yang kurang pengetahuannya mengenai COVID-19 dan belum menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2325
10.14238/sp24.6.2023.370-6
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 370-6
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 370-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2325/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1975
2021-08-31T14:20:27Z
sari-pediatri:LKS
Efektivitas Granulocyte Colony Stimulating Factor untuk Anak dengan Acute on Chronic Liver Failure
Alatas, Fatima Safira
Nasution, Kholisah
Kadim, Muzal
Granulocyte colony stimulating factor; gagal hati akut; penyakit hati kronik
Latar belakang. Gagal hati akut pada penyakit hati kronik (acute on chronic liver failure/ACLF) memiliki angka mortalitas tinggi dan saat ini terapi utamanya ialah transplantasi hati. Terapi dengan granulocyte colony stimulating factor (GCSF) bermanfaat bagi perbaikan fungsi hati dan mengurangi angka kematian yang cepat pada dewasa dengan ACLF.Tujuan. Melakukan telaah kritis efektivitas GCSF pada pasien anak dengan ACLF untuk memperbaiki fungsi hati.Metode. Penelusuran literatur melalui database Pubmed/Medline, Cochrane, Google Scholar, serta Paediatrica Indonesiana, dan Sari Pediatri 29 Juni 2020.Hasil. Terdapat satu studi acak yang sahih dengan subjek penelitian anak yang menunjukkan perbedaan skor Child-Pugh dan Pediatric End-stage Liver Disease (PELD) di hari ke-14 pemberian injeksi GCSF, tetapi tidak ada perbedaan skor di hari ke-30 dan 60. Skor PELD pada penelitian dipakai untuk anak usia kurang dari 12 tahun, sementara untuk anak lebih besar seperti pada kasus seharusnya memakai skor Model for End-stage Liver Disease (MELD) yang ditunjukkan studi pada kelompok dewasa.Kesimpulan. Terapi GCSF subkutan pada pasien anak dengan ACLF berpotensi efektif memperbaiki fungsi hati yang dinilai dengan skor Child-Pugh dan MELD atau PELD. Untuk dapat menjaga efektifitas terapi lebih lama, dapat dipertimbangkan untuk memperpanjang durasi pemberian GCSF dan memberikannya lebih dini.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1975
10.14238/sp23.2.2021.129-35
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 2 (2021); 129-35
Sari Pediatri; Vol 23, No 2 (2021); 129-35
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.2.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1975/pdf_1
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1975/575
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1743
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:TPK
Pengendalian Varisela di Rumah Sakit
Karyanti, Mulya Rahma
Putri, Annisa
varisela; vaksin; imunokompromais
Varisela adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus varisela-zoster. Varisela merupakan penyakit endemik dengan tingkat penularan infeksi mencapai 90% pada kontak dekat. Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia 4-10 tahun. Neonatus yang lahir dari ibu yang memiliki varisela dan pasien imunokompromais, seperti keganasan, autoimun, penyakit ginjal kronis, dan pasca transplantasi organ padat (transplantasi hati/ginjal) rentan terhadap varisela-zoster . Kematian akibat varisela sangat jarang terjadi karena adanya program vaksin. Vaksin virus varisela hidup efektif untuk mencegah varisela (86%) dibandingkan dengan pasien yang tidak divaksinasi. Vaksin varisela dapat diberikan sebagai profilaksis sebelum dan setelah paparan. Asiklovir intravena dan Intravenous Immunoglobulin diindikasikan untuk diberikan pada neonatus yang lahir dari ibu yang memiliki varisela dan pasien imunokompromais.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1743
10.14238/sp25.3.2023.203-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 203-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 203-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1743/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1743/393
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1943
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan Pendidikan Ibu dan Status Nutrisi Bayi usia 6-24 Bulan
Norberta, Jesslyn
Rohmawati, Lili
pengetahuan ibu; MPASI; status nutrisi
Latar belakang. Pemberian MPASI dimulai pada usia 6 bulan dan berperan penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi agar tumbuh kembang dapat optimal. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi pemberian MPASI yang baik adalah tingkat pengetahuan ibu.Tujuan. Mengetahui korelasi antara tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian MPASI dengan tingkat pendidikan ibu dan status nutrisi bayi usia 6-24 bulan.Metode. Penelitian deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang dilakukan di Puskesmas Tanjung Marulak, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, dari bulan September – November 2020. Subjek penelitian adalah ibu dan bayinya usia 6-24 bulan yang membawa buku KIA dengan data berat badan dan tinggi badan bayi yang lengkap. Subjek memenuhi kriteria inklusi dan dipilih secara consecutive sampling. Analisis data digunakan uji korelasi Spearman.Hasil. Seratus delapan ibu mengikuti penelitian ini. Jumalah ibu berpengetahuan sedang 50 (46,3%), berpendidikan SMA 38 (35,2%), dan status nutrisi bayi baik 80 (74,1%). Terdapat korelasi positif kuat antara tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian MPASI dengan tingkat pendidikan ibu dan status nutrisi bayi usia 6-24 bulan (r=0,533 dan r=0,563, p<0,05).Kesimpulan. Hasil studi ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu terhadap MPASI berkorelasi positif pada status nutrisi bayi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Tidak ada
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1943
10.14238/sp23.6.2022.369-73
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 369-73
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 369-73
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1943/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1943/552
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1813
2021-01-04T09:36:18Z
sari-pediatri:LKS
Laporan kasus berbasis bukti: Efektifitas Pemberian Calcium Channel Blocker pada Perdarahan Subaraknoid Akibat Trauma Kepala
Mangunatmadja, Irawan
Saputra, Anton Dharma
Nimodipine; perdarahan subaraknoid; CCB; calcium channel blocker
Latar belakang. Efektifitas pemberian calcium channel blocker (CCB) pada pasien trauma kepala dengan perdarahan subaraknoid masih kontroversial. Tujuan. Melakukan telaah kritis untuk melihat efektifitas CCB pada perdarahan subaraknoid. Metode. Pencarian artikel dilakukan secara daring menggunakan instrumen kata kunci yang sesuai melalui basis data New England journal of medicine (NEJM), Pubmed dan Cochrane pada bulan Mei-Juli 2019. Hasil. Didapatkan 2 artikel berupa studi meta-analisis dan laporan kasus. Hasil analisis sub-kelompok tSAH pada meta-analisis, tingkat kematian 23% pada kelompok uji dan 32% pada kelompok plasebo, tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hasil studi kasus serial pemberian nimodipine oral pada pasien anak dengan perdarahan subaraknoid tidak mengurangi kejadian vasospasme serebral, ataupun infark. Kesimpulan. Penggunaan nimodipin pada kasus perdarahan subaraknoid akibat trauma kepala masih dapat dipertimbangkan.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-12-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1813
10.14238/sp22.4.2020.243-51
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 4 (2020); 243-51
Sari Pediatri; Vol 22, No 4 (2020); 243-51
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.4.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1813/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1813/453
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2250
2023-02-28T04:13:03Z
sari-pediatri:LKS
Pengaruh Stimulasi Oromotor dalam Memperbaiki Refleks Isap Bayi Prematur
Juliawan, Nadya Gratia
Kristianto, Alexander Kelvyn
Apriastini, Ni Komang Tri
bayi kurang bulan; bayi prematur; stimulasi oromotor; intervensi oromotor; refleks isap
Latar belakang. Masalah menyusu sering kali ditemukan pada bayi prematur akibat refleks isap dan menelan yang belum berkembang dengan sempurna. Intervensi berupa stimulasi oromotor diberikan dengan harapan dapat membantu perkembangan refleks isap dan menelan bayi prematur. Namun begitu, peran dan efektivitas stimulasi ini harus dievaluasi lebih lanjut.Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian stimulasi oromotor terhadap perbaikan refleks isap bayi prematur (parameter. kemampuan/efisiensi menyusu, waktu yang transisi yang diperlukan untuk berhasil minum susu per oral sepenuhnya, kenaikan berat badan, lamanya waktu rawat inap)Metode. Penelusuran studi melalui database elektronik yang mencakup Cochrane, Pubmed, dan ScienceDirect dengan strategi pencarian literatur (“oral stimulation” OR “oral motor” OR “oral motor stimulation”) AND (“preterm infant” OR “premature” OR “preterm”)Hasil. Melalui penelusuran literatur didapatkan 6 artikel terpilih untuk dilakukan telaah kritis. Sebagian besar studi menemukan pemberian stimulasi oromotor secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan/efektivitas menyusu bayi prematur, serta mempersingkat waktu transisi yang diperlukan untuk berhasil menyusu secara per oral. Tidak ada perbedaan signifikan dalam aspek durasi rawat inap dan kenaikan berat badan antara bayi yang diberikan stimulasi dan yang tidak diberikan stimulasi.Kesimpulan. Stimulasi oromotor bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan/efektivitas menyusu bayi prematur, dan mempersingkat durasi transisi dari minum susu melalui selang orogastrik menjadi per oral.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-02-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2250
10.14238/sp24.5.2023.341-51
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 5 (2023); 341-51
Sari Pediatri; Vol 24, No 5 (2023); 341-51
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.5.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2250/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1809
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan dan Pola Jumlah Trombosit, Leukosit, serta Hematokrit pada Penderita Dengue Fever dan Dengue Hemorrhagic Fever di Ruang Rawat Inap Anak RS Kristen Mojowarno Kabupaten Jombang
Assegaf, Samira -
Puspitasari, Dwiyanti
Ginting, Amor Peraten
DF; DHF; trombosit; hematokrit; leukosit
Latar belakang. Infeksi virus dengue sering menyerang anak rusia di bawah 15 tahun. Jumlah kasus cukup tinggi terdapat di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pola jumlah trombosit, leukosit, dan hematokrit dapat berfungsi sebagai prediktot perjalanan penyakit pada kasus dengue.Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan dan pola jumlah trombosit, leukosit serta hematokrit pada penderita DF (dengue fever) dan DHF (dengue hemorrhagic fever) guna memprediksi perjalanan penyakit.Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada anak yang telah terdiagnosis DF maupun DHF berdasarkan kriteria WHO 2011 dan menjalani perawatan di ruang rawat inap anak RS Kristen Mojowarno Kabupaten Jombang periode Februari-Juli 2019. Data jumlah trombosit, leukosit, hematokrit, suhu tubuh, hari sakit, dan karakteristik penderita diambil dari rekam medis kemudian dianalisis menggunakan independent sample T test dan Mann Whitney.Hasil. Selama kurun waktu penelitian terdapat 127 responden dengan rerata usia 6,67 tahun untuk kasus DF dan 6,43 tahun untuk DHF. Periode defervescent ditemukan pada hari ke-4 sakit. Rerata trombosit pasien DF dan DHF menurun di hari sakit ke-3 dan sangat rendah pada hari sakit ke-6. Rerata trombosit DHF berada di bawah 100.000 sel/mm3 sejak periode defervescent dengan rerata terendah mencapai 74.727 sel/mm3. Rerata leukosit DF dan DHF menurun sejak hari sakit ke-3 dan mencapai puncak penurunan pada periode defervescent. Rerata hematoktit DHF meningkat sejak hari sakit ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari sakit ke-5. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rerata hematokrit antara pasien DF dan DHF pada hari sakit ke-5 (p=0,004).Kesimpulan. Terdapat perbedaan yang bermakna signifikan pada rerata persentase hematokrit penderita DF dan DHF.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
-
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1809
10.14238/sp23.1.2021.51-6
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 51-6
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 51-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1809/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1809/447
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1809/448
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2394
2023-09-04T03:04:38Z
sari-pediatri:LKS
Nebulisasi Salin Hipertonik pada Anak dengan Bronkiolitis
Jasin, Madeleine Ramdhani
Estetika, Citra
nebulisasi; terapi; inhalasi; salin; hipertonik; bronkiolitis
Latar belakang. Bronkiolitis sering tering terjadi pada anak hingga usia dua tahun, dengan penyebab terbanyak adalah respiratory syncytial virus (RSV). Terapi bronkiolitis bersifat suportif, namun beberapa terapi tambahan lain sering digunakan walaupun laporan mengenai efektivitas masih kontroversial, salah satunya adalah pemberian nebulisasi salin hipertonik.Tujuan. Menelaah lebih lanjut manfaat klinik nebulisasi salin hipertonik pada anak dengan bronkiolitis.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik, yaitu Pubmed dan Cochrane dengan kata kunci bronchiolitis, child atau infant, hypertonic, saline atau NaCl, nebulization atau nebulized atau inhalation, dan length of stay atau LOS atau length of hospitalization.Hasil. Terpilih tiga artikel untuk telaah kritis. Meta-analisis oleh Yu dkk mendapatkan hasil nebulisasi salin hipertonik lebih superior dari isotonik dalam menurunkan lama perawatan (mean difference MD:-0,6 hari), perbaikan skor keparahan penyakit (MD:-0,79), angka perawatan (odd ratio OR:0,74), dan distres napas (MD:-0,6). Hasil serupa juga diperoleh oleh studi Bashir dkk mengenai lama rawat, walaupun studi Alatwani dkk mendapatkan hasil yang berbeda. Kesimpulan. Nebulisasi salin hipertonik dapat mengurangi lama perawatan rumah sakit serta skor tingkat keparahan pada anak dengan bronkiolitis. Namun, belum banyak bukti mengenai manfaat dan risiko nebulisasi salin hipertonik pada kasus bronkiolitis berat.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
-
2023-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2394
10.14238/sp25.2.2023.123-9
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 2 (2023); 123-9
Sari Pediatri; Vol 25, No 2 (2023); 123-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.2.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2394/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2394/819
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1987
2022-02-26T23:23:54Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Interval Kelahiran Bayi Terhadap Kejadian Stunting pada Balita
Ayatulloh, Kiki Dwi qori
Salimo, Harsono
Martuti, Sri
interval kelahiran; stunting; balita
Latar belakang. Stunting diartikan panjang badan atau tinggi badan terhadap usia kurang dari -2 standar deviasi kurva pertumbuhan WHO 2006. Banyak faktor yang menyebabkan stunting, di antaranya nutrisi, lingkungan, sosial ekonomi, termasuk interval kelahiran. Tujuan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kedekatan interval kelahiran terhadap kejadian stunting. Metode. Penelitian ini bersifat analitikobservasional secara potong lintang. Subjek penelitian adalah balita yang berkunjung ke Puskesmas Mojogedang. Data didapatkan dari anamnesis orangtua dan tinggi badan balita yang diplotkan pada kurva WHO. Data dianilisis dengan chi square dan analisis regresi logistik.Hasil. Seratus limapuluh delapan balita mengikuti penelitian dengan proporsi 22,2% anak stunting dan 77,8% anak tidak stunting. Pendidikan ibu, IMT ibu, dan pemberian ASI eksklusif tidak berpengaruh dalam penelitian ini. Penghasilan rendah (p=0,007 dengan OR=3,286 dan CI;1,383-7,806), asupan kalori kurang (p=0,004 dengan OR=4,887 dan CI;1,675-14,256), dan interval kelahiran <36 bulan (p=0,035 dengan OR=2,479 dan CI;1,064-5,774) memengaruhi kejadian stunting.Kesimpulan. Interval kelahiran bayi memengaruhi kejadian stunting pada balita.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
tidak ada
2022-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1987
10.14238/sp23.5.2022.306-12
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 5 (2022); 306-12
Sari Pediatri; Vol 23, No 5 (2022); 306-12
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.5.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1987/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1898
2022-08-30T08:39:55Z
sari-pediatri:PNL
Prevalensi Infeksi Helicobacter pylori pada Anak dengan Gejala Gastrointestinal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta
Kristyanto, R Yuli
Widowati, Titis
Damayanti, Wahyu
Helicobacter pylori; Indonesia; prevalensi; endoskopi; biopsi; histologi
Latar belakang. Prevalensi infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) di berbagai wilayah bervariasi. Infeksi H. pylori pada anak umumnya tidak menunjukkan gejala khas, tetapi dapat mengakibatkan berbagai komplikasi. Tujuan. Melihat prevalensi dan gejala infeksi H. pylori pada anak dengan gejala gastrointestinal di Yogyakarta.Metode. Data dikumpulkan dari pasien anak dengan keluhan dispepsia, nyeri perut berulang, muntah berulang, dan buang air besar disertai darah yang dicurigai mengalami infeksi H. pylori di RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta. Diagnosis infeksi H. pylori ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan histologi.Hasil. Didapatkan 138 subyek yang memenuhi kriteria kemungkinan terinfeksi oleh kuman H. pylori didapatkan pada 16,7% (23/138) pasien anak. Prevalensi infeksi menurut usia pada 3-5 tahun sebesar 14,3% (3/21), usia 6-11 tahun sebesar 16,7% (10/60), dan usia 12-18 tahun sebesar 17,5% (10/57). Tidak ada hubungan bermakna antara infeksi H. pylori dengan gejala spesifik tertentu.Kesimpulan. Prevalensi infeksi H. pylori pada anak yang bergejala klinis di Yogyakarta, Indonesia lebih rendah daripada dari wilayah lain di dunia.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1898
10.14238/sp24.2.2022.106-11
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 106-11
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 106-11
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1898/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1898/507
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1814
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kadar C-Reaktif Protein dengan Stunting Usia 2-5 Tahun di Pucangsawit, Surakarta
Ahasmi, Labiqatullubabah
Nugroho, Hari Wahyu
Salimo, Harsono
stunting; crp; anak
Latar belakang. Stunting merupakan masalah kekurangan gizi yang kronis. Defisiensi mikronutrien pada stunting seperti zink, kalsium, vitamin D dan magnesium dapat memicu sitokin pro inflamasi dan memodulasi respon imun spesifik yang ditandai dengan peningkatan CRP.Tujuan. Mengetahui hubungan kadar C-reaktif protein (CRP) dengan stunting.Metode. Studi potong lintang beberapa PAUD daerah Pucangsawit, Surakarta, dilakukan dari Juli 2019 sampai Januari 2020. Semua anak yang masuk kategori stunting berdasarkan antropometri mendapatkan pemeriksaan CRP. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara kadar CRP dengan stunting dengan uji Mann Whitney.Hasil. Terdapat 32 anak stunting yang terdiri dari 62,5% perempuan dan 37,5% lelaki. Sebanyak 75% anak dengan stunted dan 25% dengan severely stunted. Tidak terdapat peningkatan kadar CRP pada semua sampel dan tidak terdapat perbedaan kadar CRP yang signifikan pada anak stunted dan severely stunted (p=0,512)Kesimpulan. Kadar CRP tidak berhubungan dengan stunting baik pada anak yang stunted maupun severely stunted.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1814
10.14238/sp22.3.2020.176-81
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 176-81
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 176-81
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1814/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1814/454
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2223
2022-12-29T07:56:04Z
sari-pediatri:LKS
Respons Klinis Pemberian Tocilizumab Dibandingkan Anakinra dalam Tata Laksana Artritis Idiopatik Juvenil Sistemik
Novery, Edy
Amalia, Rizqi
Muktiarti, Dina
Kurniati, Nia
artritis idiopatik juvenil sistemik; tocilizumab; anakinra
Latar belakang. Artritis idiopatik juvenil (AIJ) sistemik merupakan penyakit inflamasi sistemik yang tidak hanya melibatkan sendi tetapi juga keterlibatan sistemik dan merupakan tipe terberat dari AIJ. Tatalaksana standar yang diberikan sering tidak memberikan respons klinis optimal sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pemberian agen biologis seperti tocilizumab atau anakinra merupakan pilihan agen biologis untuk tatalaksana AIJ sistemik. Tujuan. Mengumpulkan bukti ilmiah tentang efektivitas pemberian tocilizumab dibandingkan anakinra dalam tatalaksana AIJ sitemik. Metode. Pencarian artikel dilakukan secara daring menggunakan instrumen kata kunci yang sesuai melalui basis data Pubmed, Cochrane dan Google Scholar pada bulan Februari 2022.Hasil. Penelusuran dilakukan dan didapatkan dua artikel dengan kohort retrospektif. Remisi klinis pada kelompok tocilizumab berkisar sekitar 44-45%, sedangkan pada kelompok anakinra berkisar 25-38%. Kesimpulan. Tocilizumab memberikan respons klinis yang lebih baik dibandingkan anakinra dalam tatalaksana AIJ sistemik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Tidak ada
2022-12-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2223
10.14238/sp24.4.2022.273-8
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 4 (2022); 273-8
Sari Pediatri; Vol 24, No 4 (2022); 273-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.4.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2223/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1917
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:PNL
Infeksi Susunan Saraf Pusat pada Anak: Sebuah Studi Potong Lintang Deskriptif Selama Lima Tahun
Octavius, Gilbert Sterling
Raditya, Albertus Boyke
Kimberly, Ervina
Suwandi, Jeremiah
Christy, Monica
Juliansen, Andry
Infeksi susunan saraf pusat; anak; meningitis; ensefalitis; meningoensefalitis
Latar belakang. Infeksi susunan saraf pusast memiliki morbiditas dan mortalitas apabila tidak ditangani secara tepat. Penanganan yang tidak sesuai juga berisiko tinggi untuk menimbulkan kecacatan pada kemudian hari. Tipe-tipe infeksi susunan saraf pusat dapat berupa meningitis, ensefalitis dan meningoensefalitis yang memiliki etiologi dan manifestasi klinis yang beragam.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik klinis pada setiap infeksi sistem saraf pusat baik dari segi manifestasi klinis, radiologis, serta terapi pada setiap pasien.Metode. Anak berusia 0-18 tahun yang didiagnosis meningitis, ensefalitis dan meningoensefalitis dari Januari 2015 hingga September 2019 diinklusikan pada studi potong lintang ini. Data diambil melalui rekam medis.Hasil. Terdapat 45 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan laki-laki mendominasi pada studi ini (57,8%). Meningitis ditemukan pada 37,8% pasien, ensefalitis pada 22,2% pasien, dan meningoensefalitis pada 40% pasien. Tuberkulosis menjadi etiologi tersering yang ditemukan pada studi ini sebesar 71,1%. Median durasi rawat inap terpanjang ditemukan pada pasien dengan meningoensefalitis (15,5 hari) dan kortikosteroid merupakan pengobatan yang sering digunakan untuk mengatasi infeksi susunan saraf pusat.Kesimpulan. Infeksi SSP lebih sering terjadi pada anak di bawah <5 tahun. Sebagian besar anak-anak datang dengan penurunan kesadaran akut dan TB masih merupakan penyebab utama dari infeksi SSP. Pasien dengan meningitis TB atau meningoensefalitis TB datang dengan derajat MRC 2-3 yang berkorelasi dengan morbiditas dan mortalitas tinggi sehingga diagnosis dan tatalaksana yang tepat diperlukan oleh para klinisi untuk memperbaiki luaran pasien.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1917
10.14238/sp23.1.2021.6-14
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 6-14
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 6-14
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1917/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1917/527
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2148
2023-07-31T01:43:36Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Pola Asuh Orangtua terhadap Perkembangan Bahasa dan Bicara pada Anak Usia 18 – 72 Bulan di Era Pandemi dengan Denver secara Daring: Sebuah Studi Pendahuluan
Anthony, Clifford Peter
Setiawan, Andy
Surjono, Edward
Wijaya, Ellen
bahasa; bicara, Denver II
Latar belakang. Pola asuh orangtua diduga memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan bahasa dan bicara anak. Tujuan. Penelitian dilakukan untuk menilai hubungan pola asuh orangtua terhadap perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 18-72 bulan serta menilai kesesuaian antara uji Denver II daring dengan uji Kuesioner Pra Skrining Perkembangan.Metode. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Januari 2021 sampai Juli 2021. Kuesioner dibagikan secara daring kepada orangtua dan dilakukan panggilan video dengan perangkat lunak melalui aplikasi Whatsapp® untuk pemeriksaan Denver II daring dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan. Hubungan antara pola asuh dan perkembangan dianalisis menggunakan uji Chi square (x2), sedangkan uji kesesuaian antara Denver II daring dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan menggunakan nilai kappa.Hasil. Uji Chi square menunjukan hubungan yang bermakna menggunakan Denver II daring (p=0,00) dan menunjukan hubungan yang tidak bermakna menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (p=0,84). Nilai kappa antara Denver II daring dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan bernilai 0,49.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara pola asuh orangtua terhadap perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 18-72 bulan tahun 2020 serta terdapat kesesuaian yang baik antara Denver II daring dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2148
10.14238/sp25.1.2023.20-6
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 20-6
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 20-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2148/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2148/717
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1976
2022-01-03T08:51:24Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Asap Rokok terhadap Derajat Keparahan Pneumonia Anak Usia di Bawah 5 Tahun
Stefani, Maria
Setiawan, Andy
pneumonia; paparan asap rokok; anak; derajat keparahan
Latar belakang. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun di dunia. Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada anak di bawah usia 5 tahun mencapai 18,5 per mil. Paparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko pneumonia. Tujuan. Membuktikan hubungan paparan asap rokok terhadap pneumonia berat pada anak usia di bawah 5 tahun.Metode. Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol di Rumah Sakit Atma Jaya. Kelompok kasus didefinisikan sebagai anak usia di bawah 5 tahun dengan pneumonia berat, sedangkan kontrol merupakan anak dengan pneumonia sesuai klasifikasi WHO. Wawancara dilakukan terhadap orangtua responden untuk mendapatkan data paparan asap rokok. Analisis data menggunakan metode chi-square dan regresi logistik dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05.Hasil. Penelitian ini melibatkan 67 responden, terdiri dari 34 kasus dan 33 kontrol. Analisis bivariat menunjukkan hubungan signifikan antara paparan asap rokok dengan pneumonia berat. Keberadaan perokok (p=0,000), jumlah perokok di rumah (p=0,000), perilaku orangtua merokok di dalam rumah (p=0,001) dan kepadatan rumah (p=0,012) merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian pneumonia berat pada anak usia di bawah 5 tahun.Kesimpulan. Paparan asap rokok dan kepadatan rumah merupakan faktor risiko pneumonia berat untuk anak usia di bawah 5 tahun.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1976
10.14238/sp23.4.2021.235-41
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 4 (2021); 235-41
Sari Pediatri; Vol 23, No 4 (2021); 235-41
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.4.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1976/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1976/576
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2534
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:PNL
Evaluasi Pengetahuan dan Tindakan Ibu terhadap Diare pada Balita Puskesmas Banda Raya
Salsabila, Nisa
Dimiati, Herlina
Maharani, Cut Rika
Saputra, Irwan
Aini, Zahratul
pengetahuan; perilaku; diare; balita
Latar belakang. Diare masih menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada balita. Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah pengetahuan dan perilaku ibu Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku ibu dengan penanganan diare pada balita di Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah ibu dengan balita yaang berdomisili di Banda Raya berjumlah 96 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling. Penelitian menggunakan instrumen kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi-squre. Hasil. Mayoritas responden dengan usia 21-35 tahun (66,7%), pendidikan SMA (55,2%), mayoritas ibu di Kecamatan Banda Raya bekerja sebagai ibu rumah tangga (79,2%), dengan umur anak 1 hingga 2 tahun (55,2%). Analisis data menggunakan uji Chi-square menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan penanganan diare pada balita (p=<0,05). Serta terdapat hubungan antara perilaku ibu dengan penanganan diare pada balita (p=<0,05). Kesimpulan. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan perilaku ibu berhubungan dengan penanganan diare pada balita di Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2534
10.14238/sp25.5.2024.310-15
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 310-15
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 310-15
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2534/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2017
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:PNL
Kejadian dan Faktor Risiko Tuberkulosis pada Anak Penghuni Padat Penduduk: Studi pada Rusun Kudu
Soesanto, Alexandhe
Anam, Moh Syarofil
Arkhaesi, Nahwa
Pratiwi, Rina
pernafasan; tuberkulosis; anak
Latar belakang. Tuberkulosis adalah penyakit pernafasan yang menular dengan tingkat kematian ketiga tertinggi di dunia. Infeksi tuberkulosis pada anak memiliki gejala yang sulit dikenali sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Lingkungan padat penduduk seperti rusun, memudahkan penyebaran tuberkulosis sehingga diperlukan skrining tuberkulosis pada anak untuk mencegah penyebaran penyakit.Tujuan. Mengetahui insidensi dan faktor risiko infeksi tuberkulosis pada anak penghuni rusun Kudu, Semarang.Metode. Penelitian cross-sectional telah dilakukan pada Januari hingga Februari 2021 terhadap 123 anak penghuni rusun Kudu berumur 0-18 tahun. Subjek penelitian dipilih secara konsekutif sampling. Anak mengikuti proses skrining dan antropometri untuk kemudian dilakukan pemeriksaan tuberkulin jika memenuhi syarat. Indurasi tuberkulin diamati 48 jam pasca injeksi. Penilaian faktor risiko melalui skrining dan kuesioner kondisi lingkungan.Hasil. Pemeriksaan Tuberkulin menunjukan hasil positif bagi 33 anak dengan diameter indurasi ?10mm. Analisis pengaruh variabel bebas dan insidensi tuberkulosis dilakukan menggunakan uji Regresi Logistik dengan faktor risiko yang memiliki pengaruh dengan kejadian tuberkulosis anak adalah riwayat kontak (AOR=10,3 dan p=0,007), usia anak (AOR=5,2 dan p=0,013) dan kondisi rumah yang tidak sehat (AOR=38,6 dan p=0,000).Kesimpulan. Riwayat kontak, usia anak dan kondisi rumah berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis pada anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2017
10.14238/sp24.1.2022.1-6
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 1-6
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 1-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2017/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2017/601
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2017/602
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1702
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:PNL
Akurasi Pemeriksaan Auskultasi Jantung dan Elektrokardiografi untuk Deteksi Kelainan Jantung pada Anak
Nova, Ria
Yosy, Deny Salverra
Bermansyah, Bermansyah
Auskultasi, elektrokardigrafi, ekokardiografi, kelainan jantung
Latar belakang. Tidak semua kelainan jantung menimbulkan gejala klinis. Pemeriksaan ekokardiografi tidak semuanya tersedia di fasilitas kesehatan terbatas.Tujuan. Untuk mendeteksi kelainan jantung pada siswa-siswi sekolah dasar di Palembang melalui pemeriksaan auskultasi jantung dan elektrokardiografiMetode. Desain penelitian uji diagnostik dengan pendekatan cross sectional pada siswa-siswa sekolah dasar di kota Palembang. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan November 2019. Subyek penelitian sebanyak 280 anak sekolah dasar. Semuanya dilakukan pemeriksaan auskultasi jantung, elektrokardiografi, dan ekokardiografiHasil. Subyek 280 anak sekolah dasar, terdiri dari 130 laki-laki dan 150 perempuan. Rerata umur 9,6 tahun (rentang 5-14) tahun. Median berat badan 27 kg. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan 79,2% normal, 9,2 % bising sistolik, 2,1 % bising diatolik, dan 7,1 % bising inosen. Hasil elektrokardiografi, normal 97,1%, sinus takikardi 1,4%, sinus bradikardi 0,4%, hipertrofi ventrikel kiri 0,7 %, right bundle branch block 0,4%. Hasil ekokardiografi, penyakit jantung rematik subklinis 20 anak, persisten foramen ovale 1 anak, pulmonal stenosis 2 anak dan hipertensi pulmonal primer 10 anak. Sensitivitas dan spesifisitas auskultasi jantung 90% dan 91%. Nilai prediksi positif dan negatif auskultasi jantung 57,69% dan 98,6%. Sensitivitas dan spesifisitas elektrokardiografi 6,06% dan 97,57%. Nilai prediksi positif dan negatif elektrokardiografi 25% dan 88,6%.Kesimpulan. Auskultasi jantung cukup akurat untuk deteksi awal kelainan jantung pada anak dibandingkan elektrokardiografi.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1702
10.14238/sp22.3.2020.164-8
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 164-8
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 164-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1702/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1702/356
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2199
2022-10-31T09:33:54Z
sari-pediatri:PNL
Usia Gestasi Sebagai Prediktor Keberhasilan Terapi Antibiotik Empiris pada Infeksi Neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
Ariefudin, Yanuar
Umma, Husnia Auliyatul
Nur, Fadhilah Tia
Salimo, Harsono
infeksi neonatorum; usia gestasi; antibiotik empiris
Latar belakang. Infeksi merupakan penyebab utama kematian ketiga pada bayi baru lahir setelah komplikasi prematuritas dan asfiksia. Pemberian antibiotik empiris yang sama, baik pada neonatal aterm maupun neonatal preterm, dan penggunaan antibiotik empiris yang tetap dalam 10 tahun terakhir, maka dilakukan penelitian prospektif untuk menganalisis usia gestasi sebagai prediktor keberhasilan terapi antibiotik empiris pada infeksi neonatorum.Tujuan. Menganalisis usia gestasi sebagai prediktor keberhasilan terapi antibiotik empiris pada infeksi neonatorum.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dengan pendekatan uji prognostik. Penelitian dilakukan di High Care Unit (HCU) Neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan April - Desember 2021. Nama pasien, usia gestasi, jenis kelamin, metode persalinan, berat badan lahir, asupan ASI, hasil kultur darah, jenis antibiotik dan terapi suportif dicatat. Uji chi square dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menganalisis data.Hasil. Dari 146 neonatal infeksi, didapatkan 75 neonatal aterm dan 71 neonatal preterm. Kedua kelompok mendapatkan terapi antibiotik empiris. Analisis multivariat regresi logistik menunjukkan hasil usia gestasi dengan nilai p=0,001, terapi suportif dengan nilai p=0,090 dan kewaspadaan isolasi dengan nilai p=0,010. Usia gestasi aterm didapatkan hasil paling signifikan dengan nilai p=0,001 dan odds rasio 0,289 (IK 95%, 0,137 – 0,612).Kesimpulan. Usia gestasi merupakan prediktor keberhasilan terapi antibiotik empiris pada infeksi neonatorum.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2199
10.14238/sp24.3.2022.189-95
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 3 (2022); 189-95
Sari Pediatri; Vol 24, No 3 (2022); 189-95
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.3.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2199/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2199/736
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1807
2021-05-03T12:00:23Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Lama Rawat dan Luaran Pemberian Nutrisi Enteral Dini dan Lambat pada Anak Sakit Kritis di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang
Dewi, Yuni Sartika
Supriatna, Mohamad
lama rawat; luaran; nutrisi enteral dini; nutrisi enteral lambat
Latar belakang. Mortalitas dan lama rawat anak sakit kritis dipengaruhi oleh beberapa variabel faktor risiko. Dukungan nutrisi enteral sejak dini disebutkan memperbaiki luaran klinis anak sakit kritis. Tujuan. Membuktikan perbedaan lama rawat dan luaran pada anak sakit kritis yang mendapatkan nutrisi enteral dini dan lambat.Metode. Desain kohort prospektif pada anak sakit kritis di ruang rawat intensif anak RS dr.Kariadi periode Januari hingga Maret 2020. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi diambil secara consecutive sampling. Data yang diambil adalah berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui status gizi, diagnosis, komorbid, penggunaan ventilator mekanik, lama rawat dan luaran pasien.Hasil. Dari 67 anak, terdiri dari 37 anak mendapatkan nutrisi enteral dini dan 30 anak mendapatkan nutrisi enteral lambat. Median lama rawat anak dengan nutrisi enteral dini adalah 4 hari (2-11 hari) dan anak dengan nutrisi enteral lambat adalah 9 hari (3-20 hari). Hasil analisis menunjukkan bahwa anak yang mendapat nutrisi enteral dini memiliki lama rawat <7 hari lebih tinggi (RR 4,1; IK 95% 1,4-11,5; p=0,007) dan memiliki luaran lebih baik (p<0,001) dibandingkan anak yang mendapat nutrisi enteral lambat. Kesimpulan. Terdapat perbedaan signifikan lama rawat dan luaran pada anak sakit kritis yang mendapat nutrisi enteral dini dan lambat.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-04-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1807
10.14238/sp22.6.2021.378-85
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 6 (2021); 378-85
Sari Pediatri; Vol 22, No 6 (2021); 378-85
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.6.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1807/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1807/445
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2308
2023-06-27T08:58:50Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Penyakit Jantung Bawaan dengan Konfirmasi Serologi Anti Rubela pada Sangkaan Sindrom Rubela Kongenital
Arigayota, Sulaiman
Dimiati, Herlina
Herdata, Heru Noviat
Darussalam, Dora
Haris, Syafruddin
Sovira, Nora
serologi; rubela; jantung
Latar belakang. Sindrom rubela kongenital adalah kumpulan gejala akibat infeksi virus rubela selama kehamilan, ditandai trias klasik manifestasi klinis berupa sensory neural hearing loss, abnormalitas ocular, dan penyakit jantung bawaan. Pendekatan diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti berdasarkan hasil serologi anti rubela. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyakit jantung bawaan dengan konfirmasi serologi positif antibodi rubela pada sangkaan sindrom rubela kongenital.Metode. Penelitian ini menggunakan data sekunder Rekam Medis anak usia <12 bulan selama tiga tahun (2019-2021) di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.Hasil. Dari 117 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, subjek perempuan 60 (51%), dengan 94 (80%) lahir cukup bulan dan rentang usia ibu saat hamil adalah 20-40 tahun. Terdapat 87 (75%) subjek dengan PJB, dengan15 (83%) subjek memiliki nilai serologi positif. Dari hasil analisis terdapat hubungan signifikan antara kejadian penyakit jantung bawaan dengan konfirmasi positif serologi anti rubela (p=0,018).Kesimpulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara manifestasi klinis sindrom rubela kongenital dan penyakit jantung bawaan dengan hasil pemeriksaan konfirmasi serologis positif antibodi rubela.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2308
10.14238/sp25.1.2023.39-45
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 39-45
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 39-45
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2308/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2308/780
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2009
2021-10-29T15:29:03Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Terapi Vitamin D Terhadap Kadar Kalsidiol dan CD4 pada Anak dengan Human Immunodeficiency Virus Dalam Terapi Antiretroviral
Abdilla, Reza Chandra
Siregar, Rustam
Nur, Fadhilah Tia
Antiretroviral; CD4; HIV; kalsidiol; vitamin D
Latar belakang. Publikasi ilmiah terdahulu telah membuktikan bagaimana vitamin D berdampak terhadap imunitas pasien HIV. Kadar vitamin D yang adekuat berkaitan erat dengan luaran klinis dan kadar CD4 yang lebih baik. Hingga kini belum terdapat penelitian yang mengkaji pengaruh terapi vitamin D pada anak HIV dalam terapi antiretroviral di Indonesia.Tujuan. Untuk menganalisis pengaruh terapi vitamin D terhadap kadar kalsidiol dan CD4 pada pasien HIV dalam terapi antiretroviral.Metode. Penelitian ini bersifat pra-eksperimental dengan pretest-posttest design. Kriteria inklusi subjek penelitian adalah pasien HIV dalam terapi antiretroviral lini pertama, berada dalam stadium klinis HIV satu atau dua, berusia kurang dari 18 tahun. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Moewardi, Surakarta pada periode waktu Maret – September 2020. Kadar kalsidiol dan CD4 diperiksa sebelum dan sesudah intervensi pemberian vitamin D. Pasien dengan kadar insufisiensi atau defisiensi vitamin D diberikan vitamin D3 2000 IU/hari selama 24 minggu. Uji analisis multivariat dilakukan dengan t-test berpasangan, dimana nilai p<0,05 dianggap signifikan.Hasil. Didapatkan peningkatan yang signifikan pada kadar kalsidiol pasien sebelum dan sesudah intervensi yaitu 18,29ng/ml +5,37dan 32,34ng/ml + 6,78, juga didapatkan peningkatan kadar CD4 dari 860.74/mm3 +396,09 dan 1020.26/mm3 +520,63 secara berurutan.Kesimpulan. Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kadar kalsidiol dan CD4 pada pasien HIV dalam terapi antiretroviral setelah terapi vitamin D.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2009
10.14238/sp23.3.2021.143-9
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 143-9
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 143-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2009/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2009/593
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2487
2023-12-18T08:58:41Z
sari-pediatri:PNL
Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Prematur Usia Gestasi 28-34 Minggu Pasca Rawat: Studi Kohort di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo
Marsubrin, Putri Maharani Tristanita
Medise, Bernie Endyarni
Devaera, Yoga
prematur; pertumbuhan; perkembangan
Latar belakang. Kemajuan dalam perawatan neonatal intensif telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan angka kesintasan bayi prematur. Bayi yang bertahan hidup mempunyai risiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan prematuritas dan morbiditas yang menyertainya. Tujuan. Mengetahui luaran pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur usia gestasi 28-34 minggu pasca rawat dari Unit Neonatologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.Metode. Penelitian kohort prospektif dengan wawancara kepada orang tua subjek penelitian, pencataan melalui rekam medis, dan pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan langsung oleh peneliti pada 90 bayi prematur pasca rawat pada bulan Juli? Desember 2016 dengan cara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah bayi prematur dengan masa gestasi 28-34 minggu, berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, serta Bekasi dan orang tua menyetujui mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi adalah bayi memiliki kelainan kongenital atau bawaan seperti sindrom Down, sindrom Rubella dan lainnya, dan memiliki malformasi orofasial. Hasil. Hasil data usia koreksi 0 sampai 3 bulan, didapatkan rerata kenaikan berat bayi prematur 29,01±5,31 g/hari, hasil rerata kenaikan panjang badan 3,7±0,8cm/bulan dan rerata kenaikan lingkar kepala 1,6±0,6cm/bulan. Hasil perkembangan berdasarkan FSDQ CAT-CLAM (full-scale developmental quotient cognitive adaptive test- clinical linguistic and auditory milestone scale) menunjukkan skor yang cukup baik yaitu di atas 100% dengan rerata 148% (111-160% ).Kesimpulan. Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur usia gestasi 28-34 minggu pasca rawat Unit Neonatologi Rumah Sakit Ciptomangunkusomo Jakarta sampai usia 3 bulan koreksi baik dan dalam rentang normal.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-12-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2487
10.14238/sp25.4.2023.243-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 4 (2023); 243-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 4 (2023); 243-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.4.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2487/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2144
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Deteksi Adiksi Internet dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya pada Remaja di Masa Pandemi Covid-19
Banunaek, Diana Adriani
Sekartini, Rini
Pardede, Sudung O.
Tridjaja, Bambang
Prayitno, Ari
Devaera, Yoga
adiksi internet, remaja, kuesioner deteksi adiksi internet, pandemi Covid-19
Latar belakang. Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar secara global, salah satunya di bidang pendidikan. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan). Remaja yang mengikuti sekolah daring lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar. Remaja juga merasa kesepian karena adanya pembatasan sosial sehingga mencari pelarian melalui internet. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya waktu di depan layar sehingga meningkatkan adiksi internet pada remaja.Tujuan. Mengetahui prevalens adiksi internet remaja di masa pandemi Covid-19 serta mengetahui hubungannya dengan beberapa faktor sosio-demografik. Metode. Penelitian potong lintang terhadap 332 siswa SMP/SMA/SMK/sederajat yang sedang menjalani sekolah daring, melalui pengisian kuesioner faktor sosio-demografik dan KDAI (kuesioner deteksi adiksi internet), dalam waktu 3 bulan (Maret-Juni 2021).Hasil. Prevalensi adiksi internet remaja sebanyak 29,8%. Faktor yang berhubungan dengan adiksi internet adalah waktu di depan layar untuk kegiatan hiburan ≥3 jam (p=0,001, adjusted OR 4,309, IK 95% 1,833-10,129) serta pengawasan orangtua yang buruk dalam penggunaan internet (p=0,037, adjusted OR 1,827, IK 95% 1,038-3,215). Kesimpulan. Tidak ada peningkatan prevalensi adiksi internet remaja di masa pandemi Covid-19. Variabel yang memiliki hubungan dengan adiksi internet adalah pengawasan orangtua yang buruk dan waktu depan layar untuk kegiatan hiburan ≥3 jam.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
FKUI - RSCM
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2144
10.14238/sp23.6.2022.360-8
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 360-8
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 360-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2144/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1981
2022-08-30T08:39:55Z
sari-pediatri:TPK
Infeksi Tuberkulosis Laten pada Anak: Diagnosis dan Tatalaksana
Kaswandani, Nastiti
Jasin, Madeleine Ramdhani
Nugroho, Gufron
tuberkulosis; infeksi laten TB; Mycobacterium tuberculosis; terapi pencegahan tuberkulosis
Infeksi laten tuberkulosis (ILTB) adalah keadaan respons imun persisten terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis tanpa bukti manifestasi klinis tuberkulosis aktif. Anak-anak lebih mudah terinfeksi dan menjadi penderita tuberkulosis (TB) aktif dibandingkan orang dewasa setelah kontak erat dengan pasien TB aktif. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya 4-8 minggu. Investigasi kontak dan penegakan diagnosis ILTB harus dilakukan pada anak yang memiliki risiko tinggi terinfeksi, yaitu memiliki kontak erat dengan penderita TB aktif, dengan HIV, serta dengan kondisi imunokompromais lainnya. Pengobatan pencegahan ILTB bertujuan mencegah anak yang terinfeksi M.tuberculosis berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Pedoman WHO yang kemudian diadopsi oleh Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020 memberikan rekomendasi pemberian terapi pencegahan tuberkulosis yang terdiri dari beberapa pilihan obat dan durasi pemberian, antara lain isoniazid selama 6 bulan, isoniazid – rifampisin selama 3 bulan, isoniazid - rifapentin sekali sepekan dalam 3 bulan, atau rifampisin selama 4 bulan. Diagnosis dini dan pemberian terapi pencegahan yang cepat penting untuk menurunkan kejadian TB aktif sehingga visi pemberantasan TB dunia pada tahun 2050 bisa tercapai.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1981
10.14238/sp24.2.2022.134-40
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 134-40
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 134-40
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1981/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1981/577
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1880
2021-03-04T21:41:55Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Stimulasi Ibu Dengan Perkembangan Anak Usia 0-3 Tahun di Kelurahan Penengahan Raya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung
Perdani, Roro Rukmi Windi
Purnama, Dara Marissa Widya
Afifah, Nisrina
Sari, Anugerah Indah
Fahrieza, Sabrina
0 – 3 tahun; anak; perkembangan; stimulasi
Latar belakang. Usia 0-3 tahun merupakan golden age period yang tepat untuk perkembangan anak. Perkembangan anak meliputi kemampuan gerak motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan anak adalah pemberian stimulasi. Tujuan. Mengetahui hubungan stimulasi ibu dengan perkembangan anak usia 0-3 tahun di Kelurahan Penengahan Raya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.Metode. Desain penelitian ini kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional dan teknik consecutive sampling. Data merupakan data primer dengan instrumen kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya untuk menilai stimulasi ibu dan hasil skrining perkembangan dengan Denver II. Analisis data menggunakan uji chi-square.Hasil. Pada 80 responden, 44 (55%) ibu memberikan stimulasi motorik kasar baik dan 36(45%) kurang, 39(48,8%) ibu memberikan stimulasi motorik halus baik dan 41 (51,2%) kurang. 46 (57,5%) ibu memberikan stimulasi bahasa baik dan 34(42,5%) kurang. 33(41,2%) ibu memberikan stimulasi personal sosial baik dan 47(58,8%) kurang. Anak dengan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial dalam kategori normal berturut-turut adalah 61 (76,2%), 61 (76,2%), 45 (56,2%) dan 68 (85%). Terdapat hubungan yang bermakna antara stimulasi ibu dengan perkembangan motorik kasar (p= 0,004), motorik halus (p=0,025), bahasa (p=0,000) dan personal sosial (p=0,001).Kesimpulan. Terdapat hubungan stimulasi ibu dengan perkembangan anak usia 0-3 tahun di Kelurahan Penengahan Raya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2021-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1880
10.14238/sp22.5.2021.304-10
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 5 (2021); 304-10
Sari Pediatri; Vol 22, No 5 (2021); 304-10
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.5.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1880/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1880/490
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2268
2023-04-19T17:48:59Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Pemberian Kolostrum Susu Sapi Terhadap Durasi Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang dan Kadar Sekretori Imunoglobulin A pada Anak
Alius, Alfi Maido
Jurnalis, Yusri Dianne
Yani, Finny Fitry
diare; dehidrasi; kolostrum; sIgA
Latar belakang. Kolostrum susu sapi atau Bovine colostrum mengandung berbagai growth factor dan immune factor, salah satunya secretory IgA (sIgA) yang dengan jumlah signifikan dapat menghalangi adhesi patogen ke membrane mukosa dan menghambat kolonisasi sehingga bermanfaat untuk mengobati penyakit di saluran pencernaan. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia belum banyak membahas secara spesifik hubungan sIgA yang didapatkan dari kolostrum susu sapi sebagai terapi tambahan diare akut pada anak. Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian kolostrum susu sapi terhadap durasi diare akut dehidrasi ringan sedang dan kadar sekretori IgA pada anakMetode. Penelitian eksperimental yang dilaksanakan di Puskesmas dan Rumah Sakit di kota Padang. Penelitian dimulai dari bulan februari tahun 2022 sampai November 2022. Data terkumpul 30 sampel masing-masing pada kelompok kontrol yang mendapatkan terapi standar WHO dan kelompok intervensi yang mendapatkan terapi standar who ditambah kolostrum susu sapi. Dilakukan pengamatan terhadap durasi diare akut serta pemeriksaan terhadap kadar sIgA.Hasil. Terjadi pemendekan durasi diare secara signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebesar 11,93 jam (p=0,021). Terdapat perbedaan kadar sIgA yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian kolostrum susu sapi pada kelompok intervensi (p=0,003).Kesimpulan. Pemberian kolostrum susu sapi dapat memperpendek rerata durasi diare akut dan meningkatkan rerata kadar sIgA secara bermakna. Pemberian kolostrum susu sapi ini dapat disarankan sebagai terapi adjuvan dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2268
10.14238/sp24.6.2023.388-94
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 388-94
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 388-94
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2268/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2268/763
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1959
2021-08-31T14:20:27Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi Cluster of Differentiation 4 dan Viral Load dengan Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri pada Anak dengan Human Immunodeficiency Virus
Adrian, Nicholas
Rahayuningsih, Sri Endah
Alam, Anggraini
CD4; viral load; fungsi sistolik ventrikel kiri; fraksi ejeksi; pemendekan fraksi; HIV anak
Latar belakang. Nilai viral load dan cluster of differentiation 4 (CD4) pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV) merupakan prediktor independen progresifitas penyakit pada usia >5 tahun. Infeksi HIV memengaruhi organ jantung dalam bentuk gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, pada awalnya dapat tanpa gejala. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran keterlibatan kardiovaskuler pada anak dengan HIV.Tujuan. Mengetahui korelasi antara CD4, viral load dengan fungsi sistolik ventrikel kiri pada anak dengan HIV.Metode. Desain penelitian potong lintang, data dari register penelitian HIV bulan Januari-Februari 2020 di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Sampel penelitian adalah anak dengan HIV usia 5 – <18 tahun. Subjek penelitian diperiksa kadar CD4 dan viral load, untuk fungsi sistolik ventrikel kiri diukur melalui fraksi ejeksi dan pemendekan fraksi dengan alat echocardiography. Analisis korelasi menggunakan uji Pearson dan Spearman sesuai distribusi data.Hasil. Subjek penelitian adalah 60 anak dengan HIV. Nilai rata-rata CD4 (822 ± 380/mm3). Viral load 68,3% undetected. Nilai rata-rata pemendekan fraksi (35,8±5%). Nilai rata-rata fraksi ejeksi (65,7±6,8%). Hasil korelasi CD4 dengan pemendekan fraksi (r=0,19 p=0,07), CD4 dengan fraksi ejeksi (r=0,22 p=0,04), viral load dengan pemendekan fraksi (r=-0,10 p=0,20), dan viral load dengan fraksi ejeksi (r=-0,09 p=0,22).Kesimpulan. Terdapat korelasi positif lemah antara CD4 dengan fraksi ejeksi, hasil penelitian mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yang belum diteliti seperti status pengobatan pada pasien.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1959
10.14238/sp23.2.2021.103-9
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 2 (2021); 103-9
Sari Pediatri; Vol 23, No 2 (2021); 103-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.2.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1959/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1959/564
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2423
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:PNL
Telaah Perbandingan Panduan Klinis Sindrom Nefrotik Idiopatik Resisten Steroid pada Anak
Pardede, Sudung Oloan
Fahlevi, Reza
Kinesya, Edwin
Hidayati, Eka Laksmi
Puspitasari, Henny Adriani
Trihono, Partini Pudjiastuti
sindrom; nefrotik; idiopatik; resisten; steroid
Latar belakang. Sebagai salah satu penyakit ginjal anak tersering di dunia, sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sensitif dan resisten steroid. Penelitian dan tata laksana sindrom nefrotik resisten steroid pada anak terus berkembang. Panduan klinis yang digunakan seringkali berbeda dan bervariasi antar fasilitas kesehatan ataupun negara di dunia.Tujuan. Membandingkan panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik resisten steroid pada anak. Metode. Kami menentukan topik dan lingkup bahasan yang akan dibahas. Sesudah itu, dilakukan telaah dan perbandingan terhadap empat panduan klinis dari Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2012, Kidney Disease: Improving Global Outcomes tahun 2021, Indian Society of Pediatric Nephrology tahun 2021, dan International Pediatric Nephrology Association tahun 2020. Empat lingkup bahasan kajian antara lain diagnosis, pemeriksaan penunjang, batasan kriteria, dan terapi.Hasil. Didapatkan beberapa perbedaan mendasar yang ditemukan, antara lain, adanya periode konfirmasi, beberapa istilah baru, anjuran pemeriksaan genetik, serta pilihan utama terapi imunosupresan. Kesimpulan. Sesudah menelaah panduan klinis sindrom nefrotik idiopatik resisten steroid dari Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2012 dan panduan klinis baru lainnya, ditemukan beberapa pebedaan dasar. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan konsensus sindrom nefrotik resisten steroid yang disesuaikan dengan bukti ilmiah terbaru serta ketersediaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan di Indonesia.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2423
10.14238/sp25.3.2023.137-46
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 137-46
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 137-46
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2423/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2423/827
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2015
2022-04-25T13:40:23Z
sari-pediatri:LKS
Laporan kasus berbasis bukti: Reaksi Hipersensitivitas Terhadap Pegylated Asparaginase Dibandingkan L-asparaginase pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut
Medyatama, Miranti Fristy
Andriastuti, Murti
PEG-asparaginase; E. coli L-asparaginase; leukemia limfoblastik akut pada anak.
Latar belakang. L-asparaginase (L-asp) adalah regimen kemoterapi utama dalam terapi LLA pada anak. Kejadian reaksi hipersensitivitas akibat L-asp sangat tinggi, menyebabkan terapi tidak dapat dilanjutkan dan memengaruhi angka kesintasan. Dibutuhkan sediaan lain yang lebih hipoalergenik untuk dapat menggantikan L-asp.Tujuan. Melakukan telaah kritis untuk membandingkan reaksi hipersensitivitas dan efektivitas antara PEG-asp dan L-asp pada pasien anak dengan LLA.Metode. Pencarian artikel dilakukan secara daring menggunakan instrumen kata kunci yang sesuai melalui basis data Pubmed, Cochrane dan Google Scholar pada bulan Febaruari 2021.Hasil. Didapatkan 3 artikel berupa meta-analisis, uji klinis acak dan kohort retrospektif. Reaksi hipersensitivitas dengan L-asp adalah 30-41%, sedangkan dengan PEG-asp 13-14% (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap angka remisi maupun angka kesintasan antara penggunaan PEG-asp dan L-asp (p>0,005). Kesimpulan. PEG-asp dapat menurunkan angka kejadian reaksi hipersensitivitas dan memiliki efektivitas yang sama dengan L-asp.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2015
10.14238/sp23.5.2022.336-45
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 5 (2022); 336-45
Sari Pediatri; Vol 23, No 5 (2022); 336-45
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.5.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2015/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2015/599
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1720
2021-01-04T09:36:18Z
sari-pediatri:PNL
Prevalensi Anemia pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan Berat Lahir dan Usia Kehamilan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2018
Asfarina, Ikhlashil
Wijaya, Merry
Kadi, Fiva Aprilia
anemia; bayi berat lahir rendah; bayi kurang bulan; prematur
Latar belakang. Pada bayi baru lahir, anemia dapat mengganggu tumbuh kembang bayi dan memengaruhi sistem kardiorespiratori sehingga dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, penelitian prevalensi anemia bayi baru lahir berdasarkan berat lahir dan usia kehamilan masih sangat jarang.Tujuan. Mengetahui prevalensi anemia pada bayi baru lahir berdasarkan berat lahir dan usia kehamilan.Metode. Penelitian deskriptif dengan metode potong lintang menggunakan data sekunder dari Sistem Registrasi Divisi Neonatalogi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung. Kriteria inklusi adalah bayi yang lahir hidup di periode 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2018. Kriteria eksklusi adalah data rekam medis yang tidak lengkap, hilang atau tidak dapat diakses. Usia kehamilan, berat lahir bayi, dan status anemia dinilai dengan melihat kadar hemoglobin yang tercantum dalam rekam medis.Hasil. Sebanyak 1494 bayi baru lahir sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 14,5% bayi baru lahir mengalami anemia. Hasil analisis status anemia berdasarkan berat lahir dan usia kehamilan menunjukkan bahwa 79,2% pasien lahir dengan berat lahir rendah dan 75,9% pasien lahir kurang bulan.Kesimpulan. Prevalensi anemia pada bayi berat lahir rendah dan kurang bulan lebih tinggi dibandingkan dengan bayi berat lahir normal dan cukup bulan.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-12-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1720
10.14238/sp22.4.2020.213-7
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 4 (2020); 213-7
Sari Pediatri; Vol 22, No 4 (2020); 213-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.4.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1720/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1720/375
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2241
2023-02-28T04:13:03Z
sari-pediatri:PNL
Rasio Neutrofil-Limfosit sebagai Prediktor Kejadian Syok pada Demam Berdarah Dengue pada Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya, Denpasar
Prijanto, Stephanie Angela
Suryawan, I Wayan Bikin
Suarca, I Kadek
infeksi dengue; faktor prediktor; NLR
Latar belakang. Pada DBD, perubahan leukosit kurang dari 5.000 sel/mm3 dan jumlah neutrofil yang lebih rendah dari limfosit sering mendahului trombositopenia/peningkatan hematokrit, sehingga dapat memprediksi kebocoran plasma pada periode kritis. Tujuan. Mengetahui kemampuan nilai NLR untuk mendeteksi terjadinya syok pada anak dengan DBDMetode. Penelitian cross-sectional dilakukan bulan Mei 2022-Juni 2022 dari rekam medis pasien usia 1 sampai 18 tahun dengan DBD menurut kriteria WHO tahun 2011. Nilai NLR hari ke-4 dianalisis dengan kurva ROC untuk menentukan cut-off point, AUC, sensitivitas, spesifisitas. Dilakukan uji hubungan antara nilai cut-off NLR dengan kejadian syok pada DBD. Analisis multivariat dilakukan terhadap status gizi, riwayat infeksi dengue, serta pemberian resusitasi cairan sebelum onset syok.Hasil. Dari 75 orang, 51 (68%) orang mengalami DBD tanpa syok dan 24 (32%) mengalami DBD dengan syok. Nilai cut-off NLR adalah 0,835, dengan sensitivitas 0,875, spesifisitas 0,843, AUC 0,938 (95% CI: 0,886-0,991), p=0,000 dan OR 37,625 (95% CI: 9,042-156,566). Dengan uji Chi-square, didapatkan hubungan signifikan antara cut-off NLR dengan kejadian syok. Analisis multivariat menunjukkan hubungan signifikan antara NLR (OR: 39,576 (95% CI: 8,751-178,975), p= 0,000) terhadap kejadian syok.Kesimpulan. Nilai NLR hari ke-4 sejak onset awal demam sebesar 0,835 dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya syok pada DBD.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-02-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2241
10.14238/sp24.5.2023.307-13
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 5 (2023); 307-13
Sari Pediatri; Vol 24, No 5 (2023); 307-13
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.5.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2241/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2241/755
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2241/756
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2241/757
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1894
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:LKS
Efektivitas Pemberian Vankomisin Oral Terhadap Kolitis Infektif pada Anak
Kusumawati, Jeshika Febi
Kadim, Muzal
kolitis infektif; diare kronik; vankomisin oral; Clostridium difficile
Latar belakang. Kolitis bermanifestasi sebagai diare kronik dan pada anak perlu diwaspadai karena memiliki komplikasi gangguan tumbuh kembang dan kematian. Sepuluh hingga dua puluh persen kasus diare infeksi akibat perawatan di rumah sakit disebabkan oleh Clostridium difficile. Metronidazol dan vankomisin oral masih menjadi terapi obat lini pertama untuk infeksi Clostridium difficile. Pada pasien diare berat, studi menunjukkan vankomisin oral menjadi pilihan utama dibandingkan metronidazole.Tujuan. Mengetahui efektifitas pemberian vankomisin oral terhadap metronidazol oral dalam menyembuhkan kolitis infektif kronik pada anak.Metode. Pencarian literatur melalui Pubmed dan Cochrane pada bulan Juli 2019 dengan kata kunci “children OR pediatric†AND “infective colitis OR Clostridium difficile†AND “oral vancomycin†AND “ oral metronidazoleâ€.Hasil. Penelusuran artikel pada makalah ini menemukan dua artikel yang relevan terhadap pertanyaan klinis. Igarashi dkk. merupakan meta analisis terhadap lima uji klinis acak dengan total 1101 pasien dan dipublikasikan pada tahun 2018. Artikel yang kedua adalah studi pilot prospektif observatif dari Antoon dkk pada 8 subyek anak berusia 8-17 tahun pada tahun 2016.Kesimpulan. Vankomisin oral disarankan untuk digunakan dalam kolitis infektif berat. Untuk kasus kolitis infektif yang ringan atau sedang, data menunjukkan hasil yang seimbang untuk vankomisin dan metronidazol. Berdasarkan uji observasional, vankomisin oral tidak diabsorbsi dalam darah pada anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1894
10.14238/sp23.1.2021.57-66
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 57-66
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 57-66
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1894/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1894/505
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2214
2023-09-04T02:57:41Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik Dan Luaran Tumor Otak Pada Anak
Dewi, Mia Milanti
Syuhada, Rausyanfikr Tajul Arifin
Sobana, Mirna
tumor; otak; anak; medulloblastoma
Latar belakang. Morbiditas dan mortalitas tumor otak pada anak masih menjadi masalah yang besar. Seringkali manifestasi klinis yang jelas muncul pada saat tumor dalam stadium lanjut. Saat ini luaran tumor otak di Indonesia masih belum memuaskan meskipun telah dilakukan berbagai terapi operatif maupun konservatif. .Tujuan. Mengetahui karakteristik dan luaran pasien tumor otak pada anak di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS).Metode. Dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan data pasien tumor otak pada anak berusia < 18 tahun yang datang ke RSHS pada periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2018.Hasil. Selama penelitian terdapat 161 subjek dengan 88 pasien (54,6%) laki-laki. Tumor otak terjadi paling sering pada kelompok usia 6-12 tahun sebanyak 66 pasien (41%). Sebanyak 73 pasien (46,5%) memiliki tumor otak di area supratentorial, 80 pasien (51%) memiliki tumor di area infratentorial, dan 4 pasien (2,5%) memiliki tumor di area suprainfratentorial. Hasil patologi anatomi terbanyak yaitu meduloblastoma pada 36 pasien (22,3%), dengan derajat keganasan VI (46,5%), dengan manifestasi klinis paling sering adalah sakit kepala (64,5%). Pada pemeriksaan neurologis didapatkan parese saraf otak paling sering adalah gangguan nervus kranialis II (34%) dan hemiparesis (20,5%). Ditemukan pula adanya reflek patologis pada 55 pasien (34%). Hasil luaran paling banyak dari data yang tersedia adalah perbaikan dalam gejala klinis (60,3%).Kesimpulan. Meduloblastoma merupakan jenis tumor otak yang tersering (22,3%), pada anak dengan sakit kepala sebagai manifestasi paling banyak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2214
10.14238/sp25.2.2023.87-92
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 2 (2023); 87-92
Sari Pediatri; Vol 25, No 2 (2023); 87-92
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.2.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2214/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2062
2022-01-03T08:51:24Z
sari-pediatri:PNL
Prediktor Sindrom Syok Dengue pada Anak di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Andi Abdurrahman Noor, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
Annisa, Irma
Halim, Merry Angeline
Sabila, RR Putri Zatalini
Vebriasa, Atut
Nidiawati, Tety
Ariputra, I Dewa Gede
Hendarto, Aryono
Putri, Nina Dwi
indeks efusi pleura; trombositopenia; hemokonsentrasi; sindrom syok dengue; demam berdarah dengue
Latar belakang. Efusi pleura merupakan salah satu tanda kebocoran plasma pada pasien demam berdarah dengue (DBD) yang dapat dinilai dengan indeks efusi pleura (IEP). Nilai trombosit, hematokrit, dan IEP dapat digunakan untuk mengidentifikasi keparahan DBD. Tujuan. Mengetahui perbedaan nilai trombosit, hematokrit, dan IEP antara pasien anak yang didiagnosis dengan sindrom syok dengue (SSD) dan DBD tanpa syok. Metode. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah anak usia 1 bulan−14 tahun. Analisis statistik bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara nilai trombosit, persentase hemokonsentrasi, dan IEP dengan kejadian SSD. Selanjutnya, dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.Hasil. Hemokonsentrasi berperan secara signifikan sebagai preditor SSD (p=0,001 dan OR 1,102). Nilai IEP tidak bermakna sebagai prediktor SSD (p=0,052), tetapi IEP tetap dimasukkan ke dalam analisis menurut pertimbangan klinis. Sementara itu, angka trombosit tidak terbukti sebagai prediktor SSD dengan p=0,549 dan OR 1,000. Pada kurva ROC didapatkan titik potong skor prediktor SSD adalah -1,6 dengan titik potong hemokonsentrasi 23% dan IEP 25%. Pada analisis diagnostik titik potong skor prediktor tersebut untuk menilai kejadian SSD didapatkan sensitivitas 92% dan spesifisitas 83%.Kesimpulan. Indeks efusi pleura (IEP) bersama dengan hemokonsentrasi dapat digunakan sebagai faktor prediktor kejadian SSD pada anak. Skor prediktor >-1,6 memiliki kemungkinan terjadinya SSD 15,6 kali lebih besar dibandingkan skor prediktor ≤ -1,6.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2062
10.14238/sp23.4.2021.228-34
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 4 (2021); 228-34
Sari Pediatri; Vol 23, No 4 (2021); 228-34
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.4.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2062/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2062/633
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2023
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:TPK
Prosedur Menunda Minum saat Transfusi Sel Darah Merah dan Kejadian Enterokolitis Nekrotikans pada Bayi Prematur
Mardhotillah, Afiffa
Marsubrin, Putri Maharani Tristanita
menunda; minum; transfusi; enterokolitis; nekrotikans; prematur
Bayi prematur memiliki risiko menderita komplikasi akibat prematuritas dan luarannya sangat berhubungan dengan usia gestasi. Di antara berbagai komplikasi, enterekolitis nekrotikans merupakan komplikasi yang perlu diwaspadai pada bayi prematur. Patogenesis terjadinya masih belum dipahami secara penuh. Prematuritas menjadi satu-satunya faktor risiko yang konsisten ditemukan dalam studi mengenai enterekolitis nekrotikans, tetapi diyakini bahwa etiologinya bersifat multifaktorial. Saat ini, mulai banyak penelitian yang juga mengaitkan enterekolitis nekrotikans dengan transfusi sel darah merah atau dikenal sebagai transfusion associated necrotizing enterocolitis. Berbagai upaya untuk mencegah terjadinya enterekolitis nekrotikans dilakukan, salah satunya dengan melakukan prosedur menunda minum saat transfusi sel darah merah. Tujuan dari telaah ini adalah untuk memaparkan berbagai pandangan dan penelitian terkait penerapan prosedur menunda minum saat transfusi sel darah merah dan kaitannya dengan angka kejadian enterekolitis nekrotikans.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2023
10.14238/sp25.5.2024.341-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 341-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 341-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2023/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2023/605
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2160
2022-08-30T08:39:55Z
sari-pediatri:PNL
Peran Kadar Bilirubin Umbilikal sebagai Prediktor Hiperbilirubinemia pada Neonatus
Harti, Vita Pramatasari
Hafidh, Yulidar
Rokhayati, Evi
hiperbilirubinemia; ikterik neonatorum; kadar bilirubin umbilikal; neonatus
Latar belakang. Kadar puncak bilirubin terjadi pada 72 hingga 96 jam setelah bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat berdampak serius jika tidak ditangani dengan tepat. Untuk menghindari dampak serius dari hiperbilirubinemia, dibutuhkan pemeriksaan yang dapat memprediksi hiperbilirubinemia pada neonatus.Tujuan. Mengetahui nilai prediksi kadar bilirubin umbilikal terhadap kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus. Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort prospektif. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling pada bayi baru lahir di RSUD Dr. Moewardi pada bulan Januari 2021 – Juni 2021. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan uji Mann Whitney, tingkat kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.Hasil. Dari 30 subyek neonatus, didapatkan 10 neonatus dengan hiperbilirubinemia dan 20 neonatus tanpa hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin umbilikal pada neonatus dengan hiperbilirubinemia (7,22+7,06 mg/dL) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan neonatus tanpa hiperbilirubinemia (3,33+1,82 mg/dL) (p=0,003). Nilai cut off bilirubin umbilikal untuk hiperbilirubinemia adalah >3,78 mg/dL dengan sensitivitas 90%, spesifisitas 80%, dan risiko relatif (RR) 11,769; (IK 95% 1,699- 81,545).Kesimpulan. Kadar bilirubin umbilikal dapat digunakan sebagai prediktor hiperbilirubinemia dengan nilai cut off untuk hiperbilirubinemia adalah >3,78 mg/dL.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2160
10.14238/sp24.2.2022.119-26
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 119-26
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 119-26
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2160/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2160/721
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1869
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:PNL
Perubahan Pola Serotipe Pasien Demam Berdarah Dengue pada tahun 2014, 2016, dan 2018 di Area Lahan Basah
Hartoyo, Edi
Purnamasari, Lina
demam berdarah dengue; serotipe dengue; DENV
Latar belakang. Dengue adalah infeksi virus akut dengan 4 serotipe virus. Penelitian seroprevalensi pada anak di Indonesia menunjukkan terdapat perubahan pola serotipe dengue dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan. Mengetahui apakah ada perubahan pola serotipe pasien DBD pada tahun 2014, 2016, dan 2018 di area lahan basah di Kalimantan Selatan.Metode. Penelitian epidemiologi ini melibatkan 145 pasien anak di bawah 18 tahun yang dirawat di RS Ulin pada tahun 2014, 2016 dan 2018 dan didiagnosis DBD oleh dokter spesialis anak berdasarkan tanda klinis, darah lengkap, dan serologi (IgM, IgG dengue). Sampel darah juga diperiksa untuk jenis serotipe dengan metode RT-PCR.Hasil. Serotipe dengue pada tahun 2014 terbanyak adalah DENV-2 (38%), diikuti oleh DENV-3 (30%), DENV-4 (24%), DENV-1 (8%); pada 2016 DENV-4 (35%), DENV-2 (29%), DENV-3 (21%), DENV-1 (15%); pada 2018 DENV-3 (39%), DENV-4 (29%), DENV-2 (23%), DENV-1 (9%).Kesimpulan. Terdapat perubahan pola dominasi serotipe dengue di area lahan basah dari DENV-2 (2014), DENV-4 (2016) menjadi DENV-3 (2018).
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1869
10.14238/sp22.3.2020.160-3
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 160-3
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 160-3
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1869/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2207
2023-01-03T06:11:08Z
sari-pediatri:TPK
Tata Laksana Terkini Talasemia Beta: Terapi Target
Susanah, Susi
talasemia beta; patofisiologi; eritropoesis inefektif; disregulasi besi; terapi target
Talasemia beta adalah bentuk hemoglobinopati yang merupakan penyakit monogenik diturunkan terbanyak di dunia ditandai defek yang menyebabkan produksi globin beta berkurang atau tidak ada. Ketidakseimbangan rantai globin alfa/beta menyebabkan rangkaian proses eritropoesis inefektif dan peningkatan absorpsi besi yang pada akhirnya mengakibatkan anemia hemolitik kronis dan kelebihan besi. Secara konvensional tata laksana utama talasemia beta berat adalah transfusi darah dan obat kelasi besi yang masih memiliki banyak keterbatasan dan tantangan meskipun telah berdampak pada peningkatan kesintasan dan kualitas hidup penyandang talasemia beta mayor. Pemahaman mendalam terhadap molekular dan patofisiologi talasemia-beta membuka jalan bagi strategi pendekatan terapi baru yang diklasifikasikan atas 3 kategori, yaitu koreksi ketidakseimbangan rantai globin melalui pengembangan transplantasi sumsum tulang dan terapi gen; mengintervensi eritropoesis inefektif sehingga transfusi darah dan kelasi besi berkurang; dan modulasi disregulasi besi untuk mengendalikan kadar besi. Dengan demikian, strategi pendekatan terapi baru menjanjikan penurunan kebutuhan transfusi darah dan kelasi besi yang lebih menyamankan pasien dan diharapkan juga menurunkan biaya tata laksana.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-12-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2207
10.14238/sp24.4.2022.279-85
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 4 (2022); 279-85
Sari Pediatri; Vol 24, No 4 (2022); 279-85
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.4.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2207/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2207/739
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1912
2021-05-03T12:00:23Z
sari-pediatri:LKS
Perbandingan Kriteria ACR-1997 dan SLICC-2012 dalam Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak
Pramesti, Dwi Lestari
Muktiarti, Dina
lupus eritematosus sistemik; SLE; ACR-1997; SLICC-2012
Latar belakang. Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun sistemik pada jaringan ikat yang bersifat kronik dan progresif, terutama pada anak. Hingga saat ini belum ada diagnosis baku emas, sehingga untuk menegakkan diagnosis dapat menggunakan kriteria The American College of Rheumatology (ACR) tahun 1997 atau The Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) tahun 2012.Tujuan. Mengumpulkan bukti ilmiah perbandingan penggunaan kriteria ACR-1997 dan SLICC-2012 dalam diagnosis lupus eritematosus sistemik pada anak.Metode. Penelusuran literatur secara sistematis secara daring melalui database Pubmed dan Cochrane. Analisis dilakukan menggunakan Review Manager dan model hierarchical summary receiver operating characteristic (HSROC) pada studi meta-analsiis. Kualitas studi dinilai dengan QUADAS-2.Hasil. Satu artikel telaah sistematis dan meta-analisis dan satu artikel studi longitudinal dilakukan telaah kritis. Kualitas kedua studi dinilai baik. Studi oleh Hartman dkk menunjukkan kriteria ACR-1997 lebih dianjurkan sebagai kriteria klasifikasi LES pada anak karena lebih spesifik (94,1% vs 82%) dan menghindari terjadinya positif palsu. Studi kedua oleh Lythgoe dkk menunjukkan SLICC-2012 lebih sensitif (92,9% vs 84,1%) dan secara lebih dini mengklasifikasi pasien anak dengan LES.Kesimpulan. Kriteria SLICC-2012 memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam klasifikasi LES pada anak tetapi memiliki spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan ACR-1997. Namun, SLICC-2012 dapat mengklasifikasi LES lebih dini secara signifikan dibandingkan ACR-1997.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
2021-04-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1912
10.14238/sp22.6.2021.386-93
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 6 (2021); 386-93
Sari Pediatri; Vol 22, No 6 (2021); 386-93
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.6.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1912/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1912/523
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2352
2023-06-27T08:58:50Z
sari-pediatri:TPK
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2023
Sitaremi, Mei Neni
Soedjatmiko, Soedjatmiko
Gunardi, Hartono
Kaswandani, Nastiti
Handryastuti, Setyo
Raihan, Raihan
Kartasasmita, Cissy B
Ismoedjianto, Ismoedijanto
Rusmil, Kusnandi
Munasir, Zakiudin
Prasetyo, Dwi
Sarosa, Gatot Irawan
Oswari, Hanifah
Husada, Dominicus
Prayitno, Ari
Maddepunggeng, Martira
Hadinegoro., Sri Rejeki H
vaksin; jadwal; IDAI
Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara berkala mengevaluasi jadwal imunisasi untuk menyesuaikan dengan vaksin baru, program imunisasi Kemenkes, WHO position paper dan sumber-sumber lain. Di dalam jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2023 ini ada beberapa tambahan antara lain vaksin dengue baru, dan keterangan tambahan beberapa vaksin lain. Untuk memudahkan dalam melaksanakannya dilampirkan juga tabel jadwal imunisasi tahun 2023. Untuk memahami dasar pertimbangan jadwal imunisasi dan perubahannya perlu mempelajari uraian di dalam artikel ini dan keterangan di bawah tabel tersebut untuk diterapkan ke dalam layanan imunisasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Satuan Tugas Imunisasi, Ikatan Dokter Anak Indonesia
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2352
10.14238/sp25.1.2023.64-74
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 64-74
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 64-74
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2352/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2352/798
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1780
2021-10-29T16:07:16Z
sari-pediatri:LKS
Laporan kasus berbasis bukti: Antibiotic Stewardship Sebagai Upaya Mengurangi Pemakaian Antibiotik pada Sepsis Neonatus Awitan Dini
Rohsiswatmo, Rinawati
Samsudin, Dion Darius
Antibiotic stewardship program; sepsis neonatus awitan dini; perinatologi
Latar belakang. Pemberian antibiotik secara tidak rasional meningkatkan resistensi. Antibiotic stewardship program (ASP) adalah strategi untuk mengurangi pemakaian antibiotik pada kasus sepsis neonatus awitan dini (SNAD) di unit perinatologi.Tujuan. Mengurangi pemakaian antibiotik di unit perinatologi dengan ASP. Metode. Penelusuran literatur elektronik PubMed, Cochrane dan Google Scholar dengan kata kunci â€antibiotic stewardship†atau “antibiotic duration†dan “perinatology†dan “neonatal sepsis†dalam 6 tahun terakhir (2013-2019). Hasil. Uji klinis acak terkontrol oleh Rohatgi dkk mencakup 132 bayi dengan SNAD, diberikan antibiotik empiris selama 7 dan 10 hari. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada durasi pemakaian oksigen, inotropik, transfusi darah dan waktu minum enteral penuh (p>0,05). Cantey dkk melakukan studi time series prospektif dengan menghentikan antibiotik setelah 48 jam terhadap 2502 bayi berat lahir <2100 gram dengan SNAD, hari pemakaian antibiotik menurun 27% (p<0,0001). Studi time series restrospektif pada 537 bayi dengan diagnosis SNAD oleh Grant dkk melakukan pemeriksaan c-reactive protein (CRP) pada usia 36 jam dan pemberhentian antibiotik empiris setelah 48 jam. Angka kepatuhan tenaga medis pada akhir penelitian mencapai 97,5%, dan pemakaian antibiotik lebih dari 48 jam menurun dari 50,4% menjadi 0,8% (p<0,0001). Kesimpulan. Antibiotic Stewardship Program dapat mengurangi pemakaian antibiotik untuk kasus SNAD pada unit perinatologi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1780
10.14238/sp23.3.2021.197-204
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 197-204
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 197-204
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1780/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1780/425
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2504
2023-12-18T08:58:41Z
sari-pediatri:TPK
Peran Pelayanan Paliatif dan Suportif pada Pasien Kanker Anak
Andriastuti, Murti
pelayanan; paliatif; suportif; kanker
Kanker masih menjadi penyebab kematian utama pada anak. Angka kesintasan pasien kanker anak di negara berkembang masih jauh di bawah angka kesintasan pasien kanker anak di negara maju. Banyak faktor yang memengaruhi perbedaan tersebut, antara lain belum tersedianya sarana pengobatam transplantasi sumsum tulang sebagai opsi dalam tata laksana lanjutan kanker anak sehingga sangat penting peran pelayanan paliatif dan suportif dalam menunjang kualitas hidup pasien. Pelayanan paliatif dan suportif berfokus pada penanganan gejala akibat penyakit dan terapi yang diberikan untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan pendekatan holistik. Perlunya pemahaman yang baik mengenai pelayanan paliatif dan suportif, kolaborasi dari berbagai pihak (multidisiplin) menjadi hal penting dalam memberikan pelayanan paliatif dan suportif yang optimal bagi pasien kanker anak dan keluarganya.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-12-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2504
10.14238/sp25.4.2023.278-82
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 4 (2023); 278-82
Sari Pediatri; Vol 25, No 4 (2023); 278-82
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.4.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2504/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2117
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Gambaran Elektrokardiografi pada Remaja Obes dengan Hipertensi dan Tanpa Hipertensi
Murdiyanti, Bibit
Murni, Indah Kartika
Sulistyoningrum, Dian C
Susilowati, Rina
Julia, Madarina
obesitas; tekanan darah; elektrokardiografi; EKG; remaja
Latar belakang. Prevalensi obesitas remaja semakin meningkat. Obesitas berhubungan dengan hipertensi yang dapat menyebabkan perubahan struktur mekanik dan listrik jantung. Elektrokardiografi (EKG) merupakan alat pemeriksaan aktivitas listrik jantung yang mudah dan tersedia luas. Tujuan. Mengetahui gambaran EKG pada anak obes dengan hipertensi dibandingkan dengan tanpa hipertensi.Metode. Penelitian cross-sectional dilakukan pada siswa SMA obes usia 15-18 tahun di Yogyakarta. Subjek dengan data tidak lengkap, menderita penyakit diabetes melitus, ginjal, jantung, infeksi akut, serta riwayat penyakit sistemik atau menggunakan steroid dieksklusi. Analisis bivariat menggunakan uji t test dan chi square.Hasil. Subjek penelitian adalah 177 remaja obes terdiri dari 100(56,5%) laki-laki dan 77(43,5%) perempuan. Didapatkan subjek hipertensi sebesar 30%. Pada analisis bivariat tidak didapatkan perbedaan signifikan rerata frekuensi jantung, durasi gelombang P, interval PR, interval QTc, durasi QRS, amplitudo gelombang R, dan gelombang S serta prevalens left ventricular hyperthrophy (LVH); strain pattern; pemanjangan durasi gelombang P, kompleks QRS, interval QTc; dan pergeseran axis P, QRS, dan T ke kiri (p>0,05).Kesimpulan. Penelitian ini belum bisa membuktikan adanya perbedaan bermakna gambaran EKG pada remaja obes dengan hipertensi dibandingkan tanpa hipertensi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2117
10.14238/sp24.1.2022.16-22
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 16-22
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 16-22
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2117/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2117/679
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2132
2022-10-31T09:33:54Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik Pasien Anak dengan Infeksi Dengue yang Dirawat Inap pada Satu Tahun Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Ayuni, Qurota
Setiabudi, Djatnika
Setiawati, Elsa Pudji
infeksi dengue; dengue pada anak; karakteristik dengue
Latar belakang. Infeksi dengue memiliki manifestasi klinis yang bervariasi dan jika tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian. Pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan baru dalam kasus infeksi dengue karena adanya pembatasan mobilisasi masyarakat ke rumah sakit. Mengetahui karakteristik pasien anak dengan infeksi dengue merupakan hal penting sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.Tujuan. Untuk mengetahui gambaran karakteristik klinis pasien anak dengan infeksi dengue berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi, riwayat orang terdekat, diagnosis, lama rawat inap, dan kondisi saat pulang dari rumah sakit pada saat satu tahun sebelum dan saat pandemi Covid-19.Metode. Studi deskriptif dengan pendekatan potong lintang untuk melihat karakteristik pasien anak dengan infeksi dengue pada satu tahun sebelum dan saat pandemi Covid-19. Hasil. Terdapat 200 pasien sebelum pandemi. Saat pandemi, jumlah pasien turun hingga lima kali lipat (41). Usia pasien banyak ditemukan pada rentang 5-11 tahun, 36% sebelum pandemi dan 34,1% saat pandemi. Sebelum pandemi, pasien laki-laki mendominasi sebanyak 50,5%. Saat pandemi, perempuan mendominasi dengan jumlah 56,1%. Status gizi pasien yang banyak ditemukan bergizi baik, 68% sebelum pandemi dan 53,7% saat pandemi. Diagnosis demam dengue dominan sebelum pandemi (54,5%) dan saat pandemi (43,9%). Ditemukan lebih banyak pasien yang tidak memiliki riwayat orang terdekat mengalami penyakit serupa. Lama rawat inap pasien = paling banyak ditemukan pada rentang 4-7 hari. Pasien dengan kondisi pulang perbaikan mendominasi dalam penelitian ini.Kesimpulan. Infeksi dengue paling sering terjadi pada usia 5-11 tahun dengan jumlah pasien perempuan dan laki-laki hampir sama. Sebagian besar pasien berstatus gizi baik dan tidak memiliki riwayat orang terdekat yang mengalami penyakit serupa. Pada sebelum dan saat pandemi, demam dengue menjadi diagnosis paling banyak. Lama rawat inap paling banyak ditemukan pada rentang 4-7 hari. Keadaan pasien saat pulang terbanyak adalah perbaikan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2132
10.14238/sp24.3.2022.173-80
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 3 (2022); 173-80
Sari Pediatri; Vol 24, No 3 (2022); 173-80
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.3.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2132/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2132/694
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1550
2021-03-04T21:41:55Z
sari-pediatri:LKS
Perbandingan Ultrasonografi Paru dan Rontgen Dada sebagai Alat Bantu Diagnostik Pneumonia pada Anak
Nursakina, Yosilia
Tartila, Tartila
Ifran, Evita Bermanshah
anak; pneumonia; ultrasonografi; rontgen dada
Latar belakang. Pemeriksaan Rontgen dada seringkali dilakukan pada pasien anak dengan pneumonia. Akan tetapi, pemeriksaan Rontgen dada memiliki sejumlah kekurangan, seperti meningkatkan paparan radiasi ionisasi pada anak, memiliki jeda lama dalam mengambil dan memproses gambar, angka false positive tinggi, dan potensi variabilitas antarpengamat. Sejumlah literatur terbaru menunjukkan bahwa USG memiliki akurasi tinggi dalam mendiagnosis pneumonia dibandingkan Rontgen dada, serta dianggap ideal dalam pemeriksaan pada anak karena bebas radiasi dan portabel.Tujuan. Membandingkan akurasi ultrasound paru dan Rontgen dada dalam menegakkan diagnosis pneumonia pada anak.Metode. Penelusuran literatur secara terstruktur dilakukan melalui Pubmed®, ScienceDirect®, Proquest®, Proquest®, Scopus®, ClinicalKey®, dan EBSCO®.Hasil. Studi meta-analisis Balk dkk menunjukkan bahwa USG memiliki akurasi tinggi dalam mendiagnosis pneumonia pada anak dengan sensitivitas 0,96 vs 0,87 dan spesifisitas 0,95 vs 0,98. Sementara studi Xin dkk menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas USG paru yang tinggi, yakni 0,93 dan 0,96 berturut-turut.Kesimpulan. Kedua studi yang ditelaah menunjukkan kecenderungan sensitivitas yang lebih tinggi pada modalitas USG dibandingkan dengan Rontgen dada.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-02-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1550
10.14238/sp22.5.2021.318-24
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 5 (2021); 318-24
Sari Pediatri; Vol 22, No 5 (2021); 318-24
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.5.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1550/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1550/252
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2212
2023-04-19T17:48:59Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Pengetahuan Orangtua Terkait Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu terhadap Stunting
Avelia, Tiffany
Pambudi, Wiyarni
stunting; ASI; pengetahuan
Latar belakang. Stunting dikaitkan dengan praktik pemberian air susu ibu yang meliputi frekuensi, jumlah, dan konsistensi Air Susu Ibu yang diberikan terhadap kebutuhan anak. Upaya peningkatan pengetahuan orangtua terkait stunting dapat menjadi upaya yang efektif pendekatan untuk mengatasi dan mencegah stunting.Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan orangtua terkait ASI terhadap pengetahuan orangtua terkait stunting.Metode. Penelitian analitik ini memiliki desain potong lintang dan pengambilan saampel dilakukan dengan menyebarkan tautan Google Form kepada responden yang memiliki anak usia balita melalui media daring seperti Instagram dan WhatsApp pada bulan Desember 2021 sampai dengan Februari 2022.Hasil. Responden terdiri dari 108 responden, orangtua yang memiliki pengetahuan ASI baik dan memiliki pengetahuan stunting baik terdapat 78,0% dan orangtua yang memiliki pengetahuan ASI baik dan memiliki pengetahuan stunting kurang terdapat 55,1%. Sedangkan orangtua yang memiliki pengetahuan ASI kurang dan memiliki pengetahuan stunting baik terdapat 13,0%, dan orangtua yang memiliki pengetahuan ASI kurang dan memiliki pengetahuan stunting kurang terdapat 22%.Kesimpulan. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orangtua terkait ASI terhadap tingkat pengetahuan orangtua terkait stunting, dengan p-value 0,011 dan nilai Prevalence Ratio (PR) sebesar 1,697.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-04-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2212
10.14238/sp24.6.2023.395-400
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 6 (2023); 395-400
Sari Pediatri; Vol 24, No 6 (2023); 395-400
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.6.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2212/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1969
2021-10-29T15:29:03Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi antara Nilai Red Cell Distribution Width dengan Fungsi Ventrikel Kiri pada Anak dengan Gagal Jantung Akibat Penyakit Jantung Rematik
Pusparani, Carla
Rahayuningsih, Sri Endah
Gurnida, Dida Akhmad
red cell distribution width; fungsi ventrikel kiri; gagal jantung; penyakit jantung rematik; anak
Latar belakang. Proses inflamasi berkaitan dengan kondisi anisositosis dan gagal jantung yang terjadi secara paralel sehingga menjadikan red cell distribution width (RDW) sebagai penanda yang handal untuk disfungsi jantung. Di negara berkembang, gagal jantung pada anak paling banyak diakibatkan oleh penyakit jantung rematik (PJR). Penelitian mengenai korelasi antara nilai RDW dan fungsi ventrikel kiri yang dinilai dengan ekokardiografi pada anak dengan gagal jantung akibat PJR belum pernah dilakukan sebelumnya.Tujuan. Mengetahui korelasi antara nilai RDW dengan fungsi ventrikel kiri pada anak dengan gagal jantung akibat PJR.Metode. Penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang pada pasien gagal jantung akibat PJR yang berusia <18 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin periode September 2020–Februari 2021. Anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dan ekokardiografi dilakukan pada semua subjek. Penilaian fungsi ventrikel kiri berdasarkan pengukuran fraksi ejeksi (EF), pemendekan fraksi (FS), gelombang E, A, dan rasio E/A. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman.Hasil. Kami melakukan analisis pada 34 subjek. Kelompok usia terbanyak 11–15 tahun (64,7%). Derajat keparahan gagal jantung terbanyak adalah NYHA kelas II (41,1%). Rata-rata hasil EF, FS, gelombang E, gelombang A, dan rasio E/A subjek penelitian adalah 68,2%; 38,64%; 1,34 cm/detik, 0,85 cm/detik, dan 1,72. Terdapat perbedaan bermakna pada gelombang A dan E antara RDW normal dan tinggi (p<0,05). Terdapat korelasi signifikan antara nilai RDW dengan gelombang E pada anak dengan gagal jantung akibat PJR (r 0,471; p=0,005).Kesimpulan. Peningkatan nilai RDW berkorelasi sedang dengan fungsi ventrikel kiri pada anak dengan gagal jantung akibat PJR.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1969
10.14238/sp23.3.2021.158-63
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 158-63
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 158-63
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1969/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1969/571
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2401
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:LKS
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Hepatitis C pada Anak dengan Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia
Wijaya, Ellen
Alatas, Fatima Safira
Ambarsari, Cahyani Gita
hepatitis C; ginjal; kronik; hemodialisis
Latar belakang. Anak dengan penyakit ginjal kronik yang memerlukan hemodialisis merupakan kelompok risiko tinggi terjadinya infeksi virus hepatitis C. Infeksi virus hepatitis C pada anak dengan penyakit ginjal kronik memerlukan diagnosis dan tata laksana adekuat untuk mencegah progresifitas penyakit dan komplikasi menjadi karsinoma hepatoselular.Tujuan. Menelaah lebih lanjut diagnosis dan tata laksana infeksi virus hepatitis C pada anak dengan penyakit ginjal kronik di Indonesia.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik, yaitu instrumen pencari Pubmed®, EBSCOHost®, dan penelusuran manual. Kata kunci yang digunakan adalah (“children” atau “pediatric”) dan “hepatitis C” dan “end stage renal disease” dan “treatment” dengan menggunakan batasan. Penelitian berbentuk kasus-kontrol, kohort, maupun potong lintang, dipublikasikan dalam bahasa Indonesia atau Inggris, dan diterbitkan dalam 20 tahun terakhir (2002-2022).Hasil. Ditemukan enam artikel yang relevan terhadap pertanyaan klinis. Hasil telaah kritis dan telaah berdasarkan validity, importance dan applicability.Kesimpulan. Hepatitis C pada anak seringkali tanpa gejala atau gejala ringan, memerlukan konfirmasi melalui pemeriksaan molekular. Terapi VHC pada anak PGK yang menjalani hemodialisis kontroversial, tetapi dosis disesuaikan interferon dan ribavirin dapat mencegah progresi penyakit. Klinisi harus mendiagnosis dan mengelola infeksi VHC pada anak PGK untuk mendukung eliminasi hepatitis pada 2030 sesuai target WHO
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2401
10.14238/sp25.3.2023.190-202
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 190-202
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 190-202
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2401/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1982
2022-05-23T03:44:47Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Parameter Status Gizi dengan Body Fat pada Anak Usia Sekolah di Panti Asuhan Surakarta
Satiadarma, Tiffany
Kurniasari, Elisabeth Nova
Lestari, Sandra
Kurnianto, Kartiko
Moelyo, Annang Giri
indeks massa tubuh; body fat; anak usia sekolah; obesitas
Latar belakang. Obesitas pada anak merupakan masalah dengan dampak di masa mendatang. Anak-anak di panti asuhan dapat mengalami risiko obesitas selain gizi kurang. Parameter status gizi dapat digunakan untuk prediksi body fat pada anak obesitas.Tujuan. Mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang dengan tinggi badan (rasio LP/TB), lingkar lengan atas (LiLA), triceps skinfold thickness, dan lingkar leher dengan body fat pada anak usia sekolah di panti asuhan. Metode. Penelitian cross sectional dengan subjek penelitian berusia 6-18 tahun di 2 panti asuhan di Surakarta. Variabel terikat berupa body fat (normal, overweight, obes) dan variabel bebas berupa IMT, LP, rasio LP/TB, LiLA, triceps skinfold thickness, dan lingkar leher. Tingkat depresi dinilai menggunakan skala Children’s Depression Inventory serta aktivitas fisik dinilai dengan Physical Activity Questionnare for Older Children (PAQ-C) dan Physical Activity Questionnare for Adolescent (PAQ-A).Hasil. Sebanyak 73 sampel dengan rincian 43 laki- laki dan 30 perempuan. Terdapat korelasi antara body fat dengan IMT, LP, rasio LP/TB, LiLA, dan triceps skinfold thickness pada laki-laki dan perempuan ((p<0,05). Terdapat korelasi antara lingkar leher dengan body fat pada perempuan, tetapi tidak ditemukan korelasi pada laki- laki. Pada laki-laki, parameter yang paling kuat hubungannya adalah rasio LP/TB dan triceps skinfold thickness, dan pada perempuan adalah IMT dan LiLA.Kesimpulan. Terdapat korelasi positif antara parameter status gizi dengan body fat pada anak usia sekolah di panti asuhan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1982
10.14238/sp23.6.2022.353-9
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 353-9
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 353-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1982/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1982/578
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1775
2022-08-30T08:39:55Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Berat Lahir dan Faktor Perinatal terhadap Kejadian Leukemia pada Anak
Yuniftiadi, Fajar
Sudarmanto, Bambang
M. Muryawan, M. Heru
Latar belakang. Etiologi definitif penyebab kanker pada anak masih belum jelas dan bersifat multifaktorial. Berat bayi lahir lebih dikaitkan dengan risiko terjadinya leukemia pada anak. Hal ini disebabkan karena tingginya hormon pertumbuhan pada bayi besar yang mempunyai efek onkogenik pada perkembangan sistem imun tubuhnya sehingga meningkatkan risiko dari progresifitas terjadinya leukemia. Tujuan. Menganalisis hubungan berat lahir dan faktor perinatal terhadap kejadian leukemia pada anak.Metode. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga bulan Juni 2019 dengan desain case control pada pasien hemato-onkologi anak di RSUP dr. Kariadi Semarang. Data berat lahir dan faktor risiko perinatal dianalisis menggunakan uji Mann Whitney dan chi square untuk melihat hubungan berat lahir dan faktor perinatal antara anak penderita leukemia akut dengan anak yang tidak menderita leukemia. Nilai p dianggap bermakna apabila p< 0,05.Hasil, Penelitian ini terdiri dari 184 pasien, 90 (48,91%) adalah kelompok subjek yang menderita leukemia, dan 94 (51,,09%) adalah kelompok kontrol yang tidak menderita leukemia, Sebanyak 79 (87,7%) subjek menderita acute lymphoblastic leukemia, 7 (7,8%) subjek menderita acute myeloblastic leukemia dan 4 (4,.4%) subjek menderita chronic myeloblastic leukemia. Didapatkan nilai p 0,151 (p>0.05) dari hubungan berat lahir dan kejadian leukemia, nilai p=0,861 (p>0,05) dari hubungan usia ibu saat hamil terhadap kejadian leukemia dan nilai p=0,543 (p>0,05) dari hubungan jenis persalinan dengan kejadian leukemia.Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat lahir, usia ibu saat hamil dan jenis persalinan terhadap kejadian leukemia pada anak di RSUP dr. Kariadi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1775
10.14238/sp24.2.2022.69-74
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 2 (2022); 69-74
Sari Pediatri; Vol 24, No 2 (2022); 69-74
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.2.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1775/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1775/421
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
034eb1fd835a4b326aa976de2afeba3a