2024-03-29T05:38:53Z
https://saripediatri.org/index.php/index/oai
oai:ojs.saripediatri.org:article/1029
2019-03-21T13:32:02Z
sari-pediatri:TPK
Aspek Kognitif Dan Psikososial pada Anak Dengan Palsi Serebral
AA, Oka Lely
Soetjiningsih, Soetjiningsih
Palsi serebral; kompetensi kognitif; aspek psikososial
Palsi serebral merupakan kelainan motorik yang banyak dijumpai pada anak. Kelainanini disebabkan oleh kerusakan otak yang menetap, tidak progresif, terjadi pada usia dinidan merintangi perkembangan otak normal. Pusat motorik di otak terletak di bagianposterior dari lobus frontalis dan di sebelah anteriornya terletak pusat menyimpan ingatanbaru. Lobus temporal, parietal dan oksipital juga sangat berpengaruh terhadap fungsimotorik yang berat seperti palsi serebral, maka kerusakan otak yang terjadi cukup luasatau penyebar. Gangguan kompetensi kognitif (intelegensi) terjadi primer akibatkerusakan otak pada palsi serebral, juga sekunder akibat gangguan motorik serta kesulitananak mengeksplorasi lingkungan yang diperlukan dalam perkembangan kognitif. Pasienpalsi serebral yang dilatar belakangi kelahiran prematur, BBLR dan kesulitan perawatanlainnya akan menimbulkan hambatan interaksi visual, auditif dan takut terhadaplingkungannya, sehingga akan terjadi selain cacat fisik juga cacat sosial. Pada usiaprasekolah anak palsi serebral mulai merasakan bahwa diri mereka berbeda dengan anaklain. Hal ini menimbulkan rasa takut, tidak nyaman dan ingin lepas dari lingkunganorang tua. Pada usia sekolah akan timbul rasa cemas akan kecacatannya, depresi danpada usia remaja masalah psikososial timbul akibat kemunduran fisik, serta keterlambatanaktivitas. Pada usia dewasa, secara ekonomi sering tergantung pada orang lain dansepertinya mereka mengalami isolasi sosial.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1029
10.14238/sp2.2.2000.109-12
SARI PEDIATRI; Vol 2, No 2 (2000); 109-12
Sari Pediatri; Vol 2, No 2 (2000); 109-12
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp2.2.2000
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1029/959
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/411
2019-03-21T12:26:01Z
sari-pediatri:PNL
Pola Kuman Penyebab Ventilator Associated Pneumonia(VAP) dan Sensitivitas Terhadap Antibiotik di RSAB Harapan Kita
Widyaningsih, Retno
Buntaran, Latre
VAP; antibiotik; sensitivitas
Latar belakang. Peningkatan resistensi antibiotik di antara bakteri penyebab pneumonia nosokomial yang didapat di rumah sakit telah banyak dilaporkan. Jika kita tidak mengenal pola kepekaan kuman di suatu rumah sakit akan menyulitkan pemberian terapi empiris awal. Tujuan. Mengetahui profil kuman penyebab pneumonia yang didapat di rumah sakit pada anak serta uji sensitivitas terhadap beberapa antibiotik.Metode. Studi deskriptif retrospektif dengan sumber data yang berasal dari rekam medis Laboratorium Mikrobiologi RSAB Harapan Kita periode Januari hingga Juni 2010. Spesimen adalah semua spesimen saluran respiratorik dari pasien dengan diagnosis pneumonia yang dirawat. Biakan dan uji resistensi dilakukan menurut standar National Committee for Clinical Laboratory Standards(NCCLS).Hasil. Didapatkan 116 spesimen biakan dan di antaranya 4 (3,4%) steril. Dari 112 biakan positif, 79.5% di antaranya adalah bakteri gram negatif berturut-turut dari yang paling dominan adalah Pseudomonas sp.(22,4%), Pseudomonas aeruginosa(18,1%), Stenotrophomonas maltophilia(9.5%), Serratia marcescens(8,6%),Enterobacter aerogenes(7,8%), Klebsiella pneumonia, Bacillus sp., dan Escherichia coli(masing-masing 5,2%). Golongan Pseudomonasmemiliki sensitivitas terhadap ceftazidime, amikacin serta netilmicin.Kesimpulan. Basil gram negatif aerob (79,5%) merupakan mikroorganisme penyebab yang paling dominan. Ceftazidime, diikuti terhadap amikacin serta netilmicin masih mempunyai sensitivitas yang tinggi sehingga dapat dipakai sebagai terapi awal VAP.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/411
10.14238/sp13.6.2012.384-90
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 6 (2012); 384-90
Sari Pediatri; Vol 13, No 6 (2012); 384-90
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.6.2012
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/411/343
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1868
2022-01-03T08:51:24Z
sari-pediatri:PNL
Faktor-faktor yang Memengaruhi terjadinya Komplikasi pada Anak dengan Infeksi Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Pratiwi, Regita
Yuniati, Yuniati
Buchori, Muhammad
infeksi dengue anak; komplikasi; status gizi; nilai trombosit; kadar hematokrit
Latar belakang. Infeksi dengue memiliki tiga fase. Fase kritis yang tidak dapat dilewati dengan baik dapat menyebabkan perburukan keadaan dan komplikasi. Pemeriksaan fisik dan laboratorium merupakan pemeriksaan rutin. Status gizi, nilai trombosit dan hematokrit dapat membantu prediksi perburukan keadaan berupa komplikasi pada pasien anak dengan infeksi dengue.Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi, nilai trombosit dan kadar hematokrit dengan kejadian komplikasi pada anak dengan infeksi dengue. Metode. Penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Data diambil dari rekam medik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan menggunakan teknik purposive sampling dari bulan Februari-Maret 2020. Analisis statistik menggunakan uji Fisher exact dan Kruskal Wallis test, kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.Hasil. Didapatkan sebanyak 110 sampel, dengan rincian 36 sampel mengalami komplikasi dan 74 sampel tidak mengalami komplikasi. Nilai signifikansi yang didapatkan dari analisis data adalah status gizi p=0,036 (p<0,05, OR 2,39), nilai trombosit p=0,001 (p<0,05, OR 6,09), dan kadar hematokrit p=0,010 (p<0,05 OR 2,48).Kesimpulan. Status gizi, nilai trombosit dan kadar hematokrit berhubungan dengan terjadinya komplikasi pada anak dengan infeksi dengue.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1868
10.14238/sp23.4.2021.242-6
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 4 (2021); 242-6
Sari Pediatri; Vol 23, No 4 (2021); 242-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.4.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1868/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1868/485
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/785
2019-03-21T13:20:16Z
sari-pediatri:PNL
Pemberian Bubur Formula Protein Hidrolisat dan Bubur Soya dalam Pencegahan Alergi Susu Sapi
Munasir, Zakiudin
Siregar, Sjawitri P
Nasar, Sri S
Kurniati, Nia
alergi susu sapi; bubur hipoalergenik; pencegahan alergi
Latar belakang. Alergi susu sapi (ASS) sering merupakan penyakit alergi pertama padaseorang bayi. Upaya pencegahan terhadap alergi protein susu sapi berupa pencegahanprimer, sekunder atau tersier.Tujuan. Untuk membandingkan bubur yang mengandung protein susu sapi hidrolisisparsial dengan bubur yang mengandung isolat protein soya sebagai makanan pendampingpada bayi berisiko alergi tinggi terjadinya ASS.Metoda. Penelitian uji klinik acak buta ganda ini dilakukan pada bayi usia 4-6 bulanyang mempunyai bakat atopik dengan pemberian dua jenis bubur yaitu buburhipoalergenik dan bubur soya.Hasil. Didapatkan 84 bayi yang dapat dievaluasi sampai akhir penelitian, terdiri dari47 (56%) bayi laki-laki dan 37 (44%) bayi perempuan. Subyek dibagi menjadi kelompokbubur hipoalergenik (HA) 47 bayi (56%) dan kelompok bubur bubur soya 37 bayi(44%). Sebagian besar evaluasi skor gejala alergi menunjukkan hasil skor yang tidaktimbul atau skor yang menurun, yaitu masing-masing 39 bayi (46,4%) dan 36 bayi(42,9%). Pengukuran kadar IgE spesifik protein susu sapi pada awal dan akhir penelitiansebagian besar menunjukkan hasil negatif, yaitu masing-masing 62 bayi (86,1%) dan 43bayi (70,5%). Tidak ada hubungan yang bermakna antara evaluasi skor gejala alergiantara kedua kelompok bubur, ataupun antara kadar IgE spesifik protein susu sapi padaakhir penelitian pada kedua kelompok bubur yang hanya menggunakan susuhipoalergenik atau ASI.Kesimpulan. Bubur protein soya yang dikombinasi dengan susu hipoalergenik atauASI mempunyai manfaat yang sama dengan bubur hipoalergenik dalam mencegahtimbulnya ASS. Kedua kelompok bubur juga dapat menghasilkan kenaikan berat badandan panjang badan yang sama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2007-03-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/785
10.14238/sp8.4.2007.282-8
SARI PEDIATRI; Vol 8, No 4 (2007); 282-8
Sari Pediatri; Vol 8, No 4 (2007); 282-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp8.4.2007
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/785/720
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/162
2019-03-21T12:19:46Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Hipokalsemia dan Prognosis Buruk pada Sepsis Neonatal
Hermawan, Hermawan
Yuniati, Tetty
Primadi, Aris
hipokalsemia; prognosis buruk; sepsis neonatal
Latar belakang. Sepsis neonatal merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas padaneonatus. Pasien sakit kritis, terutama kondisi sepsis, sering dilaporkan terjadi gangguan regulasi kalsiumberupa hipokalsemia.Tujuan. Mengetahui hubungan antara hipokalsemia dengan prognosis buruk sepsis neonatal.Metode. Penelitian dengan desain potong lintang dilaksanakan bulan Maret–Mei 2014 di RS Dr. HasanSadikin Bandung, dan RS Kota Bandung. Subjek neonatus cukup bulan usia <28 hari yang memenuhikriteria sepsis neonatal, yaitu terdapat dua atau lebih kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS)disertai bukti tanda infeksi berupa hasil kultur darah positif atau tersangka infeksi. Pemeriksaan kadar ionkalsium darah dilakukan saat hari pertama perawatan.Hasil. Terdapat 40 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, faktor yang berhubungan dengan prognosis buruk,yaitu kadar ion kalsium (p=0,012), onset sepsis (p=0,002), dan berat badan bayi (p=0,045). Analisis denganmetode regresi logistik ganda menunjukkan faktor risiko kejadian prognosis buruk pada sepsis neonatal adalahhipokalsemia (p=0,015; POR 36,17; IK95% 2,01–650,19), sepsis awitan lanjut (p=0,003; POR 44,86; IK95% 3,66–549,98), dan berat badan <2500 gram (p=0,032; POR 12,21; IK95% 1,35–110,29).Kesimpulan. Terdapat hubungan antara hipokalsemia dan prognosis buruk pada sepsis neonatal (p<0,05).
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/162
10.14238/sp16.6.2015.421-6
SARI PEDIATRI; Vol 16, No 6 (2015); 421-6
Sari Pediatri; Vol 16, No 6 (2015); 421-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp16.6.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/162/139
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1289
2019-03-21T12:11:08Z
sari-pediatri:PNL
Kasus Kontrol Hubungan Imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru pada anak tahun 2015-2016
Riani, R. Evi Sofia
Machmud, Putri Bungsu
imunisasi BCG; TB paru anak; tuberkulosis
Latar belakang. Tuberkulosis adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan insidens, prevalens bahkan kematian karena TB di Indonesia. Tujuan. Mengetahui besar risiko tidak diimunisasi BCG terhadap kejadian TB Paru pada anak di Kota Sukabumi tahun 2015-2016 setelah dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin, berat badan lahir, pemberian ASI Eksklusif, kunjungan Neonatal, pemberian Vitamin A, pendidikan Ibu dan Pekerjaan Ibu. Sedangkan tujuan sekunder dari studi ini adalah mengidentifikasi status imunisasi BCG dan kejadian TB Paru pada anak serta variable covariatnya dan mengetahui besar risiko anak yang tidak diimunisasi serta mengetahui besar Efektivitas vaksin BCG. Metode. Penelitian ini menggunakan desain case control. Kasus dan kontrol adalah anak kota Sukabumi usia 0-5 tahun yang diperoleh dari laporan rutin program TB, imunisasi, KIA dan Gizi di Dinas Kesehatan Kota Sukabumi. Hasil. Analisis multivariat menunjukkan bahwa risiko anak yang tidak diimunisasi BCG dan KN sebanyak 3 kali adalah 1,13 kali lebih besar untuk terkena TB paru dibandingkan kelompok rujukan dan anak yang diimunisasi BCG. Dari hasil tersebut diketahui bahwa efektivitas vaksin BCG tanpa interaksi 67%, sedangkan dengan interaksi 82%. Kesimpulan. Imunisasi di Kota Sukabumi masih merupakan salah satu upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya TB paru pada anak.                                   Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2018-05-23
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1289
10.14238/sp19.6.2018.321-7
SARI PEDIATRI; Vol 19, No 6 (2018); 321-7
Sari Pediatri; Vol 19, No 6 (2018); 321-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp19.6.2018
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1289/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1289/90
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/552
2019-03-21T13:12:53Z
sari-pediatri:LKS
Terapi Farmakologis Duktus Arteriosus Paten pada Bayi Prematur: Indometasin atau Ibuprofen?
Gunawan, Henry
Kaban, Risma Kerina
duktus arteriosus paten; prematur; terapi farmakologis
Duktus arteriosus paten (DAP) merupakan kelainan yang sering dijumpai pada bayi prematur. Salah satuupaya tata laksana DAP adalah pemberian terapi farmakologis guna memicu penutupan duktus. Sediaanterapi farmakologis yang umumnya digunakan adalah indometasin, suatu penghambat siklooksigenase(COX). Namun akhir-akhir ini diperkenalkan sediaan ibuprofen sebagai alternatif terapi farmakologisyang memiliki efektifitas setara. Dilaporkan seorang bayi prematur (usia gestasi 30 minggu) dengan duktusarteriosus paten yang berhasil di obati menggunakan ibuprofen. Tinjauan literatur menunjukkan terapiibuprofen pada bayi prematur dengan duktus arteriosus paten memiliki efektifitas tingkat penutupan duktusyang setara dengan indometasin dengan efek samping serebral, gastrointestinal dan renal yang lebih rendah.Keamanan penggunaan ibuprofen pada bayi prematur dengan hiperbilirubinemia masih belum jelas karenaefek peningkatan bilirubin yang ditimbulkannya mungkin meningkatkan risiko ensefalopati bilirubin. Dipihak lain, sediaan ibuprofen peroral tampak memiliki efektifitas yang setara dengan sediaan intravena danefek samping yang terkesan lebih rendah
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-23
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/552
10.14238/sp11.6.2010.401-8
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 6 (2010); 401-8
Sari Pediatri; Vol 11, No 6 (2010); 401-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.6.2010
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/552/491
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2466
2024-02-27T06:38:50Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Anak dengan Gangguan Spektrum Autisme
Nugraheni, Pramita Anindya
Untari, Ni Komang Sri Dewi
Agustin, Renny
Oktavia, Reza Mardiana Ayu
Rantika, Rheina Hasna
Hadi, Rifqi Athaya Vinanta
Utami, Rina Mega
spektrum; autisme; terapi; oksigen; hiperbarik
Latar belakang. Gangguan Spektrum Autisme merupakan kelainan perkembangan saraf dengan ciri-ciri gangguan komunikasi sosial, interaksi sosial yang terbatas, dan pola perilaku yang berulang, sesuai dengan klasifikasi DSM V. Terapi yang umum digunakan adalah Applied Behaviour Analysis, tetapi Terapi Oksigen Hiperbarik menjadi fokus studi terkini yang melibatkan pemberian oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang lebih tinggi, menjadi opsi non-invasif yang dapat menyediakan oksigen optimal untuk organ tubuh.Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh TOHB pada anak ASD melalui Childhood Autism Rating Scale.Metode. Studi analitik dilakukan dengan desain pra-eksperimental one group pretest-posttest, melibatkan 15 pasien ASD dari Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S.,Phys. Data dikumpulkan dari Januari hingga Agustus 2023.Hasil. Analisis data pre-test dan post-test menunjukkan signifikansi (p=0.001). Evaluasi aspek hubungan dengan orang lain (p=0.004), imitasi (p=0.011), respon emosional (p=0.001), penggunaan objek (p=0.008), adaptasi (p=0.007), respon mendengar (p=0.014), rasa, bau, sentuh (p=0.034), ketakutan atau gugup (p=0.009), komunikasi verbal (p=0.059 dan p=0.157), tingkat aktivitas (p=0.004), level dan konsistensi respon intelektual (p=0.025), serta kesan umum (p=0.025).Kesimpulan. Pemberian TOHB pada anak ASD dapat meningkatkan berbagai aspek fungsi sosial dan menurunkan tingkat aktivitas, rasa takut, serta gugup. Penelitian ini memberikan dasar untuk lebih memahami peran TOHB dalam manajemen ASD.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2024-02-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2466
10.14238/sp25.5.2024.316-21
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 5 (2024); 316-21
Sari Pediatri; Vol 25, No 5 (2024); 316-21
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.5.2024
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2466/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/929
2019-03-21T13:26:28Z
sari-pediatri:TPK
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak
Lumbanbatu, Sondang Maniur
glomerulonefritis akut; Streptococcus beta hemolyticus group A; hematuria
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi selglomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yangmenimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling seringinfeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjalper-kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaanserologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satucontoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindromanefritik akut dengan awitan gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjalakut. Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna,pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukanpemantauan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/929
10.14238/sp5.2.2003.58-63
SARI PEDIATRI; Vol 5, No 2 (2003); 58-63
Sari Pediatri; Vol 5, No 2 (2003); 58-63
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp5.2.2003
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/929/861
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/305
2019-03-21T12:25:27Z
sari-pediatri:PNL
Dismenore dan Kecemasan pada Remaja
Handayani, Handayani
Gamayanti, Indria Laksmi
Julia, Madarina
dismenore; kecemasan; perilaku pencarian pertolongan kesehatan
Latar belakang. Prevalensi dismenore cukup tinggi pada remaja. Dampak yang ditimbulkan dari dismenore adalah penurunan aktifitas sehari-hari sampai memerlukan terapi. Faktor risiko dismenore tidak hanya berkaitan dengan faktor fisiologis tapi juga faktor psikologis termasuk kecemasanTujuan. Mengetahui prevalensi dismenore, prevalensi kecemasan tinggi, dan hubungan antara kecemasan dan dismenore pada remaja di kota Surakarta.Metode. Rancangan penelitian adalah cross sectional. Sembilan puluh subyek remaja putri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi mengikuti penelitian.Hasil. Prevalensi dismenore pada remaja di kota Surakarta 87,7%. Delapan puluh tujuh koma tujuh persen remaja tetap beraktivitas saat mengalami dismenore dan 12,2% menggunakan analgetik untuk mengurangi keluhan dismenore. Prevalensi skor kecemasan tinggi pada remaja di kota Surakarta 47,8%. Rerata skor VAS 4,1±2,2, dan rerata skor TMAS 22,6±5,7. Pada uji chi square, tidak didapatkan hubungan antara skor kecemasan yang tinggi dengan skor dismenore (RP 1,1 (IK 95% 0,4-2,8, Pearson chi square= 0,05, p=0,82). Hasil uji korelasi Spearman antara skor VAS dan skor TMAS diperoleh nilai 0,04, p=0,74. Berat ringannya dismenore tidak mempengaruhi jumlah subyek yang mencari pertolongan kesehatan (RP 4,1 (IK 95% 0,5-34), p=0,28).Kesimpulan. Prevalensi dismenore pada remaja di kota Surakarta cukup tinggi, namun berat ringannya dismenore tidak mempengaruhi subyek untuk mencari pertolongan kesehatan. Faktor informasi menstruasi, persepsi dismenore, dan karakteristik kepribadian diduga terkait dengan perilaku pencarian pertolongan kesehatan terkait dismenore remaja.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/305
10.14238/sp15.1.2013.27-31
SARI PEDIATRI; Vol 15, No 1 (2013); 27-31
Sari Pediatri; Vol 15, No 1 (2013); 27-31
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp15.1.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/305/247
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1528
2020-05-25T08:12:40Z
sari-pediatri:TPK
Protokol Evaluasi Infeksi Jamur dan Parasit Pre dan Pasca-Transplantasi Hati pada Anak
Karyanti, Mulya Rahma
Putri, Nina Dwi
Oswari, Hanifah
transplantasi hati; infeksi jamur; parasit; kandida; aspergillus
Infeksi jamur menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas paling penting pada pasien pasca-transplantasi hati yang mendapat beberapa imunosupresan. Candida species dan Aspergillus species adalah infeksi jamur paling invasif. Infeksi Candida species dilaporkan menjadi etiologi penyebab infeksi jamur tertinggi pada transplantasi hati. Selain infeksi jamur, parasit juga dilaporkan menjadi penyebab infeksi pada transplantasi hati khususnya pada pasien berasal dari daerah endemis. Artikel ini bertujuan untuk membuat protokol evaluasi infeksi jamur dan parasit pada transplantasi hati anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-05-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1528
10.14238/sp21.6.2020.394-400
SARI PEDIATRI; Vol 21, No 6 (2020); 394-400
Sari Pediatri; Vol 21, No 6 (2020); 394-400
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp21.6.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1528/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1528/240
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/688
2019-03-21T13:19:29Z
sari-pediatri:PNL
Prediktor Penyakit Kardiovaskular pada Anak Obes Usia Sekolah Dasar di Kotamadya Surakarta
Martuti, Sri
Lestari, Endang D.
Soebagyo, B.
lingkar pinggang; faktor risiko; kardiovaskular
Latar belakang. Lingkar pinggang atas seringkali dihubungkan dengan obesitas sentral yang berisiko tinggiterhadap penyakit kardiovaskularTujuan. Untuk mengetahui prevalensi abnormalitas kardiovaskular dan prediktor faktor-faktor risiko penyakitkardiovaskular di antara anak-anak obes.Metode. Penelitian cross sectional dilaksanakan dari Januari sampai Februari 2005. Duapuluh persen dari SDdi setiap kecamatan dipilih secara acak. Semua anak obes diikutsertakan dalam penelitian setelah didapatkanizin dari orangtua. Data dianalisa dengan SPSS 10.05 for windows. Odds ratio (OR) untuk faktor-faktor risikokardiovaskular seperti tekanan darah sistolik dan diastolik yang tinggi, kadar kolesterol total, HDL, LDL,dan trigliserida yang abnormal dibandingkan antara kelompok yang memiliki lingkar lengan atas kecil danlingkar lengan atas besar (77,5 cm). Analisa multivariat dilakukan untuk mengontrol faktor lain.Hasil. Diantara anak-anak yang obes, 45,5% menderita hiper trigliserida. Analisa univariat menunjukkanbahwa OR untuk LDL kolesterol yang abnormal, tekanan darah sistolik yang tinggi, tekanan darahdiastolik yang tinggi masing-masing adalah 1,6 (95% CI: 0,6-4,5); 4,7 (95%CI: 0,5-41,8) dan 1,9 (95%CI: 0,7-5,6). Odds ratio untuk lingkar lengan atas (77,5 cm) terhadap tekanan darah diastolik yang tinggiadalah 4,4 (95% CI: 1,1-17,7); terhadap tekanan darah sistolik yang tinggi adalah 3,7 (95% CI: 0,4-38,5);terhadap kadar kolesterol LDL abnormal adalah 1,7 (95%CI: 0,4-6,5). Odds ratio untuk kadar kolesteroltotal, HDL dan trigliserida yang abnormal adalah 1,3 (95% CI: 0,4-6,5); 1,1 (95% CI: 0,4-3,2) and 1,2(95% CI: 0,5-3,1).Kesimpulan. Prevalensi hipertrigliserida diantara anak obes 45%. Lingkar pinggang atas 77,5 cm harus dipertimbangkansebagai prediktor faktor risiko penyakit kardiovaskular
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/688
10.14238/sp10.1.2008.18-23
SARI PEDIATRI; Vol 10, No 1 (2008); 18-23
Sari Pediatri; Vol 10, No 1 (2008); 18-23
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp10.1.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/688/623
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/38
2019-03-21T12:19:11Z
sari-pediatri:PNL
Profil Lipodistrofi dan Dislipidemia pada Pasien Prepubertas dengan HIV yang Mendapat Terapi ARV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Yuniarti, Yessi
Hendarto, Aryono
Kurniati, Nia
Gatot, Djajadiman
Gayatri, Pramita
Karyanti, Mulya Rahma
antiretroviral; dislipidemia; lipodistrofi; prepubertas
Latar belakang. Terapi antiretroviral (ARV) kombinasi telah berhasil menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien HIV, tetapi menimbulkan efek samping jangka panjang berupa sindrom lipodistrofi.Tujuan. Mengidentifikasi adanya lipodistrofi dan dislipidemia pada pasien prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV jangka panjang.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada 76 pasien HIV usia prepubertas di Poli Alergi Imunologi RSCM. Pemeriksaan klinis lipodistrofi dilakukan oleh tenaga klinis, tebal lipatan kulit (TLK) triceps dan subscapular, lingkar pinggang serta rasio lingkar pinggang-panggul. Data kadar CD4 awal, status gizi awal terdiagnosis, jenis terapi ARV, dan lama terapi ARV didapatkan dari rekam medis. Subyek juga dilakukan analisis diet, pemeriksaan profil lipid, dan gula darah puasa.Hasil. Subyek prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV yang mengalami lipodistrofi dan dislipidemia berturut-turut 47% dan 46%. Subyek lipodistrofi berupa lipohipertrofi 35%, lipoatrofi 5%, dan tipe campuran 7%. Mayoritas subyek lipodistrofi memiliki massa lemak tubuh, serta TLK triceps dan subscapular normal. Subyek lipohipertrofi dan tipe campuran seluruhnya memiliki rasio lingkar pinggang-panggul meningkat. Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan regimen ARV 2NRTI + PI meningkatkan risiko 6,9 kali untuk terjadinya dislipidemia (p=0,001 IK95%: 2,03-23,7) dibandingkan regimen 2NRTI+ NNRTI.Kesimpulan. Prevalensi lipodistrofi dan dislipidemia cukup tinggi pada pasien prepubertas dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV. Mayoritas subyek yang mengalami lipodistrofi memiliki massa lemak tubuh, TLK triceps dan subscapular yang normal.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/38
10.14238/sp18.1.2016.55-62
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 1 (2016); 55-62
Sari Pediatri; Vol 18, No 1 (2016); 55-62
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.1.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/38/30
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1066
2019-03-21T12:18:44Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Efektivitas antara Terapi Sinar Tunggal dengan dan Tanpa Kain Putih pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Hiperbilirubinemia
Djokomuljanto, Stanislaus
Rohsiswatmo, Rinawati
Hendarto, Aryono
bayi berat lahir rendah; kain satin putih; terapi sinar; hiperbilirubinemia
Latar belakang. Terapi sinar adalah terapi utama dalam penanganan hiperbilirubinemia. Meningkatkan intensitas sinar terapi sinar dengan menambahkan kain putih sebagai pemantul dapat meningkatkan efektifitas terapi sinar dan menurunkan kadar bilirubin serum lebih cepat.Tujuan. Membandingkan efektifitas terapi sinar tunggal dengan dan tanpa kain putih pada bayi berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia.Metode. Uji klinis acak terkontrol terbuka yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari bulan September sampai November 2012. Didapat 40 bayi berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia. Subjek dibagi dua kelompok secara random, yaitu kelompok terapi sinar dengan kain satin putih (kelompok intervensi, n=19) dan tanpa kain satin putih (kelompok kontrol, n=21).Tujuan utama adalah membandingkan perbedaan penurunan kadar bilirubin total dan indirek setelah 6 jam terapi sinar, lama penggunaan terapi sinar, dan efek samping dari terapi sinar.Hasil. Median (rentang) penurunan kadar bilirubin serum total setelah 6 jam terapi sinar 2,51 mg/dL (-0,61;5,18) pada kelompok intervensi dan 0,85 mg/dL (-1,67;5,50) kelompok kontrol, p=0,029. Sementara penurunan kadar bilirubin serum indirek setelah 6 jam terapi sinar 2,57 mg/dL (-0,42;5,63) pada kelompok intervensi dan 0,47 mg/dL (-1,63;6,00) kelompok kontrol, p=0,004.Penilaian secara Cox proportional hazard regression menunjukkan median dari penggunaan terapi sinar kelompok intervensi, yaitu 12 jam dan 28 jam pada kelompok kontrol. (perubahan chi-square 7,542; p=0,006; hazard ratio 0,565; IK95%: 0,197-0,762). Selama penelitian, tidak ditemukan efek samping hipertermia, diare, rashes, dan burns.Kesimpulan. Penggunaan kain satin putih meningkatkan efektifitas terapi sinar pada bayi berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia indirek tanpa efek samping.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2017-01-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1066
10.14238/sp18.3.2016.233-9
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 3 (2016); 233-9
Sari Pediatri; Vol 18, No 3 (2016); 233-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.3.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1066/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/467
2019-03-21T13:11:52Z
sari-pediatri:PNL
Ewing's Sarcoma Family Tumors pada ANak [Keganasan Kelompok Sarkoma Ewing] di RS Cipto Mangunkusumo
Sari, Teny Tjitra
Gatot, Djajadiman
Windiastuti, Endang
keganasan; sarkoma Ewing; anak
Latar belakang.Terapi multimodalitas pada Ewing’s sarcoma family tumors(keganasan kelompok sarkoma Ewing) telah banyak meningkatkan keberhasilan terapi. Guna menilai keberhasilan terapi diperlukan data mengenai luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing.Tujuan.Mengetahui gambaran klinis dan luaran pasien sarkoma Ewing yang dirawat di Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Metode.Studi deskriptif dilakukan pada pasien yang didiagnosis keganasan kelompok sarkoma Ewing di Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo, pada tahun 2000–2010. Terapi yang diberikan adalah kemoterapi, pembedahan, dan radioterapi. Hasil. Selama periode pengamatan sepuluh tahun dijumpai 26 pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing dari seluruh 2112 pasien keganasan anak. Usia berkisar 6 bulan – 13 tahun 1 bulan (median 8 tahun 3 bulan). Lokasi tersering adalah ekstremitas, tulang belakang, dan pelvis. Sebagian besar pasien (16 dari 26 pasien) datang dengan stadium lanjut. Kemoterapi terutama diberikan pada lokasi tumor aksial (12 dari 26 pasien), sedangkan pembedahan yang dilanjutkan kemoterapi dilakukan bila lokasi tumor berada di ekstremitas (4 dari 26 pasien). Pasien meninggal lebih banyak dengan lokasi tumor di aksial (9 pasien) dibanding ekstremitas (3 pasien). Jumlah pasien hidup lebih banyak yang berusia < 10 tahun dibanding umur yang lebih tua (6 berbanding 1). Residif terjadi pada dua pasien dengan jangka waktu 11 bulan.Kesimpulan. Luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing masih jauh dari memuaskan. Pasien meninggal lebih banyak daripada pasien hidup, terutama letak tumor di aksial. Sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut dan telah mengalami metastasis. Modalitas yang lebih intensif perlu diberikan untuk meningkatkan luaran pasien keganasan kelompok sarkoma Ewing.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/467
10.14238/sp13.2.2011.117-22
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 2 (2011); 117-22
Sari Pediatri; Vol 13, No 2 (2011); 117-22
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.2.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/467/405
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2158
2022-06-29T06:28:58Z
sari-pediatri:TPK
Pendekatan Tata Laksana Regurgitasi dan Gastro-esophageal Reflux
Hegar, Badriul
regurgitasi; gastroesophagela reflux; gastroesophagela reflux diseases; alarm sign
Regurgitasi seringkali menyebabkan keadaan tidak nyaman pada bayi dan orangtua. Pendekatan diagnosis dan terapi yang rasional diperlukan agar kualitas hidup bayi dan ibu tetap terjaga. Kriteria diagnosis regurgitasi berdasarkan Kriteria Rome IV. Deteksi alarm sign menjadi bagian pendekatan diagnosis regurgitasi atau gastroesophageal reflux (GER). Alarm signs dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) kemungkinan GER Diseases (GERD) dan kelainan anatomi atau (2) kemungkinan alergi protein susu sapi. Bayi menangis berkepanjangan, iritabel, dan rewel tidak dapat dipakai sebagai gejala satu-satunya untuk menegakkan diagnosis GERD. Beberapa pendekatan terapi direkomendasikan saat ini, yaitu (1) parental reassurance, (2) teknik pemberian minum, (3) thickening milk, (4) alternatif susu formula, (5) posisi bayi, dan (6) tidak memberikan obat. Pemberian small frequent feeding mungkin akan mengurangi frekuensi regurgitasi, tetapi juga akan meningkatkan frekuensi GER. Proton pump inhibitor (PPI) bukan prokinetik sehingga pemberian pada bayi yang mengalami regurgitasi adalah sikap yang tidak rasional. Bayi dengan regurgitasi disertai menangis berkepanjangan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk memberikan terapi PPI empiris.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2158
10.14238/sp24.1.2022.62-8
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 1 (2022); 62-8
Sari Pediatri; Vol 24, No 1 (2022); 62-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.1.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2158/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/828
2019-03-21T13:22:53Z
sari-pediatri:PNL
Vulvovaginitis pada anak
Pardede, Sudung O.
vulvovaginitis; spesific; nonspesifik; leukorhoe
Vulvovaginitis merupakan masalah ginekologi yang paling sering ditemukan pada anakdan remaja, tetapi umumnya masih kurang mendapat perhatian di kalangan dokterspesialis anak. Vulvovaginitis dapat disebabkan infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa,cacing, benda asing, trauma, reaksi alergi, atau merupakan bagian dari penyakit sistemik.Vulvovaginitis bakterialis dapat berupa vulvovaginitis non spesifik dan spesifik.Vulvovaginitis non spesifik biasanya terjadi pada pasien dengan higiene perineum yangburuk, dan vulvovaginitis bakterialis spesifik terutama disebabkan Gardnerella vaginalis.Pengeluaran sekret vagina sering merupakan gejala klinis yang membawa anak berobatke dokter. Gejala lain vulvovaginitis adalah pruritus, sering berkemih, disuria, atauenuresis. Dalam tata laksana vulvovaginitis, perlu diperhatikan higiene perineum, tidakmengenakan pakaian yang ketat, menggunakan sabun yang lunak, dan memelihara vulvatetap bersih, sejuk, dan kering. Pengobatan vulvovaginitis tergantung pada penyebabnya.Vulvovaginitis bakterialis dapat diterapi dengan antibiotik seperti amoksisilin atausefalosporin. Infeksi jamur diterapi dengan anti jamur imidazol, mikonazol, klotrimazol,dan nistatin. Vulvovaginitis trikomonads diterapi dengan metronidazol. Krim estrogentopikal atau salep polisporin dapat membantu.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/828
10.14238/sp8.1.2006.75-83
SARI PEDIATRI; Vol 8, No 1 (2006); 75-83
Sari Pediatri; Vol 8, No 1 (2006); 75-83
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp8.1.2006
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/828/763
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/195
2019-03-21T12:22:20Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Kadar N-Acetyl-ß-D-Glucosaminidase Urin pada Thalassemia ß Mayor Anak yang Mendapat Deferipron dan Deferasiroks
Rosifah, Diana
Hilmanto, Dany
Gurnida, Dida A
deferasiroks; deferipron; gangguan tubulus ginjal; N-acetyl-β-D-glucosaminida-se; thalassemia ß mayor
Latar belakang. Gangguan fungsi ginjal pasien thalassemia ß dapat terjadi pada tingkat glomerulus ataupun tubulus. Kelainan tubulus ginjal merupakan kelainan patologi yang lebih banyak dijumpai pada biopsi ginjal thalassemia ß. Saat ini, penggunaan kelasi besi oral pada pasien thalassemia lebih disukai karena tingkat kepatuhan yang lebih tinggi.Tujuan. Menganalisis perbandingan aktivitas N-acetyl-β-D-glucosaminidase (NAG) urin sebagai penanda disfungsi tubulus ginjal pada thalassemia ß mayor anak yang mendapat kelasi besi oral deferipron dan deferasiroks.Metode. Penelitian analitik dengan metode potong lintang dilakukan sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2013. Subjek terdiri atas anak usia 10-14 tahun dengan diagnosis klinis thalassemia ß mayor yang datang ke Poli Thalassemia Anak RS Dr. Hasan Sadikin Bandung yang mendapat deferipron atau deferasiroks. Pemeriksaan kadar NAG urin dilakukan pada saat kontrol. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney dan analisis kovarian dilakukan untuk menyingkirkan variabel perancu.Hasil. Subjek terdiri atas 36 anak, 18 kelompok deferipron dan 18 deferasiroks. Terdapat peningkatan rerata kadar NAG/kreatinin urin pada kedua kelompok (deferipron 20,1 (SB 13,4) nkat/mmol; deferasiroks: 23,4 (SB 17,8) nkat/mmol). Analisis komparasi menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara kadar NAG/kreatinin urin pada kedua kelompok (p=0,743). Analisis multivariabel untuk mengetahui peranan variabel perancu terhadap kadar NAG/kreatinin urin juga menunjukkan hasil yang tidak bermakna (p>0,05).Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar NAG/kreatinin urin sebagai penanda gangguan fungsi tubulus ginjal pada thalassemia ß mayor yang mendapat kelasi besi oral, meskipun tidak terdapat perbedaan antara kelompok deferasiroks dan deferipron.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/195
10.14238/sp16.3.2014.167-72
SARI PEDIATRI; Vol 16, No 3 (2014); 167-72
Sari Pediatri; Vol 16, No 3 (2014); 167-72
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp16.3.2014
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/195/55
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1402
2019-05-17T09:17:30Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Prognosis Sindrom Syok Dengue pada Anak
Satari, Hindra Irawan
Mardani, Rossy Agus
Gunardi, Hartono
anak; demam berdarah dengue; prognosis; syok
Latar belakang. Manifestasi klinis yang bervariasi, patogenesis yang kompleks, dan perbedaan serotipe virus membuat sulit memprediksi perjalanan penyakit dengue. Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang faktor prognosis terjadinya sindrom syok dengue (SSD), tetapi semuanya menggunakan pedoman World Health Organization (WHO) tahun 1997. Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor prognosis terjadinya SSD berdasarkan pedoman WHO tahun 2011.Metode. Studi retrospektif menggunakan data rekam medik pasien anak usia 0 sampai <18 tahun dengan diagnosis demam berdarah dengue (DBD), SSD dan expanded dengue syndrome (EDS) yang memenuhi kriteria WHO tahun 2011 di RSCM dari Januari 2013 sampai Desember 2016. Variabel independen, yaitu jenis kelamin, usia, status gizi, infeksi dengue sekunder, leukopenia, nyeri abdomen, perdarahan gastrointestinal, hepatomegali dan kebocoran plasma. Syok merupakan variabel dependen. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik. Hasil. Subyek yang memenuhi kriteria penelitian 145 pasien, 52 (35,8%) di antaranya mengalami SSD. Lima dari 52 pasien SSD mengalami syok selama perawatan di rumah sakit. Analisis bivariat yang menghasilkan faktor-faktor signifikan di antaranya, malnutrisi, gizi lebih dan obesitas, perdarahan gastrointestinal, hemokonsentrasi, asites, leukosit ≥5.000 mm3, ensefalopati, peningkatan enzim hati dan overload. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel hemokonsentrasi dan peningkatan enzim hati merupakan faktor prognosis SSD. Kesimpulan. Hemokonsentrasi dan peningkatan enzim hati merupakan faktor prognosis terjadinya SSD.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
2018-11-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1402
10.14238/sp20.3.2018.131-7
SARI PEDIATRI; Vol 20, No 3 (2018); 131-7
Sari Pediatri; Vol 20, No 3 (2018); 131-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp20.3.2018
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1402/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1402/142
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/590
2019-03-21T13:16:39Z
sari-pediatri:PNL
Osteosarkoma pada Anak di RS. Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta
Sihombing, Tumpal Y
Windiastuti, Endang
Gatot, Djajadiman
osteosarkoma; kemoterapi; neoajuvan; ajuvan
Latar belakang. Osteosarkoma merupakan tumor primer tulang yang paling sering dijumpai terutama pada remaja. Tata laksana osteosarkoma saat ini meliputi modalitas operasi dan kemoterapi yang diberikan pada preoperasi/neoajuvan maupun pasca operasi/adjuvan.Tujuan. Mengetahui karakteristik pasien osteosarkoma untuk membantu mengembangkan pengelolaan pasien anak dengan osteosarkoma di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.Metode. Penelitian retrospektif terhadap seluruh anak dengan osteosarkoma yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dari tahun 1998-2008. Data dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin, lokasi tumor, pemeriksaan penunjang, pemberian kemoterapi, metastasis, dan hasil akhir/outcome.Hasil. Ditemukan 23 kasus osteosarkoma, yang berusia 9-16 tahun. Kadar alkalin fosfatase (ALP) dan laktat dehidrogenase (LDH) diperiksa pada 22 pasien, 20 pasien dengan ALP tinggi dan 15 pasien LDH tinggi. Pada 22 pasien dilakukan kemoterapi, 15 neoadjuvan, 5 adjuvan dan 2 mendapat kombinasi kemoterapi neoajuvan dan ajuvan. Sepuluh pasien diamputasi, 4 meninggal. Pada 5 pasien dilakukan limb sparing. Pada akhir pengamatan terdapat 10 pasien hidup terdiri dari 2 pasien telah selesai pengobatan dan 8 pasien masih dalam pengobatan. Lima pasien dengan metastasis ke paru, satu di antaranya meninggal.Kesimpulan. Pada umumnya pasien datang dengan keadaan inoperable, meskipun demikian kemoterapi memberikan outcome yang lebih baik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/590
10.14238/sp11.3.2009.179-83
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 3 (2009); 179-83
Sari Pediatri; Vol 11, No 3 (2009); 179-83
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.3.2009
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/590/525
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/962
2019-03-21T13:30:05Z
sari-pediatri:PNL
Tata Laksana Kejang Demam pada Anak
Deliana, Melda
kejang; demam; antikonvulsan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhurektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara umur3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan traumapada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan setiaphari yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang demamberulang. Obat pencegahan kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan.Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang demam pertamamemberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegahkejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/962
10.14238/sp4.2.2002.59-62
SARI PEDIATRI; Vol 4, No 2 (2002); 59-62
Sari Pediatri; Vol 4, No 2 (2002); 59-62
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp4.2.2002
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/962/893
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/340
2019-03-21T12:24:36Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Timbulnya Inhibitor Faktor VIII pada Anak dengan Hemofilia A
Simatupang, Grace N.A.
Windiastuti, Endang
Oswari, Hanifah
hemofilia A; inhibitor faktor VIII; faktor risiko
Latar belakang. Proses timbulnya inhibitor bersifat multifaktorial, baik genetik maupun lingkungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui faktor risiko terbentuknya inhibitor, namun masih terdapat pendapat yang kontroversial. Di Indonesia, skrining inhibitor tidak rutin dilakukan karena keterbatasan biaya dan alat, sehingga diperlukan suatu penelitian yang dapat dijadikan acuan pemeriksaan inhibitor selektif.Tujuan. Mengetahui prevalensi , karakteristik klinis, dan faktor risiko timbulnya inhibitor pada anak dengan hemofilia A di Departemen IKA- RSCM.Metode. Uji potong lintang dilakukan pada anak usia ≤18 tahun di Pusat Hemofilia Terpadu IKA-RSCM. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Fisher. Analisis multivariat tidak dilakukan karena tidak memenuhi syarat.Hasil. Empatpuluh subjek penelitian, didapatkan prevalensi inhibitor 37,5% (15/40). Rentang usia subjek 10 (1,5-18) tahun, usia saat diagnosis hemofilia pertama kali ditegakkan 8 bulan, dan saat pertama kali mendapat terapi faktor VIII pada inhibitor positif 9 bulan. Hampir seluruh subjek (39/40) mendapat terapi konsentrat plasma, 11/15 subjek dengan inhibitor positif mendapat terapi pertama kali sebelum berusia 1 tahun, 14/15 subjek merupakan hemofilia berat, sebagian besar (12/15) mendapat manifestasi perdarahan sendi. Suku bangsa ibu, Jawa, lebih sering ditemukan pada inhibitor positif (8/15). Tidak ditemukan hasil yang bermakna secara statistik antara faktor risiko dengan timbulnya inhibitor.Kesimpulan. Prevalensi inhibitor 37,5%, inhibitor positif lebih sering ditemukan pada pasien hemofilia berat yang mendapat terapi pertama kali sebelum berusia 1 tahun. Penelitian kami tidak berhasil membuktikan faktor risiko bermakna untuk timbulnya inhibitor pada anak dengan hemofilia A.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/340
10.14238/sp14.5.2013.320-5
SARI PEDIATRI; Vol 14, No 5 (2013); 320-5
Sari Pediatri; Vol 14, No 5 (2013); 320-5
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp14.5.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/340/279
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1756
2021-01-04T09:36:18Z
sari-pediatri:PNL
Peran Kadar Feritin Serum dan Vitamin D Terhadap Keterlambatan Usia Tulang pada Anak Penyandang Talasemia Beta Mayor
Napitu, Karla Shinta
Idjradinata, Ponpon
Yuniati, Tetty
Feritin; vitamin D; talasemia beta mayor
Latar belakang. Anak penyandang talasemia beta mayor sering mengalami komplikasi kelainan tulang berupa gangguan maturasi tulang. Iron overload akibat transfusi darah berulang diketahui berkontribusi atas gangguan ini. Kadar vitamin D yang rendah juga sering ditemukan pada pasien talasemia beta mayor.Tujuan. Untuk mengetahui peranan kadar feritin serum dan vitamin D terhadap keterlambatan usia tulang.Metode. Observasi analitik korelasional rancangan potong lintang, pada anak usia 3-18 tahun dengan talasemia beta mayor. Dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum, vitamin D, dan usia tulang. Analisis multi variabel menggunakan regresi linier ganda. Hasil uji bermakna bila nilai p<0,05.Hasil. Subjek sebanyak 50 anak. Rerata kadar feritin serum dan vitamin D yaitu 3092 ng/mL dan 26 ng/mL. Usia tulang defisit pada 39 (78%) subjek. Persamaan regresi ganda defisit usia tulang (bulan) yaitu 32,872-25,675*log (kadar vitamin D) + 0,007*kadar feritin serum sedangkan regresi multipel linier yaitu 51%. Kadar feritin serum diatas 2610 ng/mL dapat memprediksi defisit usia tulang > 12 bulan.Kesimpulan. Korelasi positif kuat antara kadar feritin serum terhadap keterlambatan usia tulang (p<0,001 ; r=0,7)  dan korelasi negatif lemah antara vitamin D terhadap keterlambatan usia tulang (p=0,02 ; r=-0,3). Peranan feritin dan vitamin D terhadap keterlambatan usia tulang, yaitu sebesar 51%.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-12-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1756
10.14238/sp22.4.2020.224-9
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 4 (2020); 224-9
Sari Pediatri; Vol 22, No 4 (2020); 224-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.4.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1756/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1756/408
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/721
2019-03-21T13:18:10Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kadar Aspartat Aminotransferase (AST) dan Alanin Aminotransferase (ALT) Serum dengan Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue pada Anak
Darajat, Agus
Sekarwana, Nanan
Setiabudi, Djatnika
AST; ALT; spektrum klinis; infeksi virus dengue
Latar belakang. Infeksi dengue memiliki spektrum klinis yang luas, yaitu dapat asimtomatis maupunbermanifestasi klinis sebagai demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) maupun sindromsyok dengue (SSD). Pada infeksi dengue didapatkan peningkatan kadar aspartat aminotransferase (AST)dan alanin aminotransferase (ALT) serum. Kadar AST dan ALT serum diduga berperan sebagai indikatortingkat keparahan penyakit.Tujuan. Mengetahui hubungan kadar AST dan ALT serum dengan spektrum klinis infeksi dengue pada anak.Metode. Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan pada 1 Maret-30 April 2007di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Subjek penelitian kasus infeksi dengue,berusia < 14 tahun secara berurutan memenuhi kriteria klinis DD, DBD, dan SSD menurut WHO (1997)yang disertai bukti serologis infeksi dengue. Uji ANOVA digunakan untuk menilai hubungan kadar ASTdan ALT serum dengan spektrum klinis infeksi dengue pada anak. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilaip<0,05. Seluruh perhitungan statistik dikerjakan dengan piranti lunak SPSS versi 13,0 for Windows.Hasil. Terdapat 60 subjek penelitian terdiri dari 25 (41,7%) laki-laki dan 35 (58,3%) perempuan, denganusia termuda 6 bulan dan tertua 14 tahun. Berdasarkan spektrum klinis subjek terdiri dari kelompok DD17 (28,3%), DBD 21 (35%), dan SSD 22 (36,3%) anak. Nilai rerata AST pada DD 63,2±6,6, DBD267,5±116,1, SSD 1491,5±492,4. Nilai rerata ALT pada DD 29,4±2,4, DBD 78,0±25,3, SSD 435,0±122,1.Hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat hubungan kadar AST dan ALT serum dengan spektrum klinisinfeksi dengue pada anak (F=6,018; p=0,000).Kesimpulan. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST dan ALT serum, semakin beratderajat penyakitÂ
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/721
10.14238/sp9.5.2008.359-62
SARI PEDIATRI; Vol 9, No 5 (2008); 359-62
Sari Pediatri; Vol 9, No 5 (2008); 359-62
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp9.5.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/721/656
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/97
2019-03-21T12:20:31Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Keamanan dan Konversi Tuberkulin dari Vaksin BCG Strain Moskow dan Vaksin BCG Strain Pasteur pada Bayi
Purniti, Ni Putu Siadi
Bachtiar, Novilia Sjafri
Subanda, Ida Bagus
Setyorini, Ayu
Putra, Putu Junara
Gustawan, Wayan
Windiani, IGA Trisna
S, Julitasari
Sari, Rini Mulia
BCG; keamanan; konversi tuberkulin
Latar belakang. Pemberian vaksin BCG pada bayi masih menjadi kebijakan pemerintah Indonesia dan WHO.Tujuan. Membandingkan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG strain Moskow dengan strain Pasteur.Metode. Tergabung dalam penelitian ini 220 bayi 0-1 bulan, kelompok A menerima vaksin BCG strain Pasteur, dan kelompokB menerima strain Moskow dengan randomisasi tersamar tunggal. Reaksi lokal dan sistemik yang timbul diamati hingga 30 haripasca imunisasi. Uji tuberkulin dilakukan pada hari ke-90 pasca imunisasi, dengan pembacaan 48-72 jam kemudian.Hasil. Terdapat 205 anak berhasil menyelesaikan studi. Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada kedua kelompok,masing-masing 2 bayi, yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Tidak ditemukan kejadian ikutan pasca imunisasi serius karenavaksin BCG. Jumlah bayi yang mempunyai jaringan parut dan konversi tuberkulin tidak berbeda signifikan, p=0,578 dan p=0,205(p>0.05).Kesimpulan.Vaksin BCG strain Pasteur dan strain Moskow mempunyai profil keamanan dan konversi tuberkulin yang relatifsama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-08
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/97
10.14238/sp17.3.2015.169-74
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 3 (2015); 169-74
Sari Pediatri; Vol 17, No 3 (2015); 169-74
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.3.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/97/78
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/381
2019-03-21T12:15:32Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa SDN 03 Pondok Cina Depok Tahun 2015
Amany, Tazkya
Sekartini, Rini
status gizi; prestasi belajar; siswa
Latar belakang. Di Indonesia, kondisi status gizi anak usia sekolah tergolong buruk sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat indeks pembangunan manusia yang rendah. Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar.Tujuan. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa SDN 03 Pondok Cina.Metode. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2015 sampai dengan September 2016 dengan desain potong lintang analitik. Jumlah subjek penelitian 179 siswa. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran BB dan TB, pengisian kuesioner faktor sosiodemografi, dan pendataan nilai rapor. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square.Hasil. Berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar siswa memiliki status gizi normal (46,40%), obesitas (21,20%), gizi kurang (20,10%), dan gizi lebih (12,30%). Terdapat lebih banyak siswa dengan prestasi belajar yang rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia (50,80%), Matematika (53,60%), dan IPA (50,30%). status gizi (dibagi menjadi normal dan tidak normal) menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik dengan prestasi belajar Bahasa Indonesia (p=0,019) dan IPA (p=0,029).Kesimpulan. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dengan prestasi belajar Bahasa Indonesia dan IPA pada siswa SDN 03 Pondok Cina.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
SDN 03 Pondok Cina, Depok
2017-06-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/381
10.14238/sp18.6.2017.487-91
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 6 (2017); 487-91
Sari Pediatri; Vol 18, No 6 (2017); 487-91
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.6.2017
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/381/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/381/11
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/497
2019-03-21T12:27:47Z
sari-pediatri:PNL
Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tidur pada Anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Natalita, Christine
Sekartini, Rini
Poesponegoro, Hardiono
gangguan tidur; wrist actigraphy; SDSC; remaja
Latar belakang. Dampak gangguan tidur pada remaja adalah penurunan prestasi akademis di sekolah,meningkatkan kenakalan remaja dan meningkatkan angka pemakaian rokok. Deteksi dini gangguan tidurperlu dilakukan karena remaja jarang mengeluh dan mengganggapnya bukan suatu masalah yang serius.Pemeriksaan gangguan tidur menggunakan polysomnography mahal dan tidak praktis, sedangkan pemeriksaanwrist actigraphy sederhana tetapi belum tersedia di Indonesia. Skala gangguan tidur untuk anak atau sleepdisturbance scale for children (SDSC) praktis dan murah.Tujuan. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas SDSC terhadap pemeriksaan wrist actigraphy.Metode. Penelitian uji diagnostik dengan desain potong lintang selama bulan Juli-Oktober 2010. Muridyang memenuhi kriteria inklusi, dilakukan pemeriksaan wrist actigraphy dan pengisian kuisioner SDSCbersama orangtua.Hasil. Sebagian besar subjek berusia 14 tahun (50%). Rerata waktu subjek tidur adalah pukul 22:12, waktusubjek bangun pukul 05:55, dan total waktu tidur subjek 6 jam 47 menit. Terdapat 40 subjek (62,5%)yang menderita gangguan tidur menurut SDSC dengan jenis gangguan yang paling sering adalah gangguantransisi tidur-bangun (25%). Berdasarkan pemeriksaan wrist actigraphy terdapat 42 subjek (65,6%) yangmenderita gangguan tidur. Nilai diagnostik SDSC terhadap wrist actigraphy didapatkan sensitivitas 71,4%dan spesifisitas 54,5%. Nilai duga positif dan nilai duga negatif adalah 75% dan 50%.Kesimpulan. Sensitivitas dan spesifisitas SDSC terhadap pemeriksaan wrist actigraphy adalah 71,4% dan54,5%. Instrumen SDSC dapat digunakan sebagai alat skrining gangguan tidur pada remaja.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/497
10.14238/sp12.6.2011.365-72
SARI PEDIATRI; Vol 12, No 6 (2011); 365-72
Sari Pediatri; Vol 12, No 6 (2011); 365-72
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp12.6.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/497/434
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2204
2023-02-28T04:13:03Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Anak Usia Sekolah Dasar
Karenina, Nadia
Zulkarnain, Zulkarnain
Dimiati, Herlina
Nauval, Iflan
Murzalina, Cut
Status gizi; IMT; kualitas hidup; PedsQL
Latar belakang. Kualitas hidup merupakan persepsi individu mengenai berbagai hal yang dirasakan di berbagai aspek penting dalam hidupnya. Banyak faktor yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, salah satunya adalah status gizi. Sebagai penerus bangsa, status gizi anak harus menjadi perhatian agar kualitas hidup anak yang baik dapat tercapai.Tujuan. Untuk menilai hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup anak usia sekolah dasar di Kota Pariaman.Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Sebanyak 104 anak berusia 8-12 tahun berpartisipasi dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling. Kuesioner PedsQL digunakan untuk menilai kualitas hidup anak. Untuk menilai status gizi anak ditentukan berdasarkan IMT dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.Hasil. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (55,8%), usia 11-<12 tahun (28,8%) dengan mean usia adalah 10,13 tahun, riwayat lahir cukup bulan (74%), tinggal dengan kedua orang tua (95,2%) dan lingkar perut <25th (58,6%). Responden dengan status gizi normal didapatkan paling banyak, diikuti oleh overweight dan underweight. Sebagian besar kualitas hidup anak adalah baik di seluruh domain dengan kualitas paling baik berada pada domain fungsi fisik. Dari hasil uji Korelasi Spearman diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan IMT terhadap kualitas hidup anak di seluruh domain.Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup anak usia sekolah dasar di Kota Pariaman di seluruh domain. Hal ini tidak berarti bahwa dengan tidak memerhatikan status gizi anak maka tidak akan memengaruhi kualitas hidupnya. Hasil berbeda mungkin didapatkan tergantung faktor lain yang memengaruhi populasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-02-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2204
10.14238/sp24.5.2023.286-93
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 5 (2023); 286-93
Sari Pediatri; Vol 24, No 5 (2023); 286-93
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.5.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2204/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2204/738
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/861
2019-03-21T13:24:00Z
sari-pediatri:PNL
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Usia 4 – 12 Bulan di Kecamatan Matraman dan Sekitarnya, Jakarta Timur
Sekartini, Rini
oedjatmiko, oedjatmiko
Wawolumaya, Corry
Yuniar, Irene
Dewi, Rismala
Nycane, Nycane
D, Imam
N, Imam
Adam, Adam
Anemia; bayi; faktor-faktor
Latar belakang: prevalensi anemia defisiensi besi masih tinggi terutama pada bayi. Deteksidini terhadap anemia pada bayi terutama bayi dengan risiko tinggi sangat diperlukanuntuk mencapai tumbuh kembang optimal.Tujuan: untuk mengetahui prevalensi anemia defisiensi besi.Bahan dan cara metode: studi deskriptif belah lintang dilakukan di empat Puskesmasdi Jakarta Timur. Populasi sampel adalah bayi umur 4-12 bulan yang tinggal di wilayahKecamatan Matraman dan sekitarnya pada bulan Maret 2004. Sampling diambil denganmetode convenient, pengumpulan data dengan pengisian kuesioner oleh ibu bayi secaraterpimpin. Pengukuran di lakukan pada panjang badan, berat badan, lingkar kepalabayi. Pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan Hemocue®, sedangkan serum feritindiperiksa di laboratorium SEAMEO-TROPMED FKUI.Hasil: sampel terdiri dari 55 bayi, 63,6% laki-laki, 58,2% berumur 8-12 bulan, dan87,3% berasal dari keluarga dengan pendapatan per kapita per bulan rendah. Sebagianbesar berstatus gizi kurang (60%), 96,4% lahir cukup bulan, 3,6% bayi lahir denganberat badan rendah pemberian ASI ekslusif 94,5%. Diantara 55 bayi 38,2% mengalamianemia dan 71,4% bayi anemia tersebut menderita anemia defisiensi besi. Prevalensianemia defisiensi besi lebih besar pada bayi 8-12 bulan daripada bayi yang lebih muda,yaitu 73,3%.Kesimpulan: tidak didapatkan hubungan bermakna antara anemia defisiensi pada bayidengan jenis kelamin, umur, tingkat pendapatan orang tua, usia gestasi, berat lahir,pemberian ASI ekslusif, susu formula yang difortifikasi besi, dan makanan pendampingASI, serta infeksi yang diderita bayi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/861
10.14238/sp7.1.2005.2-8
SARI PEDIATRI; Vol 7, No 1 (2005); 2-8
Sari Pediatri; Vol 7, No 1 (2005); 2-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp7.1.2005
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/861/795
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/236
2019-03-21T12:21:36Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko yang Memengaruhi Kolonisasi Mikroflora Saluran Cerna Neonatus Kurang Bulan dengan Enterokolitis Nekrotikans
Sidauruk, Ratno Juniarto Marulitua
Amir, Idham
Kadim, Muzal
Said, Mardjanis
neonatus kurangbulan; enterokolitis nekrotikans; kolonisasi mikroflora
Latar belakang. Insiden enterokolitis nekrotikans (necrotizing enterocolitis,NEC) sekitar 1 per 1000 kelahiran hidup, dan 90% terjadi pada neonatus kurang bulan (NKB). Patofisiologi NEC belum jelas, salah satu penyebabnya diduga akibat kolonisasi mikroflora yang abnormal. Faktor risiko yang dapat memengaruhi kolonisasi mikroflora saluran cerna, yaitu cara persalinan, lama pemakaian antibiotik, dan tipe nutrisi.Tujuan. Mengetahui proporsi mikroflora pada NKB dengan dan tanpa NEC serta faktor risiko yang memengaruhi kolonisasi mikroflora saluran cerna NKB dengan NEC.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada NKB dengan NEC derajat II selama periode Maret-Oktober 2012. Dilakukan pemeriksaan tinja dengan quantitative realtime PCR untuk mendeteksi kolonisasi mikroflora B. lactis, L. acidophilus, Bifidobacterium sp., Lactobacillus sp., E. coli, C. difficile, dan K. pneumoniae.Hasil. Tigapuluh subjek NKB dengan NEC dan 10 subjek NKB tanpa NEC diikutsertakan dalam penelitian. Pada subjek NEC, K. pneumoniae terdeteksi dengan median proporsi 15,2%, Bifidobacterium sp. 13,4%, E. coli 1,0%, Lactobacillus sp. 0,1%, B. lactis 0,0%, C. difficile 0,0%, dan L. acidophilus 0,00% (0,0-1,8%). Pada subjek tanpa NEC, Bifidobacterium sp. terdeteksi dengan proporsi 29,5%, K. pneumoniae 0,9%, E. coli 0,3%, Lactobacillus sp. 2,3%, B. lactis 0,0%, C. difficile 0,0%, sedang L. acidophilus tidak terdeteksi. Tidak ditemukan perbedaan proporsi ketujuh mikroflora yang bermakna secara statistik pada NKB dengan NEC berdasarkan cara persalinan, lama mendapat antibiotik, dan tipe nutrisi (p>0,05).Kesimpulan. K.pneumoniae memiliki proporsi terbesar pada subjek NEC, sedangkan Bifidobacterium sp. pada subjek tanpa NEC. Cara persalinan, lama pemakaian antibiotik, dan tipe nutrisi tidak memengaruhi proporsi kolonisasi mikroflora saluran cerna subjek NEC.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/236
10.14238/sp15.6.2014.353-60
SARI PEDIATRI; Vol 15, No 6 (2014); 353-60
Sari Pediatri; Vol 15, No 6 (2014); 353-60
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp15.6.2014
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/236/183
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1177
2019-05-16T14:21:03Z
sari-pediatri:PNL
Kejadian Demam Neutropeni pada Leukemia Limfoblastik Akut Anak di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Agnes, Marshalla
Widjajanto, Pudjo Hagung
Damayanti, Wahyu
leukemia limfoblastik akut anak, demam neutropeni
Latar belakang. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan yang sering ditemukan pada anak dan remaja. Demam neutropeni (DN) merupakan kedaruratan medik pada LLA yang sering menyebabkan kematian.Tujuan. Mengetahui angka kejadian dan kematian DN pada LLA anak selama terapi fase induksi.Metode. Penelitian deskriptif dengan disain potong lintang. Subjek adalah pasien LLA anak pada kurun Januari 2013 hingga Desember 2015, usia 1 bulan hingga 18 tahun dan tengah menjalani terapi fase induksi. Neutropeni ditegakkan dengan jumlah neutrofil absolut <1.500/mmk. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling.Hasil. Terdapat 246 kasus LLA baru pada kurun waktu penelitian, 115 (46,7%) mengalami DN selama fase induksi. Kematian terjadi pada 15/115 (13%) kasus, 9/15 (60%) berhubungan dengan DN (sepsis, syok sepsis), sisanya karena sebab lainnya (sindrom lisis tumor, herniasi dan infiltrasi mening). Analisis pada kasus yang rekam mediknya selama fase induksi lengkap (59/115 atau 51,3%) menunjukkan 50/59 (84%) subjek mengalami satu kali kejadian DN, sisanya 9/59 (16%) mengalaminya 2-3 kali. Median terjadinya DN kali pertama setelah diagnosis adalah 8 hari (0-62 hari). Median durasi DN 7 hari (3-23).Kesimpulan. Kejadian demam neutropeni selama fase induksi masih tinggi dan merupakan penyebab kematian yang paling utama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
-
2019-05-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1177
10.14238/sp20.6.2019.360-5
SARI PEDIATRI; Vol 20, No 6 (2019); 360-5
Sari Pediatri; Vol 20, No 6 (2019); 360-5
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp20.6.2019
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1177/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/622
2019-03-21T13:17:33Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik dan Kesintasan Neuroblastoma pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Garniasih, R. Dina
Windiastuti, Endang
Gatot, Djajadiman
neuroblastoma; karakteristik; kesintasan
Latar belakang. Neuroblastoma merupakan salah satu penyakit keganasan yang sering terjadi pada anak yang memiliki spektrum klinis serta perjalanan penyakit yang sangat bervariasi, mulai dari regresi secara spontan hingga penyebaran secara menyeluruh.Tujuan. Untuk mengetahui karakteristik, tata laksana, luaran, dan kesintasan neuroblastoma pada anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.Metode. Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada semua anak dengan neuroblastoma yang berobat/dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dalam kurun waktu Januari 2000 sampai Desember 2007.Hasil. Didapatkan 62 pasien baru neuroblastoma, terdiri dari 36 (58%) laki-laki dan 26 (42%) perempuan. Usia terbanyak pada saat diagnosis adalah 1-<5 tahun, (56%). Demam (74%) dan pucat (74%) merupakan keluhan tersering pada pasien neuroblastoma diikuti dengan lemah (68%), nafsu makan menurun (63%), proptosis (47%), masa di dalam abdomen (44%), dan limfadenopati (35%). Sebagian besar pasien datang dalam stadium yang lanjut, yaitu stadium 3 dan 4 (72%). Jumlah pasien yang mengalami event (meninggal) 23 (37%), lost to follow up 23 (37%), dan hidup 16 (26%). Penyebab kematian tersering adalah sepsis (44%), diikuti oleh penyebab kematian lainnya yaitu perdarahan (30%), infiltrasi ke susunan saraf pusat (22%), dan infiltrasi ke mediastinum (4%). Hasil analisis kesintasan berdasarkan pelbagai karakteristik klinis dan laboratoris dengan metode Kaplan-Meier dan uji log-rank menunjukkan bahwa baik usia maupun stadium tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam kesintasan.Kesimpulan. Usia terbanyak pada saat diagnosis adalah 1-<5 tahun. Keluhan tersering adalah demam dan pucat. Penyebab kematian tersering adalah sepsis. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kesintasan baik berdasarkan usia maupun stadium penyakit.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/622
10.14238/sp11.1.2009.39-46
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 1 (2009); 39-46
Sari Pediatri; Vol 11, No 1 (2009); 39-46
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.1.2009
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/622/557
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/997
2019-03-21T13:30:56Z
sari-pediatri:TPK
Leptospirosis
Setadi, Bobby
Setiawan, Andi
Effendi, Daniel
Hadinegoro, Sri Rezeki S
demam akut; ikterus; penisilin
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi dari spesiesLeptospira, famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales yang patogen, bermanifestasi sebagaidemam akut. Infeksi pada manusia pada umumnya disebabkan oleh roden (misalnyatikus), kadang-kadang babi dan anjing. Organisme ini hidup di air sehingga air merupakansarana penular pada munasia. Sebagian besar kasus leptospirosis akan sembuh sempurna,walaupun sekitar sepuluh persen diantaranya dapat bersifat fatal. Mortalitas meningkatapabila didapatkan gejala ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan. Diagnosis ditegakkanberdasarkan gejala klinis, diagnosis pasti apabila ditemukan organisme dalam darah atauurin pada pemeriksaan dark-groun microscope, biakan darah dan urin, uji aglutinasi,serta imunoglobuln.. Antibiotik golongan penisilin dapat diberikan untuk pengobatanleptospirosis. Perawatan diperlukan apabila terdapat komplikasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/997
10.14238/sp3.3.2001.163-7
SARI PEDIATRI; Vol 3, No 3 (2001); 163-7
Sari Pediatri; Vol 3, No 3 (2001); 163-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp3.3.2001
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/997/927
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/375
2019-03-21T12:27:30Z
sari-pediatri:PNL
Metode Pemeriksaan Kualitas General move ments Meningkatkan Nilai Prediksi Ultrasono grafi Kepala untuk Memprediksi Perkembangan Bayi Kurang Bulan dari Ibu Preeklamsia Berat
Rochmah, Nur
Suryawan, Ahmad
BN, Moersintowarti
Saharso, Darto
Indarso, Fatimah
status perkembangan; ultrasonografi kepala; general movements; nilai prediksi
Latar belakang. Kelahiran kurang bulan dan preeklamsia berat merupakan faktor risiko penyimpangan perkembangan. Deteksi dini perkembangan sangat penting. Hal tersebut memberi peluang intervensi awal dengan hasil optimal. Pemeriksaan ultrasonografi kepala mempunyai keterbatasan dalam memprediksi outcome perkembangan bayi kurang bulan. Pemeriksaan general movementslebih murah dan dapat digunakan di negara berkembang dengan sarana diagnostik yang terbatas. Penambahan pemeriksaan kualitas general movementsdapat meningkatkan nilai prediksi dibandingkan dengan pemeriksaan ultrasonografi kepala saja. Tujuan. Melakukan analisis nilai prediksi ultrasonografi kepala, pemeriksaan general movements,dan kombinasi keduanya untuk memprediksi status perkembangan bayi kurang bulan.Metode. Studi longitudinal diagnostik, dilakukan di RS Dr Soetomo Surabaya pada bulan Desember 2009 sampai Juni 2010. Pemeriksaan ultrasonografi kepala dilakukan pada usia 2 minggu pertama, general movementspada usia 52 minggu gestasi, dan status perkembangan dievaluasi dengan Denver II pada usia 4 bulan usia koreksi. Data dianalisis menggunakan SPSS 12.0. Persetujuan kelaikan etik dikeluarkan oleh RS Dr Soetomo, Surabaya. Hasil.Delapan belas bayi kurang bulan (<37 minggu gestasi) mengikuti penelitian.mempunyai nilai sensitivitas (SN), spesivisitas (SP), nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), dan likelyhood ratio(LR) ultrasonografi kepala (0,2;1,0;1,0;1;0,50;5,0), sedangkan general movements (0,90;0,75;0,82;0,86;3,60). Kombinasi kedua pemeriksaan tersebut mempunyai nilai prediksi (0,80;0,50;0,67;0,67;1,60). Kesimpulan.Penambahan pemeriksaan kualitas general movementsdapat meningkatkan sensitivitas outcomeperkembangan bayi kurang bulan dibandingkan hanya pemeriksaan ultrasonografi kepala saja.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/375
10.14238/sp14.1.2012.14-8
SARI PEDIATRI; Vol 14, No 1 (2012); 14-8
Sari Pediatri; Vol 14, No 1 (2012); 14-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp14.1.2012
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/375/311
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1857
2022-01-03T09:28:13Z
sari-pediatri:TPK
Bullying: Fenomena Gunung Es di Dunia Pendidikan
Dhamayanti, Meita
anak; bullying; emosi; fisik; remaja
Bullying merupakan masalah universal yang dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan fisik dan emosional pada anak-anak dan remaja. Masalah bullying saat ini menjadi sorotan karena dapat memengaruhi kualitas hidup anak dan remaja secara signifikan, serta memiliki implikasi jangka panjang terhadap proses adaptasi saat mereka dewasa. Bullying di Indonesia sudah memasuki tahap memprihatinkan karena cukup banyak orang yang menganggap bahwa bullying yang dialami atau yang dilakukan sebagi tindakan yang wajar. Untuk itu tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis anak harus memahami jenis, dampak bullying pada kesehatan fisik dan mental, deteksi dini, tata laksana, dan pencegahan bullying, serta peran dokter anak pada perilaku bullying.Bullying merupakan masalah universal yang dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan fisik dan emosional pada anak dan remaja. Masalah bullying saat ini menjadi sorotan karena dapat memengaruhi kualitas hidup anak dan remaja secara signifikan, serta memiliki implikasi jangka panjang terhadap proses adaptasi saat mereka dewasa. Bullying di Indonesia sudah memasuki tahap memprihatinkan karena cukup banyak orang menganggap bahwa bullying yang dialami atau dilakukan sebagi tindakan yang wajar. Untuk itu tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis anak harus memahami jenis, dampak bullying pada kesehatan fisik dan mental, deteksi dini, tata laksana, dan pencegahan bullying, serta peran dokter anak pada perilaku bullying.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-06-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1857
10.14238/sp23.1.2021.67-74
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 1 (2021); 67-74
Sari Pediatri; Vol 23, No 1 (2021); 67-74
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.1.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1857/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1857/478
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/753
2019-03-21T13:21:01Z
sari-pediatri:PNL
Larutan Glukosa Oral Sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda
Devaera, Yoga
Gunardi, Hartono
Budiman, Imam
glukosa oral; analgesik; bayi baru lahir; PIPP
Latar belakang. Penanganan nyeri pada bayi baru lahir masih belum menjadi perhatian. Larutan manis dapatdigunakan untuk mengurangi nyeri. Premature infant pain profile (PIPP) merupakan salah satu skala nyeriyang telah divalidasi.Tujuan Penelitian. Mengetahui efek pemberian 0,5 mL larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelumtindakan terhadap skala PIPP saat pengambilan darah tumit bayi baru lahir.Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda pada bayi baru lahir bugar yang perlupengambilan sampel darah melalui tumit di RSCM. Skala PIPP dilakukan oleh dua penilai secara tersamarberdasarkan rekaman video.Hasil. Tujuh puluh tiga bayi terbagi dalam kelompok intervensi (n=37) dan kontrol (n=35). Rerata nilai skalaPIPP kelompok intervensi lebih rendah dibanding kelompok kontrol oleh kedua penilai, yaitu berturut-turut (4,5± 3,1) dan (6,3 ± 4) dibanding (6 ± 3,1) dan (8,4 ± 4,5) (p < 0,05). Koefisien Kappa antar dua penilai ialah 0,726.Kesimpulan. Pemberian 0,5 mL larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelum pengambilan darah melaluitumit bayi baru lahir dapat mengurangi nyeri.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/753
10.14238/sp9.2.2007.127-31
SARI PEDIATRI; Vol 9, No 2 (2007); 127-31
Sari Pediatri; Vol 9, No 2 (2007); 127-31
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp9.2.2007
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/753/688
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/130
2019-03-21T12:21:05Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Mikroflora Usus pada Bayi Baru Lahir dengan Jenis Persalinan
Hontong, Mira Febriani
Warouw, Sarah M
Manoppo, Jeanette I. Ch.
Salendu, Praevilia
bifidobacterium; lactobacillus; clostridium; mikroflora usus
Latar belakang.Mikroflora saluran cerna pada awal kehidupan berperan penting untuk respon imun dan dapat dipengaruhi oleh jenis persalinan.Tujuan. Mengetahui hubungan antara jumlah koloni mikroflora usus Bifidobacterium, Lactobacillus, Clostridium, pada bayi baru lahir denganjenis persalinan.Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang terhadap semua bayi aterm sehat yang lahir pervaginam dan seksiosesarea dari bulan Oktober 2013–November 2013 di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou,Manado. Dilakukan pemeriksaan tinja dengan quantitative realtime polymerase chain reaction (PCR-RT) untuk mendeteksi kolonisasi mikrofloraBifidobacterium, Lactobacillus, dan Clostridium. Pengolahan data dengan uji Mann-Whitney.Hasil. Dua puluh lima subjek bayi lahir pervaginam dan 25 subjek bayi lahir secara seksio. Terdapat perbedaan bermakna jumlah koloni Bifidobacteriumpada persalinan pervaginam (median 2,19 x 109 CFU/g) dibandingkan seksio sesarea (median 1,55 x 109 CFU/g) (p<0,001). Median koloni Lactobacilluspada persalinan pervaginam 3,40 x 109 CFU/g tidak berbeda bermakna dengan seksio sesarea 3,51 x 109 CFU/g (p=0,362). Median koloni Clostridiumpada persalinan pervaginam 1,12x 109 CFU/g juga tidak berbeda bermakna dengan seksio sesarea 1,04 x 109 CFU/g (p=0,961).Kesimpulan. Persalinan pervaginam kolonisasi mikroflora Bifidobacterium lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea. Tidak terdapat perbedaanbermakna kolonisasi mikroflora Lactobacillus dan Clostridium pada persalinan pervaginam dan seksio sesarea
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-08
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/130
10.14238/sp17.1.2015.25-8
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 1 (2015); 25-8
Sari Pediatri; Vol 17, No 1 (2015); 25-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.1.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/130/125
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1185
2019-03-21T12:16:21Z
sari-pediatri:PNL
Profil Manifestasi Klinis dan Laboratoris Pasien Dengue Bayi yang Menjalani Rawat Inap di RSUP. DR. Hasan Sadikin Bandung
Handayani, Indri
Indrati, Agnes Rengga
Alam, Anggraini
dengue bayi; profil klinis; profil laboratorium
Latar belakang. Dibanding pada anak dan dewasa, kejadian infeksi virus dengue pada bayi meningkat tiap tahun dengan derajat keparahan yang cepat. Jumlah penelitian mengenai manifestasi klinis maupun laboratoris pada pasien infeksi dengue bayi masih kurang terpublikasi.Tujuan. Untuk menggambarkan manifestasi klinis dan laboratoris pasien infeksi dengue bayi di RSUP DR.Hasan Sadikin tahun 2011-2016.Metode. Penelitian dengan desain observasional deskriptif kuantitatif. Mengambil data manifestasi klinis dan laboratoris selama rawat inap. Hasil. Sampel 62 bayi, termuda berusia 2 bulan. Manifestasi terbanyak adalah ptekie, feses cair, hepatomegali, batuk pilek, muntah efusi pleura dan pendarahan intra abdomen. Dua pasien tidak mengalami demam. Saat nadir, trombositopenia terjadi pada 98,3% pasien. Rerata terendah hemoglobin 9,12 g/dL, hematokrit 26,7%, dan leukosit 8898 /mm3. Terjadi gangguan fungsi hati dari data peningkatan SGPT pada 62,9% pasien dan SGOT pada 88,8% pasien.Kesimpulan. Usia terbanyak adalah rentang umur 4-6 bulan dengan manifestasi paling sering adalah demam, beberapa pasien langsung mengalami manifestasi pendarahan tanpa mengalami demam. Pada EDS manifestasi paling sering yaitu kejang dan penurunan kesadaran. Mayoritas pasien memiliki kadar Hb rendah, trombositopenia dan abnormalitas fungsi hati.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2018-01-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1185
10.14238/sp19.3.2017.119-26
SARI PEDIATRI; Vol 19, No 3 (2017); 119-26
Sari Pediatri; Vol 19, No 3 (2017); 119-26
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp19.3.2017
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1185/pdf
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/534
2019-03-21T13:14:19Z
sari-pediatri:PNL
Penggunaan Acute Illness Observation Scale (AIOS) sebagai Prediktor Infeksi Serius pada Anak 3-36 Bulan dengan Demam
Pratiwi, A.A.A. Putu Indah
Nagrani, Dimple V.
Balfast, Yusuf
Tumbelaka, Alan R.
Nurhamzah, Waldi
acute illness observation scale; serious bacterial infection; fever without source
Latar belakang. Anak dengan infeksi bakterial serius seringkali tidak menunjukkan gejala khas sehinggasulit dibedakan dengan infeksi ringan. Instrumen tunggal untuk mendiagnosis demam belum ditemukannamun beberapa skala sudah digunakan secara luas untuk memprediksi infeksi bakterial serius pada anak.Acute illness observation scale (AIOS) adalah salah satu skala observasi yang sering digunakan. Skala AIOSsederhana, mudah, dan tidak invasif. Penelitian sebelumnya menunjukkan AIOS memiliki nilai diagnostikyang baik.Tujuan. Mengetahui nilai diagnostik AIOS dalam memprediksi penyakit infeksi bakterial serius pada anakusia 3-36 bulan dengan demam.Metode. Uji diagnostik dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, RSUP Fatmawati,dan RSAB Harapan Kita, pada bulan Maret sampai dengan Mei 2010. Subjek adalah anak usia 3-36 bulandengan demam ô€¤7 hari.Hasil. Terdapat 270 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian dan 256 subjek di antaranya dapat dianalisis.Sebagian besar subjek berusia 3-12 bulan. Infeksi serius ditemukan pada 62 subjek dengan diagnosispneumonia sebagai diagnosis tersering. Skor AIOS >10 memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif(NDP), nilai duga negatif (NDN), rasio kemungkinan positif (RKP), dan rasio kemungkinan negatif (RKN)berturut-turut 58,06%, 94,33%,76,6%; 87,56%; 10,24; dan 0,44 untuk memprediksi infeksi serius padaanak 3-36 bulan dengan demam. Ditemukan titik potong baru yaitu skor AIOS >8 dengan sensitivitas,spesifisitas, NDP, NDN, RKP, dan RKN 69,35%; 90,2%; 69,35%; 90,2%; 7,08; dan 0,34.Kesimpulan. Skor AIOS >10 dapat digunakan untuk memprediksi infeksi serius pada anak 3-36 bulan.Ditemukan nilai titik potong baru, yaitu skor AIOS >8 yang memiliki nilai diagnostik lebih baik dari AIOS>10 namun diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan titik potong tersebut
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-23
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/534
10.14238/sp12.2.2010.116-23
SARI PEDIATRI; Vol 12, No 2 (2010); 116-23
Sari Pediatri; Vol 12, No 2 (2010); 116-23
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp12.2.2010
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/534/470
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2262
2023-09-04T02:55:40Z
sari-pediatri:PNL
Pengetahuan dan Sikap Orang Tua Mengenai Buku Kesehatan Ibu dan Anak terhadap Perilaku Pemanfaatannya
Luana, Debora Octo
Rohmawati, Lili
Dalimunthe, Wisman
Kaban, Sri Melinda
buku; orang tua; pengetahuan; perilaku
Latar belakang. Ibu dan anak merupakan kelompok rentan dalam keluarga dan sekitarnya sehingga perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Buku Kesehatan Ibu dan Anak berperan sebagai alat deteksi dini gangguan kesehatan ibu dan anak, serta sebagai alat komunikasi yang memberikan informasi dan penyuluhan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk rujukan dan standar pelayanan, gizi, imunisasi, dan tumbuh kembang balita kepada ibu, keluarga, dan masyarakat. Pemanfaatan buku ini terkendala oleh pengetahuan dan sikap orang tua yang rendah.Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap orang tua mengenai Buku Kesehatan Ibu dan Anak terhadap perilaku pemanfaatannya.Metode. Penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang yang menggunakan data primer kuesioner di Puskesmas Padang Bulan, Padang Bulan Selayang II, dan Darussalam.Hasil. Dari 90 sampel penelitian memiliki tingkat pengetahuan baik (57,8%), dan cukup (42,2%). Tingkat sikap adalah baik (97,8%), dan cukup (2,2%). Perilaku pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak adalah tidak memanfaatkan (73,3%) dan memanfaatkan (26,7%). Berdasarkan analisis bivariat menggunakan chi-square, hubungan pengetahuan orang tua (p=0,019) dan sikap orang tua (p=1) terhadap perilaku pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kesimpulan. Lebih banyak orang tua yang tidak memanfaatkan Buku Kesehatan Ibu dan Anak daripada yang memanfaatkannya. Pengetahuan dan sikap orang tua mengenai Buku Kesehatan Ibu dan Anak adalah baik. Terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua mengenai Buku Kesehatan Ibu dan Anak terhadap perilaku pemanfaatannya, tetapi tidak terdapat hubungan antara sikap orang tua mengenai Buku Kesehatan Ibu dan Anak terhadap perilaku pemanfaatannya.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-08-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2262
10.14238/sp25.2.2023.75-9
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 2 (2023); 75-9
Sari Pediatri; Vol 25, No 2 (2023); 75-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.2.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2262/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/896
2019-03-21T13:25:15Z
sari-pediatri:PNL
Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten
Rahayuningsih, Sri Endah
Sumarna, Nono
Firman, Armijn
Sinaga, Yunita
duktus arteriosus persisten; prematur; ibuprofen
Duktus arteriosus persisten (DAP) adalah penyakit jantung bawaan yang terjadi pada 9-12 % dari seluruh pasien penyakit jantung bawaan. Insidens DAP lebih tinggi pada bayiprematur, keadaan ini berhubungan dengan maturitas bayi. Penutupan duktus arteriosuspersisten pada bayi prematur tidak selalu memerlukan terapi bedah, tetapi dapat denganpemberian indometasin dan ibuprofen. Penelitian penelitian yang telah dilakukanmenunjukkan bahwa ibuprofen mempunyai efek samping obat lebih sedikit dibandingkandengan indometasin, sehingga ibuprofen dapat digunakan sebagai terapi DAP pada bayiprematur
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/896
10.14238/sp6.2.2004.71-4
SARI PEDIATRI; Vol 6, No 2 (2004); 71-4
Sari Pediatri; Vol 6, No 2 (2004); 71-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp6.2.2004
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/896/829
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/270
2019-03-21T12:24:56Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Refrakter Trombosit pada Anak
Purba, Jonliberti
Mulatsih, Sri
Nurani, Neti
Triyono, Teguh
refrakter trombosit; faktor risiko; anak
Latar belakang. Transfusi trombosit sering dilakukan pada pasien anak. Namun transfusi trombosit memiliki risiko terhadap pasien dan menambah biaya perawatan, sehingga perlu dievaluasi.Tujuan. Menilai faktor risiko klinis yakni sepsis, splenomegali, DIC, perdarahan berat dan riwayat transfusi trombosit terhadap kejadian refrakter trombosit.Metode. Penelitian kasus kontrol untuk menilai faktor risiko terjadinya refrakter trombosit seperti sepsis, DIC, splenomegali, perdarahan berat, dan riwayat transfusi trombosit.Hasil. Selama periode Agustus 2010 sampai September 2011 terdapat 1403 kasus transfusi dari keseluruhan kasus tersebut ditentukan 86 kejadian refrakter dan 86 nonrefrakter. Analisis bivariat mendapatkan sepsis [OR 5,91 (2,90-12,05), p=0,000], splenomegali [OR 2,82 (1,32-6,04.12), p=0,006] perdarahan berat [OR 8,41(4,19-16,871), p=0.000], DIC [OR 2,96 (6,73-78,35), p=0,000] riwayat transfusi trombosit [OR 5,33(2,78-10,23), p=0,000] meningkatkan risiko refrakter trombosit. Pada analisis multivariat sepsis (OR 2,96 [95%IK; 1,19-7,32], p=0,019), splenomegali (OR 3,94 [IK 95%;2,21-16,00], p=0,000), perdarahan berat (OR 3,53 [IK 95%; 1,40-8,89], p = 0.008), DIC (OR 5,54 [IK 95%; 1,29-22,75], p=0,021) dan riwayat transfusi trombosit(OR 2,84 [IK 95%; 2,74-9,77], p=0,001) merupakan faktor risiko independen terjadinya refrakter pada anak.Kesimpulan. Sepsis, splenomegali, perdarahan berat, DIC dan riwayat transfusi trombosit merupakan faktor risiko terjadinya refrakter trombosit pada pasien anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/270
10.14238/sp15.3.2013.190-4
SARI PEDIATRI; Vol 15, No 3 (2013); 190-4
Sari Pediatri; Vol 15, No 3 (2013); 190-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp15.3.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/270/215
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1489
2019-11-28T14:36:54Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi Kadar Feritin dengan Profil Lipid pada Penyandang Talasemia Beta Mayor Anak
Rahmani, Mutiara
Reniarti, Lelani
Rusmil, Kusnandi
Feritin, Profil Lipid, Talasemia Beta Mayor, Anak
Latar belakang. Talasemia beta mayor merupakan penyakit genetik dengan gangguan sintesis rantai globin yang menimbulkan eritopoiesis tidak efektif sehingga membutuhkan transfusi darah rutin. Terapi tersebut menyebabkan kelebihan besi di berbagai organ termasuk di hati dan pankreas yang memengaruhi enzim hepatik lipase yang mengatur regulasi metabolisme lipid. Tujuan. Mengetahui korelasi kadar feritin dengan profil lipid pada penyandang talasemia beta mayor anak. Metode. Penelitian observasional analitik dengan rancang potong lintang, dilaksanakan November - Desember 2018. Subjek adalah penyandang talasemia beta mayor di Rumah Sakit Hasan Sadikin, secara consecutive sampling. Dilakukan pemeriksaan serum feritin, trigliserida, kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Uji statistik menggunakan uji korelasi rank Spearman dengan kemaknaan nilai p<0,05.Hasil. Terdapat sampel sebanyak 40 penderita talasemia beta mayor, 20 perempuan dan 20 laki-laki. Rerata serum feritin 4328,2 mcg/L, kolesterol total 93,78 mg/dl, HDL 20,65 mg/dl, LDL 52,95 mg/dl, dan trigliserida 154,95mg/dl. Tidak didapatkan korelasi antara feritin dengan kolesterol total dan LDL (p>0,05). Terdapat korelasi antara kadar feritin terhadap kadar serum kolesterol HDL dan trigliserida (r= -0,349, p=0,029 dan r= 0,460, p=0,003). Kesimpulan. Terdapat korelasi negatif antara kadar feritin terhadap kolesterol HDL dan korelasi positif terhadap trigliserida. Semakin tinggi feritin, semakin rendah HDL, semakin tinggi trigliserida.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2019-11-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1489
10.14238/sp21.3.2019.189-94
SARI PEDIATRI; Vol 21, No 3 (2019); 189-94
Sari Pediatri; Vol 21, No 3 (2019); 189-94
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp21.3.2019
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1489/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1489/210
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/656
2019-03-21T13:18:43Z
sari-pediatri:PNL
Gambaran Klinis dan Radiologis pada Pasien dengan Uji Mantoux Positif di Bangsal Rawat Inap Anak RSUD Tangerang
Mahdi, Haridini Intan S.
Setyanto, Darmawan B.
Ifran, Evita B.
uji Mantoux; tuberkulosis anak; foto radiologi paru
Latar belakang. Tuberkulosis pada anak mempunyai permasalahan yang berbeda dengan orang dewasa karena terdapat berbagai permasalahan dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis adalah dengan uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, serologi, darah tepi, dan histopatologik.Tujuan. Mengetahui gambaran klinis dan radiologis anak dengan uji Mantoux positif.Metode. Studi deskriptif di ruang rawat inap anak RSUD Tangerang selama Juni-September 2007.Hasil. Penelitian ini mendapatkan 59 pasien dengan uji Mantoux positif dari 150 pasien yang dilakukan uji Mantoux. Gambaran radiologis dada AP/lateral sebagai berikut: 40 limfadenopati, 25 kelainan parenkim, 14 penebalan pleura, 5 efusi pleura, kavitas dan kalsifikasi masing-masing 1 kasus. Gejala sistemik berupa demam tidak tinggi dan lebih dari 2 minggu didapatkan pada 19 dari 59 anak, malaise (47 dari 59 anak), berat badan turun/sulit naik (53 dari 59 anak), anoreksia (51 dari 59 anak). Batuk lebih dari 2 minggu (20 dari 59 anak) kemungkinan karena tuberkulosis, sedang sesak napas (14 dari 59). Pembesaran kelenjar getah bening merupakan gejala yang tidak khas pada tuberkulosis anak (6 dari 59 anak).Kesimpulan. Indeks tuberkulin pada penelitian ini adalah 59 dari 150 pasien (40%), gambaran radiologis anak dengan uji Mantoux positif bervariasi, sedangkan gejala klinis dapat overlap dengan penyakit primer yang sedang diderita subjek.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/656
10.14238/sp10.4.2008.250-4
SARI PEDIATRI; Vol 10, No 4 (2008); 250-4
Sari Pediatri; Vol 10, No 4 (2008); 250-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp10.4.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/656/591
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1245
2019-03-21T12:11:29Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Kadar Alpha 1 Antitrypsin Feses Berdasarkan Tingkat Keparahan Diare Akut pada Anak
Fitriyana, Fitriyana
Jurnalis, Yusri Dianne
Yerizel, Eti
tingkat keparahan diare akut,;kadar alpha 1 anttitrypsin feses; anak
Latar belakang. Diare dapat menyebabkan kekurangan gizi, gangguan pertumbuhan dan gangguan kognitif. Gangguan gizi dapat terjadi karena asupan makanan yang kurang, atau kehilangan langsung karena kerusakan mukosa usus. Kehilangan protein melalui saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar alpha 1 antitrypsin feses. Tujuan. Menilai perbedaan kadar alpha 1 antitrypsin feses berdasarkan tingkat keparahan diare akut pada anak.Metode. Penelitian cross sectional dari Januari-Juli 2017. Penelitian dilakukan di RSUP Dr M Djamil dan RS Yos Sudarso Padang. Tingkat keparahan diare dinilai menggunakan Vesikari clinical severity scoring system. Kadar alpha 1 antitrypsin feses diperiksa dengan cara ELISA. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis.Hasil. Dari 60 subjek penelitian, rerata kadar alpha 1 antitrypsin adalah 202,32 ± 131,96 mg/dL. Kadar alpha 1 antirypsin feses pada kelompok tingkat keparahan diare ringan didapatkan 123,6 (87-295,1) mg/dL. Pada kelompok tingkat keparahan diare sedang 166,4 (23,8-332,9) mg/dL dan kelompok tingkat keparahan diare berat 268,6 (25,5-511,9) mg/dL. Uji analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan kadar alpha 1 antitrypsin feses yang signifikan pada setiap tingkat keparahan diare dengan nilai p=0,003.Kesimpulan. Terdapat peningkatan kadar alpha 1 anitripsin feses yang bermakna sesuai dengan tingkat keparahan diare.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2018-04-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1245
10.14238/sp19.5.2018.267-72
SARI PEDIATRI; Vol 19, No 5 (2018); 267-72
Sari Pediatri; Vol 19, No 5 (2018); 267-72
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp19.5.2018
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1245/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/48
2019-03-21T12:18:57Z
sari-pediatri:PNL
Status Besi Bayi Sehat 8 – 10 Bulan Setelah Pemberian Vitamin C 75 mg pada Saat Makan
Kahayana, Harancang Pandih
Susanto, J C
Tamam, Moedrik
anemia defisiensi besi; hepsidin; bayi sehat; serumbesi; feritin; TIBC
Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah salah satu masalah kesehatan gizi utama di dunia. Prevalensi anemia pada anak balita di negara berkembang sekitar 40%-45%. Manifestasi klinis ADB yang paling serius adalah gangguan fungsi otak jangka panjang. Vitamin C merupakan nutrien yang mempunyai peranan penting dalam absorbsi besi non hem dan bekerja optimal bila dikonsumsi bersamaan pada jam makan. Efektivitas absorbsi tersebut ditunjukan dengan perbaikan status besi (hemoglobin, serum besi, feritin, TIBC, dan kadar hepsidin).Tujuan. Menilai pengaruh pemberian vitamin C 75 mg saat makan selama 2 bulan pada bayi sehat usia 8 - 10 bulan terhadap status besi.Metode. Penelitian randomised control trial, dilakukan di Puskesmas Bulu Lor Semarang. Pengambilan sampel darah pada 60 bayi sehat yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan plesebo. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan hemoglogin (Hb), serum besi, TIBC, ferritin, dan hepsidin. Data diuji dengan Kolmogorov smirnov, uji t-berpasangan jika distribusi data normal atau MannWhitney jika distribusi data tidak normal.Hasil. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara Hb di awal dan di akhir penelitian pada dua kelompok (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna pada kadar serum besi dan feritin di awal dan akhir penelitian pada serum besi dan feritin pada kelompok intervensi (p<0,05).Kesimpulan.Pemberian vitamin C 75 mg pada saat makan dapat mempertahankan kadar Hb dan meningkatkan kadar serum besidan feritin.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-21
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/48
10.14238/sp18.2.2016.122-8
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 2 (2016); 122-8
Sari Pediatri; Vol 18, No 2 (2016); 122-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.2.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/48/383
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2397
2023-12-18T08:58:41Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Kadar C-Reactive Protein Pasien Tuberkulosis Paru dan Ekstra Paru pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Kariadi Semarang
Anam, Moh Syarofil
Mexitalia, Maria
hsCRP; tuberkulosis; paru
Latar belakang. Tuberkulosis pada anak dapat mengenai paru dan di luar paru. C-Reactive protein merupakan penanda inflamasi yang digunakan dalam klinis dan telah diketahui kadarnya meningkat pada pasien tuberkulosis anak.Tujuan. Menganalisis perbedaan kadar C-Reactive protein pada pasien tuberkulosis paru dan ekstra paru anak.Metode. Penelitian belah lintang menggunakan data rekam medis pasien tuberkulosis anak usia 0-18 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang periode Januari 2019 – Desember 2020. Data yang dikumpulkan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kadar C-Reactive protein, penyakit komorbid dan kualitas penegakan diagnosis. Kriteria inklusi pasien tuberkulosis anak usia 0-18 tahun, kriteria eksklusi data tidak lengkap. Analisis data menggunakan komputer.Hasil. Dari 221 kasus tuberkulosis, 50 subyek dilakukan analisis dengan distribusi tuberkulosis paru 21/50 dan tuberkulosis ekstra paru 29/50 kasus. Terdapat perbedaan usia (p=0,019), berat badan (p=0,008), tinggi badan (p=0,011), penyakit komorbid (0,001) antar kelompok. Tidak didapatkan perbedaan pada Jenis kelamin, status gizi, tes tuberkulin, bakteriologis, dan kualitas penegakan diagnosis. Median kadar C-Reactive protein pasien TB paru 0,23 (0,01-12,91) mg/L dan tuberkulosis ekstra paru 2,6 (0,05-32,15) (p=0,006). Kesimpulan. Kadar C-Reactive protein pasien tuberkulosis ekstra paru lebih tinggi dibandingkan dengan tuberkulosis paru pada anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-12-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2397
10.14238/sp25.4.2023.215-20
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 4 (2023); 215-20
Sari Pediatri; Vol 25, No 4 (2023); 215-20
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.4.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2397/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2397/820
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/919
2019-03-21T13:26:08Z
sari-pediatri:TPK
Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas
Lailani, Dini
Hakimi, Hakimi
pertumbuhan fisik; hormon pertumbuhan; insulin-like growth factors
Anak yang mengalami obesitas pada usia pra pubertas memiliki tinggi badan di atasrata-rata anak seusianya. Penelitian mengenai hal ini menunjukkan bahwa anakmengalami masa pacu tumbuh yang lebih awal namun saat proses pertumbuhan hampirselesai kecepatan tersebut akan berkurang relatif dibandingkan anak normal, sehinggatinggi badan akhir anak saat dewasa tetap sama dengan rata-rata tinggi badan orangtuanya atau bahkan lebih pendek bila dibandingkan dengan anak yang tidak mengalamiobesitas pada masa pertumbuhannya. Dijumpai abnormalitas pada hormon yang berperandalam pertumbuhan linier pada anak yang mengalami obesitas yaitu pada aksis GHIGF,hormon seks steroid, dan glukokortikoid.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/919
10.14238/sp5.3.2003.99-102
SARI PEDIATRI; Vol 5, No 3 (2003); 99-102
Sari Pediatri; Vol 5, No 3 (2003); 99-102
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp5.3.2003
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/919/852
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/294
2019-03-21T12:20:14Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Kadar Seng dalam Serum dengan Fungsi Eksekutif pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Wiguna, Tjhin
Amir, Nurmiati
Kusumawardhani, Agung
GPPH; seng serum; fungsi eksekutif
Latar belakang. Belum ada hubungan yang jelas antara kadar seng serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.Tujuan. Mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, anak non-GPPH, serta mendapatkan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif.Metode. Penelitian potong-lintang yang disertai dengan kelompok kontrol. Dari dua sekolah dasar di Jakarta, secara acak diambil 90 anak sebagai subjek penelitian yang terbagi dalam 3 kelompok, yaitu anak GPPH dengan gangguan (n=30) dan tanpa gangguan (n=30) fungsi eksekutif, serta non-GPPH (n=30). Kadar seng serum diperiksa dengan metode ICP-MS di Laboratorium Prodia Jakarta. Fungsi eksekutif didapatkan melalui kuesioner BRIEF versi Bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.Hasil. Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Kadar seng tidak normal terdapat pada 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif. Rerata serum seng pada kelompok anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, serta non-GPPH berturut-turut 59,40, 55,36, dan 52,93 μg/dL. Tidak dijumpai perbedaan rerata seng di antara tiga kelompok tersebut (p=0,119). Koefisien korelasi antara kadar seng serum dengan fungsi eksekutif adalah r=0,128.Kesimpulan. Kadar seng serum diduga tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, tetapi lebih berhubungan dengan gejala klinis GPPH yang menyerupai beberapa gejala gangguan fungsi eksekutif
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-10-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/294
10.14238/sp17.4.2015.285-91
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 4 (2015); 285-91
Sari Pediatri; Vol 17, No 4 (2015); 285-91
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.4.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/294/238
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1730
2020-05-25T08:12:40Z
sari-pediatri:PNL
Nilai Prediktif Persepsi Maternal Terhadap Status Nutrisi Anak Usia 0-2 Tahun
Pratiwi, Putu Satya
Mayasari, Ni Made Chandra
Ariastuti, Ni Luh Putu
Sidiartha, I Gusti Lanang
nilai prediktif, status nutrisi, antropometri
Latar belakang. Ibu merupakan subjek pertama yang mengenali permasalahan kesehatan anak sehingga persepsi maternal yang baik terkait permasalahan gizi anak, memungkinkan identifikasi dini dan tatalaksana yang sesuai.Tujuan. Studi ini bermaksud untuk menilai sejauh mana ketepatan persepsi ibu akan keadaan malnutrisi pada anak.Metode. Penelitian ini merupakan studi potong-lintang analitik yang melibatkan sebanyak 84 ibu yang memiliki anak berusia 0 hingga 2 tahun di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan.Hasil. Rerata usia ibu adalah 28,27 tahun, sebanyak 55,9% merupakan lulusan SMA/sederajat, dan 65,5% tidak bekerja. Rerata usia anak adalah 7,98 bulan, 57,1% anak laki-laki. Prevalensi anak dengan status gizi kurang, gizi lebih dan stunting masing-masing sebesar 8,3%, 9,5% dan 7,1%. Nilai prediktif positif dan negatif persepsi ibu terhadap status nutrisi anak gizi kurang, gizi lebih, dan stunting berturut-turut adalah 25%, 20%, 0% dan 93,4%, 94,9% dan 92,1%.Kesimpulan. Persepsi ibu dalam mengeksklusi gangguan nutrisional pada anak lebih bisa diyakini oleh klinisi, dibandingkan dalam mengidentifikasi. Inadekuasi persepsi ibu dalam mengidentifikasi kejadian malnutrisi masih cukup jamak, menyebabkan pentingnya partisipasi aktif dari penyedia layanan kesehatan dalam mengidentifikasi dan menangani malnutrisi pada anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-05-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1730
10.14238/sp21.6.2020.352-7
SARI PEDIATRI; Vol 21, No 6 (2020); 352-7
Sari Pediatri; Vol 21, No 6 (2020); 352-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp21.6.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1730/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1730/384
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/679
2019-03-21T13:19:15Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kadar Seng (Zn) dan Memori Jangka Pendek pada Anak Sekolah Dasar
Huwae, Frans J.
Bahtera, Tjipta
Sakti, Hastaning
Seng; memori jangka pendek; anak sekolah dasar
Latar belakang. Seng (Zn) berperan dalam proses regulasi pelepasan neurotransmitter, termasuk mekanisme N- methyl D aspartat (NMDA) yang akan membentuk memori.Tujuan. Untuk mengetahui hubungan kadar seng dengan memori jangka pendek pada anak kelas 1 sekolah dasar.Metode. Penelitian observasional eksploratif analitik terhadap murid kelas satu Sekolah Dasar di Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Purwodadi, dipilih secara acak pada bulan Juli 2004. Kriteria eksklusi apabila dijumpai anak dengan riwayat kelainan kongenital, menderita epilepsi, kelainan pada salah satu indra, gangguan fungsi motorik pada ekstremitas atas, mendapat pengobatan fenobarbital dan phenytoin jangka panjang, sedang batuk, pilek, atau panas. Sampel diambil dari rambut untuk pemeriksaan seng (Zn) di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, kadar Hb, feritin, dan kalsium plasma diperiksa di Laboratorium GAKY RS Dr. Kariadi, Semarang. Pemeriksaan memori menggunakan digit span forward, digit span backward, dan picture search.Hasil. Subjek penelitian adalah 111 anak kelas satu sekolah dasar terdiri 70 anak laki-laki (63,1%) dan 41 anak perempuan (36,9%). Terdapat hubungan sangat bermakna derajat kuat antara seng rambut dengan skor digit-span forward (p=0,002), backward (p=0,001), dan skor picture search (p=0,003). Kadar seng, Hb, dan ferritin plasma secara bersama-sama mempengaruhi memori jangka pendek sebesar 38–54%.Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara kadar seng (Zn) dengan memori jangka pendek pada anak sekolah dasar.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/679
10.14238/sp10.2.2008.106-9
SARI PEDIATRI; Vol 10, No 2 (2008); 106-9
Sari Pediatri; Vol 10, No 2 (2008); 106-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp10.2.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/679/614
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/4
2019-03-21T12:19:11Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Lahir dari Ibu Diabetes Melitus
Biade, Dio
Wibowo, Tunjung
Wandita, Setya
Haksari, Ekawaty L.
Julia, Madarina
bayi baru lahir; ibu diabetes melitus; hiperbilirubinemia
Latar belakang. Bayi yang lahir dari ibu diabetes melitus (IDM) memiliki risiko lebih tinggi mengalami berbagai morbiditas pada masa neonatus. Metabolisme bilirubin merupakan salah satu sistem yang mungkin terganggu.Tujuan. Mengetahui faktor risiko hiperbilirubinemia pada bayi IDM dan hubungannya dengan faktor risiko hiperbilirubinemia yang lain.Metode. Studi kohort retrospektif pada 71 IDM dan 71 bayi ibu tidak diabetes melitus (ITDM) yang lahir di RSUP Dr.Sardjito antara Januari 2007 - Desember 2014. Data diperoleh dari register neonatal-perinatal WHO-SEARO.Hasil. Risiko hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi IDM dibandingkan ITDM (42% vs 17%) (RR 2,5 IK95%: 1,4-4,5). Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa risiko dipengaruhi oleh usia kehamilan, berat lahir, polisitemia, dan inisiasi menyusu dini. Sepsis meningkatkan risiko pada IDM (RR 11,5 IK95%: 3,7-36,0), sedangkan inisiasi menyusu dini merupakan faktor pencegah (RR 0,6, IK95%: 0,3-0,9).Kesimpulan. Ibu diabetes melitus meningkatkan risiko hiperbilirubinemia pada masa neonatus. Risiko ini dipengaruhi oleh berat lahir, usia kehamilan, kondisi sepsis, dan inisiasi menyusu dini.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/4
10.14238/sp18.1.2016.6-11
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 1 (2016); 6-11
Sari Pediatri; Vol 18, No 1 (2016); 6-11
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.1.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/4/25
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/167
2019-03-21T12:18:44Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Prognosis Derajat Keparahan Infeksi Dengue
Yulianto, Arie
Laksono, Ida Safitri
Juffrie, Mohammad
infeksi dengue; warning signs; faktor prognosis
Latar belakang. Infeksi virus dengue (IVD) bersifat akut dan dinamis, perjalanan klinisnya terkadang sulit diprediksi sehingga berakibat keterlambatan pengelolaan. Maka perlu diteliti parameter klinis dan laboratoris di fase kritis / defervescence untuk memprediksi derajat keparahan infeksi dengue.Tujuan. Mengetahui parameter klinis dan laboratoris sebagai faktor prognosis derajat keparahan infeksi dengue.Metode. Penelitian kohort retrospektif, menggunakan data rekam medik pasien anak IVD yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari Januari 2014 – Desember 2015. Faktor prognosis yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, tanda klinis warning signs, serta laboratorium. Kriteria eksklusi adalah adanya penyakit hematologi dan penyakit jantung bawaan. Analisis statistik denganmetode regresi logistik.Hasil. Di antara 188 pasien yang memenuhi kriteria penelitian, 56 (30%) didiagnosis demam dengue (DD), 58 (31%) demam berdarah dengue derajat 1 – 2 (DBD), dan 74 (39%) sindrom syok dengue (SSD). Analisis multivariat menunjukkan nyeri perut (OR 5,06, IK 95%: 1,72;14,87), hepatomegali >2 cm (OR 7,57, IK 95%: 2,86;20,02), hematokrit >45% (OR 5,10, IK 95%: 1,74;14,95), dan trombosit ≤50.000/uL (OR 17,80, IK 95%: 3,78;83,80) merupakan faktor prognosis independen derajat keparahan infeksi dengueKesimpulan. Nyeri perut, hepatomegali >2 cm, hematokrit >45% dan trombosit ≤50.000/uL di fase defervescence merupakan faktor prognosis independen terjadinya infeksi dengue yang lebih berat (DBD dan SSD).
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2017-01-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/167
10.14238/sp18.3.2016.198-203
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 3 (2016); 198-203
Sari Pediatri; Vol 18, No 3 (2016); 198-203
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.3.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/167/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/465
2019-03-21T13:11:52Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Myocardial Performance Index-Tissue Doplpler Imaging Ventrikel Kanan pada Bayi Kurang Bulan dan Bayi Cukup Bulan
Nopita, Ineu
Rachmadi, Dedi
Rahayuningsih, Sri Endah
bayi cukup bulan; bayi kurang bulan; myocardial performance index-tissue doppler imaging
Latar belakang.Bayi kurang bulan merupakan masalah di negara maju maupun negara berkembang. Pada bayi kurang bulan tahanan vaskular paru masih tinggi, sehingga tekanan di ventrikel kanan tinggi. Pengukuran fungsi ventrikel kanan sulit dilakukan dengan ekokardiografi standar karena bentuk geometri ventrikel kanan yang berbentuk “bulan sabit†dan trabekuler yang kasar.Myocardial performance index tissue doppler imaging (MPI-TDI) adalah cara pengukuran fungsi ventrikel kanan yang baru dikembangkan, merupakan penilaian fungsi ventrikel kanan pada fetus, anak, dan dewasa dengan berbagai penyakit jantung. Tujuan.Menilai apakah MPI-TDI pada bayi cukup bulan lebih tinggi dibandingkan dengan kurang bulan dan bagaimana korelasi antara MPI-TDI dan usia kehamilan.Metode.Penelitian dilakukan terhadap 36 bayi (17 bayi kurang bulan dan 19 bayi cukup bulan), berusia kehamilan 33–42 minggu, yang menjalani pemeriksaan MPI-TDI dengan menggunakan ekokardiografi, di Instalasi Pelayanan Jantung RS Dr. Hasan Sadikin periode Juli–Oktober 2010 dengan rancangan potong lintang. Analisis statistik yang digunakan adalah one wayANOVA untuk menilai perbedaan MPI-TDI bayi cukup bulan dan kurang bulan serta uji korelasi rankSpearman untuk menilai korelasi antara MPI-TDI dan usia kehamilan dengan kemaknaan hasil uji bila didapatkan p<0,05.Hasil.Didapatkan rerata MPI-TDI untuk bayi usia kehamilan <34 minggu adalah 0,31 (0,03), bayi usia kehamilan 34–36 minggu 0,32 (0,03) dan bayi usia kehamilan >37 minggu adalah 0,30 (0,03) (p=0,03). Nilai korelasi antara MPI-TDI dan usia kehamilan adalah (0,24) dengan nilai p=0,378. Kesimpulan.Didapatkan perbedaan MPI-TDI ventrikel kanan antara bayi kurang bulan dan cukup bulan. Tidak ada korelasi antara MPI TDI dan usia kehamilan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/465
10.14238/sp13.2.2011.105-10
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 2 (2011); 105-10
Sari Pediatri; Vol 13, No 2 (2011); 105-10
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.2.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/465/403
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1920
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Kadar Oksidan pada Leukemia Limfoblastik Akut Fase Induksi
Anggraeni, Dewi
Sjakti, Hikari Ambara
Medise, Bernie Endyarni
vitamin E; kadar oksidan; leukemia limfoblastik akut
Latar belakang. Penderita leukemia limfoblastik akut (LLA) akan mengalami perubahan status oksidan dan antioksidan sejak awal diagnosis dan selama kemoterapi. Vitamin E merupakan antikarsinogenik dan berperan mencegah kerusakan oksidatif pada struktur sel dan jaringan lewat reaksi pemecahan radikal bebas. Tujuan. Mengetahui pengaruh vitamin E terhadap kadar oksidan, kadar enzim transaminase, dan insiden demam neutropenia pada LLA saat awal dan selesai kemoterapi fase induksi. Metode. Uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan kelompok vitamin E dengan kelompok plasebo pada penderita LLA saat awal dan selesai kemoterapi fase induksi pada bulan Juni-November 2019 di poliklinik Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Kiara. Hasil. Terdapat peningkatan kadar median MDA saat awal fase induksi dan terjadi penurunan MDA secara bermakna saat selesai fase induksi pada kelompok plasebo. Terdapat peningkatan median enzim transaminase (AST dan ALT) saat awal fase induksi dan terjadi penurunan delta median AST secara bermakna saat selesai fase induksi pada kelompok plasebo. Insiden demam neutropenia (per episode) ditemukan hampir sama pada kelompok vitamin E dan kelompok plasebo. Kesimpulan. Vitamin E tidak terbukti secara bermakna memperbaiki kadar MDA, enzim transaminase, dan insiden demam neutropenia pada penderita LLA fase induksi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1920
10.14238/sp23.6.2022.402-8
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 402-8
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 402-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1920/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/819
2019-03-21T13:22:09Z
sari-pediatri:PNL
Pengenalan Acquired Immunodeficiency Syndrome pada Pasien Anak Ditinjau dari Bidang Kedokteran Gigi Anak
Octiara, Essie
Cahyati, Miftakhul
Aulia, Virmala Indah
HIV; pasien anak; infeksi rongga mulut
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakityang disebabkan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). 1 Di dunia pada tahun2002 sebanyak 3,2 juta anak telah terinfeksi HIV. Penularan HIV/AIDS pada anakdapat terjadi antara lain melalui tranfusi darah serta oleh ibu yang terinfeksi kepada bayiyang dikandungnya. Manifestasi pada rongga mulut merupakan salah satu gejala yangpertama kali timbul dan paling dapat dipercaya akan adanya infeksi HIV pada anak, danhal ini penting dalam mendiagnosis awal infeksi HIV serta dalam memberikan upayaintervensi dini. Manifestasi oral pada pasien anak dengan infeksi HIV berupa infeksijamur, virus, bakteri, neoplasma ataupun lesi idiopatik. Peran dokter gigi anak dalampreventif kesehatan mulut bagi pasien anak HIV antara lain melakukan supervisi semuapemberian makanan dengan botol, managemen medikasi yang kariogenik, sertamelakukan sealant dan pemberian fluor secara sistemik dan topikal.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/819
10.14238/sp8.3.2006.231-7
SARI PEDIATRI; Vol 8, No 3 (2006); 231-7
Sari Pediatri; Vol 8, No 3 (2006); 231-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp8.3.2006
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/819/754
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/186
2019-03-21T12:22:33Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Perubahan Kadar Total Antioksidan Serum pada Penderita Tuberkulosis Paru Anak
Zakiyyah, Eki Rakhmah
Gurnida, Dida A
Kartasasmita, Cissy B
tuberkulosis paru anak; total antioksidan serum; suplementasi; vitamin C
Latar belakang. Pada penderita tuberkulosis (TB) paru, terjadi peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan kebutuhan antioksidan meningkat sehingga terjadi penurunan kadar antioksidan serum. Pemberian vitamin C dapat meningkatkan kadar total antioksidan serum.Tujuan. Mengetahui pengaruh vitamin C terhadap kadar total antioksidan serum pada penderita TB paru.Metode. Penelitian uji klinis samar tunggal acak terkontrol dilaksanakan bulan April-Juli 2013. Tigapuluh orang penderita TB paru yang baru didiagnosis dilibatkan, berusia 1-14 tahun. Penelitian dilakukan di poli anak Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dan RSUD Cibabat, Dibagi 2 kelompok, yaitu mendapat vitamin C dan plasebo, dilakukan selama 2 minggu. Pemeriksaan kadar total antioksidan serum dilakukan sebelum dan sesudah pemberian vitamin C dan plasebo. Perhitungan statistik dengan analisis varian two-way ANOVA digunakan untuk menganalisis perubahan kadar total antioksidan serum berdasarkan waktu (faktor A), pengaruh perlakuan (faktor B), dan interaksi di antara keduanya.Hasil. Subjek terdiri dari 22 anak laki-laki dan 8 perempuan. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan asupan gizi pada kedua kelompok. Terdapat perbedaan bermakna pada perubahan kadar total antioksidan serum berdasarkan waktu (p=0,01) dan interaksi antara perubahan kadar total antioksidan serum berdasarkan waktu dengan perlakuan (p=0,01).Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan pemberian vitamin C bermanfaat dalam meningkatkan kadar total antioksidan serum pada penderita TB paru
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/186
10.14238/sp16.2.2014.110-4
SARI PEDIATRI; Vol 16, No 2 (2014); 110-4
Sari Pediatri; Vol 16, No 2 (2014); 110-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp16.2.2014
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/186/46
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1366
2019-05-10T09:07:48Z
sari-pediatri:PNL
Dampak Penggunaan Gawai Terhadap Perkembangan Anak
Fajariyah, Siti Nurul
Suryawan, Ahmad
Atika, Atika
gawai; perkembangan anak; KPSP
Latar belakang. Gawai adalah salah satu perkembangan teknologi yang digunakan secara merata pada semua kalangan usia, termasuk anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Penggunaan gawai pada anak balita menyebabkan anak kurang tertarik untuk berinteraksi dengan lingkungannya atau bermain dengan teman sebaya sehingga mengganggu proses perkembangan secara alami. Tujuan. Mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan perkembangan anak usia 24-60 bulan.Metode. Penelitian analitik observasional dengan pendekatan crosssectional dilakukan pada anak usia 24-60 bulan di Kelurahan Simomulyo Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Intensitas penggunaan gawai diukur menggunakan kuesioner penilitian sedangkan perkembangan anak diukur dengan melakukan pemeriksaan perkembangan menggunakan formulir KPSP. Analisis dilakukan dengan uji korelasi Spearman.Hasil. Terdapat 66 anak yang ikut serta dalam penelitian. Anak-anak dengan intensitas penggunaan gawai rendah menunjukkan hasil pemeriksaan perkembangan sesuai, sedangkan intensitas penggunaan gawai tinggi menunjukkan hasil pemeriksaan meragukan. Terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan perkembangan anak usia 24-60 bulan (p=0,000), dengan kekuatan sedang dan arah hubungan positif (koefisien korelasi = 0,521)Kesimpulan. Intensitas penggunaan gawai yang tinggi dapat mempengaruhi proses perkembangan anak usia 24-60 bulan, dibutuhkan peran aktif orang tua dan tenaga kesehatan dalam memantau dan mendukung perkembangan anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2018-10-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1366
10.14238/sp20.2.2018.101-5
SARI PEDIATRI; Vol 20, No 2 (2018); 101-5
Sari Pediatri; Vol 20, No 2 (2018); 101-5
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp20.2.2018
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1366/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1366/119
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/580
2019-03-21T13:16:24Z
sari-pediatri:PNL
Profil Antioksidan dan Oksidan Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut pada Kemoterapi Fase Induksi ( Studi Pendahuluan)
Kamima, Kirana
Gatot, Djajadiman
Hadinegoro, Sri Rezeki S.
leukemia limfoblastik akut; stres oksidatif; antioksidan; malondialdehid
Latar belakang. Telah diketahui bahwa sel kanker dan obat kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut(LLA) melepaskan radikal bebas. Berakibat akan terjadi stres oksidatif apabila kadar oksidan meningkat danantioksidan menurun, ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehid (MDA).Tujuan. Mengetahui profil antioksidan dan oksidan pasien LLA sebelum dan sesudah mendapat kemoterapifase induksi.Metode. Penelitian uji potong lintang pada pasien LLA yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan AnakFKUI-RSCM sejak bulan Januari sampai Juni 2009. Kadar antioksidan (ô€…-karoten, vitamin C, dan vitaminE plasma) serta kadar oksidan (MDA plasma) diperiksa sebelum kemoterapi, dan setelah kemoterapi mingguke-3 dan minggu ke-6.Hasil. Empat belas kasus baru LLA diikutsertakan dalam penelitian. Dijumpai kadar MDA pada tiga kalipemeriksaan meningkat. Kadar MDA pada LLA high risk (HR) meningkat setelah kemoterapi dibandingkansebelum kemoterapi. Kadar MDA pada LLA standard risk (SR) menurun setelah kemoterapi dibandingkansebelum kemoterapi. Sebelum kemoterapi kadar rerata vitamin C normal, vitamin E rendah, ô€…-karoten rendahdan setelah minggu ke-3 kemoterapi kadar vitamin C tetap normal, namun terdapat penurunan kadar vitaminE dan ô€…-karoten. Pada subjek dengan efek samping kemoterapi yang ditunjukkan dengan peningkatan enzimtransaminase dan neutropenia, terjadi penurunan kadar ô€…-karoten dan vitamin E serta MDA yang tinggi.Kesimpulan. Stres oksidatif terjadi sebelum kemoterapi karena radikal bebas yang dilepaskan sel kankerdan tetap berlangsung saat pemberian kemoterapi. Stres oksidatif pada LLA HR lebih berat dibandingkanLLA SR. Adanya kadar MDA tinggi dan vitamin antioksidan rendah mempermudah terjadi efek sampingkemoterapi
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-23
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/580
10.14238/sp11.4.2009.282-88
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 4 (2009); 282-88
Sari Pediatri; Vol 11, No 4 (2009); 282-88
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.4.2009
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/580/516
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/952
2019-03-21T13:28:23Z
sari-pediatri:TPK
Tata laksana Dermatitis Atopik pada Anak serta Pencegahan Terjadinya Asma di Kemudian Hari
Munasir, Zakiudin
allergic march; dermatitis atopik; alergi makanan; asma bronkial; setirizin
Konsep allergic march saat ini banyak dipakai dalam pencegahan dini timbulnya penyakitalergi pada anak yang lahir dari keluarga atopik. Gejala alergi yang paling sering padabayi usia dini adalah alergi makanan dengan manifestasi dermatitis atopik. Beberapajenis makanan yang mencetuskan dermatitis atopik antara lain susu sapi, telur, ikanlaut, kacang tanah, tomat, jeruk dan coklat. Diet eliminasi makanan alergen utamapada ibu menyusui dapat mencegah timbulnya penyakit alergi di kemudian hari padabayi yang disusui. Penanganan pasien dermatitis atopik relatif sulit. Walaupun demikian,dengan tata laksana yang adekuat dengan kerjasama yang baik antara dokter, pasien dankeluarganya kelainan ini dapat diatasi. Secara garis besar, pengobatan dermatitis atopikmeliputi penghindaran bahan iritan, faktor pencetus, mengatasi rasa gatal dan kekeringankulit serta mengatasi reaksi peradangan dan infeksi sekunder. Pengobatan pencegahandini dengan menggunakan setirisin pada anak dengan dermatitis atopik dilaporkan dapatmenurunkan risiko terjadinya asma di kemudian hari.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/952
10.14238/sp4.3.2002.119-24
SARI PEDIATRI; Vol 4, No 3 (2002); 119-24
Sari Pediatri; Vol 4, No 3 (2002); 119-24
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp4.3.2002
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/952/884
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/329
2019-03-21T12:24:36Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kadar Gula Darah Terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada Anak Sakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit
Praptiwi, Agnes
Mulyo, Dharma
Iskandar, Henny Rosita
Suryatin, Yuliatmoko
hiperglikemia; anak sakit kritis, morbiditas, mortalitas
Latar belakang. Keadaan hiperglikemia sering ditemukan pada anak non-diabetik yang menderita sakit kritis. Sakit kritis adalah kondisi pasien dengan ancaman atau telah terjadinya gagal organ sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital atau bantuan napas mekanik dan obat. Angka prevalensi hiperglikemi bervariasi, belum banyak diteliti di Indonesia, dan belum terdapat data di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Anak Bersalin Harapan Kita (RSAB HK). Kondisi hiperglikemi ini sering dihubungkan dengan angka mortalitas dan morbiditas.Tujuan. Mendapatkan data angka prevalensi hiperglikemia pasien rawat PICU RSAB Harapan Kita, serta hubungannya dengan mortalitas dan morbiditas.Metode. Penelitian kohort retrospektif dan deskriptif. Kriteria inklusi adalah semua subyek yang dirawat di PICU RSAB Harapan Kita sejak November 2010 hingga Desember 2011. Kriteria eksklusi adalah subyek yang tidak terdapat data kadar gula darah saat masuk PICU. Sebanyak 371 subyek berusia antara 1 bulan sampai 18 tahun diikutsertakan dalam penelitian. Kelompok hiperglikemia ditetapkan apabila kadar gula darah ≥125 mg/dL dan non hiperglikemia apabila <125 mg/dL. Kedua kelompok dibandingkan dengan mortalitas, lama perawatan PICU, pola napas, pemakaian obat vasoaktif/Inotrop serta adanya disfungsi ≥2 organ sesuai skor PELOD. Analisis data menggunakan program SPSS versi 18.Hasil. Seratus enampuluh (43,1%) adalah kelompok hiperglikemia. Subyek laki-laki 214 (57,7%) lebih banyak dibanding perempuan, dan 171 (46%) subyek berumur 1-12 bulan. Angka kematian 92 (24,8%). Kelompok hiperglikemi mempunyai angka kematian yang lebih tinggi dibanding non hiperglikemi (31,3% vs 19,9% p<0,05). Dihubungkan dengan pemakaian obat vasoaktif/inotrop, pola napas, adanya disfungsi ≥2 organ ternyata hiperglikemi berhubungan dengan lama rawat. Kelompok hiperglikemia dengan lama rawat ≤48 jam, proporsi subyek meninggal lebih besar dibandingkan dengan subyek hidup (28,3% vs 16,1%). Kesimpulan. Prevalensi hiperglikemi pasien anak sakit kritis yang dirawat di PICU RSAB Harapan Kita 43,1%. Hiperglikemia mempunyai hubungan bermakna dengan mortalitas dan lama rawat. Penelitian ini merupakan penelitian awal, perlu penelitian lanjutan dengan mengelompokkan diagnosis saat masuk PICU dan memisahkan kelompok subyek yang meninggal.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/329
10.14238/sp14.5.2013.298-302
SARI PEDIATRI; Vol 14, No 5 (2013); 298-302
Sari Pediatri; Vol 14, No 5 (2013); 298-302
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp14.5.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/329/270
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1808
2020-10-27T14:18:14Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Perawakan Pendek dengan Masalah Psikososial pada Anak Usia Sekolah Dasar
Dyahputri, Salsabila Yasmine
Sekartini, Rini
Anak usia sekolah dasar; masalah psikososial; perawakan pendek
Latar belakang. Perawakan pendek merupakan masalah pertumbuhan yang banyak ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia, prevalensi anak usia sekolah dasar dengan perawakan pendek mencapai 23,6% pada tahun 2018. Perawakan pendek pada anak dikaitkan masalah psikososial yang diduga disebabkan oleh perundungan, stigmatisasi, dan isolasi sosial yang dihadapi anak. Walaupun demikian, penelitian sebelumnya yang membahas topik ini memberi hasil yang bervariasi dan jumlahnya belum adekuat.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara perawakan pendek dengan masalah psikososial pada anak usia sekolah dasar. Metode. Desain penelitian potong lintang digunakan pada anak usia sekolah dasar di SDN 01 Kampung Melayu. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kelompok tinggi badan anak dengan hasil skrining masalah psikososial menggunakan kuesioner PSC-17, yang menilai tiga subskala masalah perilaku (internalisasi, eksternalisasi, dan perhatian). Hasil. Prevalensi anak berperawakan pendek di SDN 01 Kampung Melayu mencapai 15,28%. Prevalensi anak dengan masalah psikososial adalah 18,12% dan prevalensi anak berperawakan pendek dengan masalah psikososial adalah 22,73%. Hasil analisis perawakan pendek terhadap masalah psikososial pada anak menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik, baik secara umum (p=0,268), subskala internalisasi (p=0,532), eksternalisasi (p=0,400), perhatian (p = 0,414), dan skor total PSC-17 (p= 0,614). Kesimpulan. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara perawakan pendek dengan masalah psikososial pada anak usia sekolah dasar.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-10-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1808
10.14238/sp22.3.2020.146-52
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 3 (2020); 146-52
Sari Pediatri; Vol 22, No 3 (2020); 146-52
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.3.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1808/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1808/446
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/711
2019-03-21T13:18:10Z
sari-pediatri:PNL
Cairan Rehidrasi Oral Osmolaritas Rendah Dibandingkan Oralit untuk Pengobatan Diare Akut pada Anak
Sayoeti, Yorva
S, Risnelly
Oralit; cairan rehidrasi oral; osmolaritas rendah
Latar belakang. Tata laksana diare akut dehidrasi ringan sedang, WHO memilih cairan rehidrasi oral(CRO) yang dikenal dengan Oralit. Namun, formula ini masih mempunyai kekurangan. Pada tanggal 27Maret 2002 WHO merekomendasikan CRO osmolaritas rendah (total osmolaritas 245 mOsm/L)menggantikan Oralit (total osmolaritas 311 mOsm/L).Tujuan. Membandingkan lama penyembuhan dan kejadian hiponatremi pada pemakaian CRO osmolaritasrendah dengan oralit.Metode. Uji klinis acak terkontrol, dilakukan bulan Juli sampai September 2006 di Bagian Ilmu KesehatanAnak RS. M. Djamil Padang. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan randomisasi sederhanamenjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapat CRO osmolaritas rendah dan yang mendapat Oralit.Lama penyembuhan dinilai berdasarkan frekuensi, konsistensi diare dan kadar Natrium yang diperiksapada saat pasien sembuh. Data dinalisis dengan uji statistik t-test dan chi-square dengan tingkat kemaknaanp < 0,05.Hasil. Subjek penelitian 44 bayi dan anak yang memenuhi kriteria inklusi, dua puluh empat orang mendapatCRO osmolaritas rendah dan 20 orang mendapat Oralit. Rerata lama penyembuhan pada kelompok CROosmolaritas rendah 38,25 (SB 22,04) jam dan kelompok Oralit 47,55 (SB 34,50) jam. Rerata kadar Natriumpada pemakaian CRO osmolaritas rendah 141,75 (SB 12,14) mEq/L dan pada pemakaian Oralit 143,05(SB 10,19) mEq/L. Kejadian hiponatremi 12,5% pada kelompok CRO osmolaritas rendah dan 5% padakelompok Oralit. Secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna lama penyembuhan (p = 0,05) dankejadian hiponatremi (p = 0,13).Kesimpulan. Lama penyembuhan lebih cepat pada pemakaian CRO osmolaritas rendah dibandingkanoralit. Kejadian hiponatremi lebih banyak pada pemakaian CRO osmolaritas rendah walaupun secarastatistik tidak didapatkan perbedaan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/711
10.14238/sp9.5.2008.304-8
SARI PEDIATRI; Vol 9, No 5 (2008); 304-8
Sari Pediatri; Vol 9, No 5 (2008); 304-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp9.5.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/711/646
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/88
2019-03-21T12:17:40Z
sari-pediatri:PNL
Skrining Stres Pascatrauma pada Remaja dengan Menggunakan Post Traumatic Stress Disorder Reaction Index
Irawan, Putu Dian Savitri
Soetjiningsih, Soetjiningsih
Windiani, IGA Trisna
Adnyana, I Gst Ag Sugitha
Ardjana, IGA Endah
post-traumatic stress disorder; prevalensi; remaja
Latar belakang. Stres pascatrauma (post traumatic stress disorder atau PTSD) merupakan suatu gangguan psikiatri fungsi sosial seseorang.Universitas California Los Angeles (UCLA) mengembangkan serangkaian self-report kuesioner yang disebut PTSD Reaction Index(PTSD-RI) untuk deteksi dini gangguan tersebut. Namun, kuesioner tersebut belum pernah digunakan di Indonesia.Tujuan. Mengetahui reliabilitas instrumen post traumatic stress disoder reaction index (PTSD-RI) versi remaja, prevalensi, serta faktoryang berhubungan dengan PTSD.Metode. Penelitian potong lintang dilaksanakan di enam SMUN di Denpasar. Digunakan kuesioner PTSD-RI versi remaja yangtelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Digunakan uji α Cronbach untuk menilai reliabilitas PTSD-RI. Analisis statistikmenggunakan uji chi-square dan multivariat regresi logistik.Hasil. Terdapat 300 pelajar SMUN yang mengikuti penelitian. Enam puluh orang (20%) dengan tersangka PTSD. ReliabilitasPTSD-RI baik (koefisien α 0,94). Tipe kepribadian tertutup sebagai faktor risiko PTSD [RP 3,55 (IK95% 1,46-8,66), p=0,01].Keluarga yang harmonis [RP 0,35 (IK95% 0,08-0,78), p=0,02], adanya dukungan keluarga [RP 0,13 (IK95% 0,03-0,50), p=0,01],adanya dukungan sosial [RP 0,25 (IK95% 0,09-0,68), p=0,01], serta trauma tunggal [RP 0,02 (IK95% 0,14- 0,82), p=0,01] berperansebagai faktor protektif PTSD.Kesimpulan. Instrumen PTSD-RI memiliki reliabilitas yang baik sehingga dapat digunakan di Indonesia. Prevalensi PTSD padaremaja di Denpasar sebesar 20%.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-10-14
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/88
10.14238/sp17.6.2016.441-5
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 6 (2016); 441-5
Sari Pediatri; Vol 17, No 6 (2016); 441-5
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.6.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/88/97
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1063
2019-03-21T12:15:48Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Kinesio Taping dan Abduction Brace Terhadap Panjang Otot Adduktor Hip pada Anak Palsi Serebral Tipe Spastik Diplegi
Natsir, Selvi
Noviana, Mita
Rusyanto, Dwi
cerebral palsy; kinesio taping; abduction brace
Latar belakang. Anak palsi serebral tipe spastik diplegi mengalami peningkatan tonus pada beberapa otot, salah satunya adalah otot adduktor hip, akibatnya tungkai mengalami kekakuan yang akan berdampak pada perkembangan anak. Tujuan. Menilai pengaruh kinesio taping dan abduction brace dalam mengubah tonus otot dan meningkatkan panjang otot adduktor. Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan responden terdiri dari 15 anak palsi serebral tipe spastik diplegi yang berusia 2-13 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi nilai tonus otot dan panjang otot adduktor yang dievaluasi menggunakan skala Ashworth dan manual goniometer sebelum dan sesudah 6 kali intervensi. Hasil. Terdapat perbedaan sebelum dan setelah intervensi dinilai dengan skala Asworth mengalami penurunan (p=0,002), sedangkan panjang otot adduktor mengalami peningkatan (p=0,000). Hasil korelasi negatif yang signifikan juga diperoleh antara tingkat spastisitas dengan panjang otot adduktor (r=0,866; p=0,000). Kesimpulan. Kombinasi kinesio taping dan abduction brace dapat meningkatkan panjang otot adduktor hip melalui penurunan tonus otot pada anak palsi serebral tipe spastik diplegi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2017-03-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1063
10.14238/sp18.5.2017.379-84
SARI PEDIATRI; Vol 18, No 5 (2017); 379-84
Sari Pediatri; Vol 18, No 5 (2017); 379-84
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp18.5.2017
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1063/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1063/18
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/488
2019-03-21T12:28:04Z
sari-pediatri:PNL
Evaluasi Mikrobiologi dan Sifat Mekanik Kateter Penghisap yang Dipakai Ulang: Perbandingan antara Dua Prosedur Pemrosesan
Elisa, Elisa
Purwanto, S.H.
Aman, A.T.
Pranoto, Y.
Kusmono, Kusmono
kateter penghisap; pemrosesan ulang; evaluasi
Latar belakang. Pemakaian ulang kateter penghisap telah biasa dilakukan di Indonesia, namun sejauh inibelum ada penelitian mengenai sterilitas dan keamanannya.Tujuan. Mengevaluasi sterilitas, sifat mekanik, dan permukaan serta kualitas matriks kateter penghisap yangdipakai ulang setelah diproses dengan dua jenis prosedur pengolahan yang berbeda.Metode. Kateter penghisap yang dipakai ulang setelah diproses dan disterilisasi menggunakan gas etilen oksida(EO), atau menggunakan sterilisasi pemanasan kering (kelompok B). Semua sampel dibersihkan dan didesinfeksidengan prosedur yang hampir sama. Kateter penghisap baru dipakai sebagai standar. Mikroba yang tumbuh padamedium kultur diidentifikasi. Semua sampel menjalani uji tarik dan kompresi. Analisis mikrostruktur dilakukandengan menggunakan mikroskop elektron (SEM) dan energi-dispersif spektroskopi sinar-X (EDX).Hasil. Kultur positif bakteri komensal pada 6 di antara 15 sampel pada kelompok A, dan 6 dari 17 sampelpada kelompok B. Terdapat perbedaan yang bermakna dari sifat mekanik sampel penelitian (p<0,05).Sampel dari kelompok A memiliki kekuatan yang paling rendah. Sampel dari kedua kelompok penelitianmengalami perubahan kelenturan dan keuletan dibanding standar. Analisis mikrostruktur menggunakanXPS dan EDX pada permukaan dalam ujung kateter penghisap yang dipakai ulang menunjukkan degradasikomponen matriks. Analisis SEM mendeteksi beberapa partikel tambahan dan rekahan. Analisis EDX padapartikel tambahan menunjukkan pengayaan sinyal na+ dan ca++. Secara keseluruhan, didapatkan tandakontaminasi serta kerusakan material.Kesimpulan. Kedua metode pengolahan ulang kateter penghisap memberikan hasil sterilitas yang sebanding.Sampel yang dipakai ulang mengalami penurunan kekuatan, menjadi lebih lentur, dan tidak ulet.Ditemukan tanda kontaminasi, perubahan sifat permukaan dan kerusakan matriks dari kateter penghisapyang dipakai ulang.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-18
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/488
10.14238/sp12.5.2011.328-34
SARI PEDIATRI; Vol 12, No 5 (2011); 328-34
Sari Pediatri; Vol 12, No 5 (2011); 328-34
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp12.5.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/488/425
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2225
2022-12-29T07:56:04Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik Pasien yang Dirawat di Unit Gawat Darurat Anak Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar
Wati, Dyah Kanya
Suparyatha, Ida Bagus
Hartawan, I Nyoman Budi
Wijaya, Khema Metta
kegawatdaruratan pediatri; epidemiologi; pelayanan gawat darurat pediatri
Latar belakang. Jumlah pasien anak yang berkunjung ke ruang gawat darurat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Studi mengenai analisis data pelayanan gawat darurat penderita anak dengan kegawatan medik dari aspek lama tunggu dan kematian pasien di IGD masih terbatas.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik dan luaran, serta gambaran epidemiologi dari penderita anak dengan kegawatdaruratan medik yang datang ke IGD anak RSUP Prof Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif retrospektif dengan data dari rekam medis pasien anak yang dirawat di IGD RSUP Prof Dr. I.G.N.G Ngoerah pada periode Februari – Juli 2022 menggunakan metode konsekutif sampling. Analisis deksriptif dilakukan dengan program SPSS.Hasil. Total jumlah sampel yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah 867 sampel. Karakteristik dasar pasien anak yang berkunjung ke ruang gawat darurat adalah mayoritas berjenis kelamin laki – laki, berusia 1 – 5 tahun, memiliki status gizi normal, skor pSOFA < 8 (99,7%), kematian dalam 24 jam terjadi pada 1,3% dan lama waktu tunggu pasien di triase setelah diagnosis ditegakkan adalah segera (90,2%). Keluhan utama yang paling sering dijumpai adalah ganggun sistem pernapasan, febris, dan gangguan sistem pencernaan. Diagnosis terbanyak adalah infeksi COVID-19 (10,4%) dan leukemia (10,3%).Kesimpulan. Infeksi COVID-19 masih merupakan diagnosis tersering di IGD, walaupun begitu pasien dengan keganasan (terutama leukemia) memiliki prevalensi yang cukup besar dibandingkan penyakit lainnya pada pasien pediatri yang memerlukan perawatan di IGD. Mayoritas pasien yang datang ke IGD anak RSUP Prof Ngoerah memiliki tingkat keparahan penyakit yang rendah berdasarkan pSOFA dan lama tunggu yang pendek setelah diagnosis ditegakkan. Kematian dalam 24 jam hanya terjadi pada sebagian kecil pasien.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-12-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2225
10.14238/sp24.4.2022.222-31
SARI PEDIATRI; Vol 24, No 4 (2022); 222-31
Sari Pediatri; Vol 24, No 4 (2022); 222-31
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp24.4.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2225/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/852
2019-03-21T13:23:44Z
sari-pediatri:PNL
Peran Alkohol 70%, Povidon-Iodine 10% dan Kasa Kering Steril dalam Pencegahan Infeksi pada Perawatan Tali Pusat
Yunanto, Ari
Hartoyo, Edi
Budiarti, Lia Yulia
infeksi tali pusat; alkohol 70 %; povidon-iodine 10 %; kasa kering steril; lama lepasnya tali pusat
Latar belakang: tali pusat merupakan tempat yang sangat ideal untuk tumbuhnyabakteri, oleh karena itu pencegahan infeksi bakteri merupakan tindakan utama yangharus dilaksanakan dalam perawatan tali pusat. Menjaga agar tali pusat selalu keringdan bersih merupakan prinsip utama. Tujuan penelitian: Mengetahui peran alkohol70%, povidon-iodine 10% dan kasa kering steril dalam pencegahan infeksi padaperawatan tali pusat.Metoda: telah dilakukan penelitian pemberian alkohol 70 %, povidon-iodin 10 %, sertakasa kering steril, dalam perawatan tali pusat pasca pemotongan untuk mencegahterjadinya infeksi, serta membandingkan lama lepasnya tali pusat. Penelitian dilaksanakandi Ruang Neonatalogi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin/FK UNLAMBanjarmasin. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan 12 kali atau sampai talipusat lepas.Hasil: dari tiga jenis perlakuan tidak didapatkan tanda-tanda adanya infeksi tali pusatdemikian pula lama lepasnya tali pusat tidak terdapat perbedaan yang bermakna (alkohol70 %: 7,33 hari, povidon-iodine: 10 %: 7,25 hari, dan kasa kering steril: 6,42 hari).Kesimpulan: dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perawatan tali pusat denganmenggunakan alkohol 70%, povidone-iodine 10% dan kasa kering steril dapat mencegahterjadinya infeksi tali pusat dan tidak berpengaruh terhadap lama lepasnya tali pusat.Namun bila dipandang dari segi ekonomi perawatan tali pusat dengan kasa kering sterildinilai lebih ekonomis dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan alkohol70% dan povidone-iodine 10%.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/852
10.14238/sp7.2.2005.58-62
SARI PEDIATRI; Vol 7, No 2 (2005); 58-62
Sari Pediatri; Vol 7, No 2 (2005); 58-62
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp7.2.2005
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/852/786
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/451
2019-03-21T13:12:25Z
sari-pediatri:PNL
Peran Kortikosteroid dalam Pencegahan Stridor Pasca-ekstubasi pada Anak
Dewi, Rismala
Ambarsari, Cahyani Gita
stridor; ekstubasi; kortikosteroid
Stridor pasca-ekstubasi merupakan tanda obstruksi jalan napas atas akibat inflamasi yang terjadi padatindakan intubasi. Inflamasi ini menimbulkan risiko untuk perlunya reintubasi dalam 24-48 jam pascaekstubasi,sehingga memperpanjang lama rawat pasien di unit perawatan intensif, meningkatkan risikoterjadinya berbagai penyulit akibat penggunaan ventilator mekanis, dan meningkatkan mortalitas. Padacontoh kasus ini, pasien mengalami intubasi berulang sebanyak tiga kali dengan lama tiap-tiap penggunaanintubasi adalah 5 hari, dan ada riwayat kesulitan intubasi pada tindakan intubasi pertama. Pasca-ekstubasiyang pertama, pasien mengalami sesak dan stridor sehingga reintubasi diperlukan. Riwayat kortikosteroidprofilaksis sebelum ekstubasi tidak diketahui. Dengan mempertimbangkan adanya riwayat intubasi sulitserta durasi intubasi >48 jam, pasien ini berisiko mengalami kegagalan ekstubasi, sehingga pemberiankortikosteroid profilaksis sebelum ekstubasi diharapkan akan bermanfaat. Pada pasien anak, belum ada buktiberbasis medik yang memadai untuk menyimpulkan bahwa pemberian kortikosteroid profilaksis sebelumekstubasi elektif akan mencegah stridor pasca-ekstubasi. Telaah dari studi yang heterogen dengan metodologiyang kurang memadai seperti dalam ulasan ini cenderung hanya melaporkan efek terapi, tetapi belumdapat digunakan sebagai suatu pedoman. Beberapa studi menunjukkan peran kortikosteroid menghasilkankeluaran yang baik. Deksametason IV yang diberikan beberapa jam sebelum dan sesudah ekstubasi padaanak, termasuk pada pasien dengan riwayat kegagalan intubasi, akan mengurangi risiko terjadinya stridorpasca-ekstubasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/451
10.14238/sp13.1.2011.14-20
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 1 (2011); 14-20
Sari Pediatri; Vol 13, No 1 (2011); 14-20
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.1.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/451/389
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1493
2019-05-17T13:53:06Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kualitas Tidur dan Masalah Mental Emosional pada Remaja Sekolah Menengah
Dhamayanti, Meita
Faisal, Faisal
Maghfirah, Elma Citra
emosional; kualitas tidur; mental; remaja
Latar belakang. Tidur berperan penting dalam menjaga kesehatan emosional. Masalah mental emosional berdampak negatif terhadap remaja dan memicu perilaku berisiko tinggi.Tujuan. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan mental emosional pada remaja.Metode. Studi observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling. Penelitian dilakukan di SMA di Jatinangor pada bulan April-Juli 2017. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Uji statistik deskriptif digunakan untuk analisis data karakteristik subjek, uji koefisien korelasi Crammer’s v untuk analisis korelasi kualitas tidur dan mental emosional.Hasil. Sebanyak 79 siswa berusia 15-17 tahun dari tiga SMA, 39 laki-laki dan 40 perempuan, rerata usia 16 tahun, 36 kualitas tidur baik dan 43 buruk. Kualitas tidur dan masalah mental emosional menunjukkan korelasi signifikan (p<0,05) dengan kekuatan korelasi sedang (Crammer’s v=0,422).Kesimpulan. Terdapat korelasi kualitas tidur dan masalah mental emosional pada remaja SMA di Jatinangor.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2019-03-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1493
10.14238/sp20.5.2019.283-8
SARI PEDIATRI; Vol 20, No 5 (2019); 283-8
Sari Pediatri; Vol 20, No 5 (2019); 283-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp20.5.2019
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1493/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1493/218
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/613
2019-03-21T13:12:53Z
sari-pediatri:LKS
Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada Anak
Lukito, Vimaladewi
Mangunatmadja, Irawan
Pudjiadi, Antonius H.
Puspandjono, Tatang M.
sindrom Guillain-Barre; plasmaferesis; plasma exchange
Plasmaferesis atau plasma exchange merupakan salah satu pilihan terapi bagi sindrom Guillain-Barreberat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa plasmaferesis dan imunoglobulin intravena (IVIg) sebagaiterapi sindrom Guillain-Barre memiliki efektivitas yang sama, namun penggunaan plasmaferesis padapasien anak lebih jarang dilakukan karena membutuhkan peralatan dan persiapan yang lebih kompleks.Tujuan dari laporan kasus untuk melaporkan terapi sindrom Guillain-Barre berat dengan menggunakanplasmaferesis pada pasien anak. Seorang anak perempuan usia 10 tahun dirawat di RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo dengan diagnosis sindrom Guillain-Barre. Pada hari kedua perawatan pasien mengalamiparalisis otot pernafasan sehingga pernafasan harus dibantu dengan ventilasi mekanik. Faktor ekonomi danketersediaan alat menyebabkan plasmaferesis dipilih sebagai terapi, dibandingkan dengan pengobatan IVIg.Plasmaferesis dilakukan empat kali dalam waktu satu minggu dengan menggunakan fraksi protein. Efeksamping plasmaferesis berupa hipotensi dan sepsis yang ditangani dengan pemberian cairan dan antibiotik.Fungsi motorik pasien berangsur membaik dalam waktu satu minggu. Ventilasi mekanik dilepas setelahduapuluh enam hari dan pasien dipulangkan setelah dua bulan perawatan. Plasmaferesis dan IVIg memilikiefektifitas yang sama sebagai terapi sindrom Guillain-Barre berat. Keputusan untuk memilih salah satu terapitersebut berdasarkan pada keadaan klinis pasien, sistem penunjang, dan kemampuan ekonomi orang tuapasien.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-23
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/613
10.14238/sp11.6.2010.448-55
SARI PEDIATRI; Vol 11, No 6 (2010); 448-55
Sari Pediatri; Vol 11, No 6 (2010); 448-55
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp11.6.2010
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/613/548
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/986
2019-03-21T13:28:05Z
sari-pediatri:PNL
Evidence-based Medicine (EBM)
Tumbelaka, Alan R
Evidence based Medicine
Evidence-based Medicine (EBM) adalahpengintegrasian antara (1) bukti ilmiahberupa hasil penelitan yang terbaik dengan(2) kemampuan klinis dokter serta (3) preferensipasien dalam proses pengambilan keputusanpelayanan kedokteran , sedang Geddes (2000)menyatakan bahwa EBM adalah strategi yang dibuatberdasarkan pengembangan teknologi informasi danepidemiologi klinik dan ditujukan untuk dapatmenjaga dan mempertahankan ketrampilan pelayananmedik dokter dengan basis bukti medis yangterbaik
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/986
10.14238/sp3.4.2002.247-8
SARI PEDIATRI; Vol 3, No 4 (2002); 247-8
Sari Pediatri; Vol 3, No 4 (2002); 247-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp3.4.2002
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/986/916
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/366
2019-03-21T12:27:17Z
sari-pediatri:PNL
Karakteristik Klinik Pasien Rawat Jalan di Divisi Respirologi Bagian Anak Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2010
Wahyudin, Bob
karakteristik klinik; penyakit saluran napas; rawat jalan; indurasi tuberkulin
Latar belakang.Di kota Makassar, penyakit saluran napas pada anak memiliki angka morbiditas yang tinggi. Rumah Sakit Wahidin sebagai rumah sakit regional Indonesia timur juga menerima pasien rawat inap untuk pasien anak dengan penyakit saluran napas, namun belum ada laporan tentang karakteristik pasien yang dirawat jalan di Poli Khusus Respirologi.Tujuan. Melaporkan dan menganalisis karakteristik pasien yang mendatangi Poli Rawat Jalan Khusus Respirologi Anak tahun 2010.Metode. Metode penelitian analitik deskriptif retrospektif data sekunder status pasien rawat jalan Poliklinik Khusus Respirologi Anak Hasil.Pada tahun 2010, 65 anak dengan penyakit pernapasan dirawat di Bangsal Respirologi Anak RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Rerata umur 5,34±4,58 tahun. Terdapat perbedaan bermakna rerata umur menurut diagnosis masuk (p=0,03), dan perbedaan sangat bermakna proporsi gizi buruk menurut diagnosis masuk (p=0,000). Tidak terdapat hubungan antara status gizi dan diameter indurasi (p=0,07), dan antara adanya parut BCG dan diameter indurasi tuberkulin (p=0,97). Pada pasien tuberkulosis, terdapat perbedaan bermakna proporsi gizi buruk (p=0,03) dan sangat bermakna rerata diameter indurasi tuberkulin (p=0,000 ) apabila dibandingkan dengan pasien non-tuberkulosis. Kesimpulan.Terdapat perbedaan umur sesuai diagnosis masuk. Pasien pneumonia cenderung berusia lebih muda, sedangkan pasien tuberkulosis cenderung berusia lebih tua. Diameter indurasi uji tuberkulin tidak dipengaruhi oleh status gizi dan ada tidaknya parut BCG. Proporsi gizi buruk dan rerata indurasi lebih besar pada penyakit tuberkulosis dibanding non tuberkulosis.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/366
10.14238/sp14.2.2012.84-9
SARI PEDIATRI; Vol 14, No 2 (2012); 84-9
Sari Pediatri; Vol 14, No 2 (2012); 84-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp14.2.2012
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/366/302
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1875
2021-05-03T12:00:23Z
sari-pediatri:TPK
Peran Bifidobakteria dalam Pencegahan dan Pengobatan Alergi serta Gangguan Sistem Imun pada Anak
Wati, Ketut Dewi Kumara
Setiabudiawan, Budi
bifidobakteria; sistem imun; maturasi; alergi; necrotizing enterocolitis; infeksi
Bifidobakteria berperan dalam dinamika maturasi sistem imun dan memiliki timeline yang terhubung dengan timelinesistem imun. Bifidobakteria membantu pembentukan sistem imun nonspesifik maupun spesifik sedangkan sistem imun membantu pembentukan komposisi bifidobakteria. Bifidobakteria dapat berperan dalam sistem imun karena memiliki banyak enzim yang menunjang kolonisasi, mampu memelihara homeostasis mukosa intestinal, bekerjasama dengan mukus dan SIgA memerangkap patogen, membantu pembentukan SIgA dan IgM, serta meningkatkan survival koloni Treg. Secara klinis, penggunaan bifidobakterium tunggal maupun kombinasi bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan kasus alergi dan gangguan sistem imun. Pemberian bifidobakteria pada dosis 109 colony forming unit satu hingga dua bulan sebelum kelahiran dilanjutkan pemberian pada bayi selama 6 bulan menurunkan kejadian dermatitis atopik. Pemberian bifidobakteria pada bayi prematur memperbaiki profil kolonisasi bifidobakteria, menurunkan kejadian,dan keparahan nerotizing enterocolitis. Pemberian bifidobakteria memperbaiki kualitas hidup rinitis alergi musiman dan asma intermiten, menurunkan skor dermatitis (SCORAD) dan penggunaan steroid pada dermatitis atopik, serta membantu menurunkan berulangnya infeksi saluran nafas pada anak.Â
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2021-04-28
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1875
10.14238/sp22.6.2021.394-400
SARI PEDIATRI; Vol 22, No 6 (2021); 394-400
Sari Pediatri; Vol 22, No 6 (2021); 394-400
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp22.6.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1875/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1875/487
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1875/488
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1875/559
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/744
2019-03-21T13:20:35Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Efektifitas Sefepim dan Seftazidim dalam Pengobatan Sepsis Neonatorum
Indra, RM
Tasli, Julniar M
Bermawi, Herman
sepsis neonatorum; sefepim; seftazidim
Latar belakang. Kuman penyebab sepsis neonatorum makin banyak resisten terhadap seftazidim, yangmerupakan monoterapi pilihan. Sefepim dapat menjadi alternatif atau lini kedua karena spektrum lebihluas dan potensi resistensi lebih rendah.Tujuan. Membandingkan efektifitas sefepim dan seftazidim dalam pengobatan sepsis neonatorum.Metode. Dilakukan uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 53 neonatus dengan kemungkinanbesar sepsis. Dibandingkan kesembuhan klinis antara neonatus yang mendapat sefepim dan seftazidimserta sensitivitas in-vitro obat. Analisis terpisah dilakukan terhadap 36 subkelompok subjek biakanpositif.Hasil. Angka kesembuhan kelompok sefepim adalah 84% (21/25), sedangkan pada kelompok seftazidim78,6% (22/28) (p=0,441). Pada subkelompok biakan positif ditemukan proporsi kesembuhan sama,yaitu masing-masing 14 dari 18 (77,8%; p=0,655). Pada uji sensitivitas in-vitro terhadap 36 isolat, yangsensitif terhadap sefepim dan seftazidim masing-masing 69,4% dan 50% (p=0,016).Kesimpulan. Meski pola sensitivitas kuman terhadap sefepim lebih baik, angka kesembuhan klinis tidakberbeda. Sefepim belum dapat direkomendasikan di atas seftazidim dalam pengobatan sepsis neonatorum.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/744
10.14238/sp9.3.2007.213-9
SARI PEDIATRI; Vol 9, No 3 (2007); 213-9
Sari Pediatri; Vol 9, No 3 (2007); 213-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp9.3.2007
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/744/679
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/121
2019-03-21T12:20:48Z
sari-pediatri:PNL
Faktor Risiko Sakit Tuberkulosis pada Anak yang Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis
Yustikarini, Kamalina
Sidhartani, Magdalena
tuberkulosis; faktor risiko
Latar belakang. Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak.Anak yang terpapar Mycobacterium Tuberculosis mempunyai risiko tinggi menjadi sakit TB. Terdapat beberapa faktor risiko yangberpengaruh terhadap sakit TB pada anakTujuan. Mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap sakit TB anakMetode. Rancangan penelitian kasus kontrol, subjek penelitian terdiri atas 40 anak sakit TB sebagai kelompok kasus dan 40 anakinfeksi TB sebagai kelompok kontrol. Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan sistem skoring TB. Faktor risiko yang ditelitimeliputi riwayat kontak, usia, imunisasi BCG, kepadatan hunian, sosial ekonomi, dan pengetahuan. Analisis statistik menggunakanuji chi square untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat.Hasil. Delapan puluh anak diikutsertakan dalam penelitian, median usia 49,5 bulan (12-156 bulan). Hasil uji statistik menunjukkanbahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia, imunisasi BCG, status sosial ekonomi dan pengetahuan dengan kejadianTB pada anak. Terdapat hubungan yang bermakna riwayat kontak TB dengan sakit TB OR 18,3 (IK95% 5,12-65,89; p<0,05).Kepadatan hunian dengan kejadian sakit TB OR 6,54 (IK95% 1,05-40,73; p<0,05).Kesimpulan. Riwayat kontak TB dan kepadatan hunian merupakan faktor risiko sakit TB pada anak. Usia muda, imunisasi BCG,status sosial-ekonomi dan pengetahuan tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian sakit TB pada anak yang terinfeksi MycobacteriumTuberculosis
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
tuberkulosis
faktor risiko
2016-11-08
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/121
10.14238/sp17.2.2015.136-40
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 2 (2015); 136-40
Sari Pediatri; Vol 17, No 2 (2015); 136-40
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.2.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/121/115
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1142
2019-03-21T12:16:36Z
sari-pediatri:PNL
Pengaruh Pemberian Probiotik pada Anak dengan Dermatitis Atopik Terhadap Kadar Imunoglobulin E Total
Sumobaskoro, Ardentry
Harsono, Ganung
Soebagyo, Bambang
probiotik; dermatitis atopik; imunoglobulin E total
Latar belakang. Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang memberikan reaksi kulit yang didasari oleh imunoglobulin E (IgE) dan mempunyai kecenderungan menderita asma, rinitis, atau keduanya di kemudian hari. Pemberian probiotik merupakan upaya perbaikan homeostasis sistem biologis penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon imun dengan menyeimbangkan respon imun Thelper 1(Th1) dan Th2 sehingga diharapkan terjadi penurunan kadar IgE total.Tujuan. Menganalisis pengaruh pemberian probiotik pada anak dengan dermatitis atopik terhadap kadar imunoglobulin E total. Metode. Uji klinis dengan randomisasi dilakukan pada bulan Oktober 2016–Maret 2017 di Surakarta (Jawa Tengah) dan Depok (Jawa Barat). Sebanyak 48 anak usia 9-15 tahun dengan dermatitis atopik diambil secara konsekutif dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (probiotik). Data dianalisis menggunakan uji t independen dan Mann Whitney dengan program SPSS 17.0.Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan perubahan IgE total antara kelompok pasien dengan probiotik dan plasebo. Kadar IgE total pada kelompok probiotik mengalami penurunan yang lebih banyak dibandingkan dengan plasebo; penurunan kadar IgE total kelompok perlakuan (probiotik) dengan mean -89.76 + 357.66 dan kelompok kontrol (plasebo) 91,53 +474,75 nilai p=0,010. Kesimpulan. Terdapat pengaruh pemberian probiotik pada anak dengan dermatitis atopik terhadap kadar imunoglobulin E total.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2017-11-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1142
10.14238/sp19.2.2017.71-5
SARI PEDIATRI; Vol 19, No 2 (2017); 71-5
Sari Pediatri; Vol 19, No 2 (2017); 71-5
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp19.2.2017
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1142/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1142/54
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/715
2019-03-21T13:18:10Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang dari Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir
Alhadar, Ali K
Amir, Idham
Oswari, Hanifah
Windiastuti, Endang
asfiksia; AST; ALT; disfungsi hati
Latar belakang. Asfiksia dapat menyebabkan disfungsi multiorgan pada bayi baru lahir. Belum ada bakuemas mengenai definisi asfiksia. Hingga saat ini belum ada data di FKUI/RSCM mengenai insidens disfungsihati pada bayi yang mengalami asfiksia.Tujuan. Mengetahui insidens disfungsi hati pada bayi baru lahir dengan nilai Apgar menit kelima kurangdari 7 serta mengetahui korelasi antara nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 dengan parameter uji fungsihati (AST/SGOT, ALT/SGPT, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek serta waktu protrombin).Penelitian dilakukan di 5 rumah sakit di Jakarta dan Tangerang.Metode. Studi analitik potong lintang sejak Januari-Mei 2010. Subjek penelitian adalah bayi usia gestasiô€´37 minggu dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7. Dilakukan satu kali pemeriksaan uji fungsihati dalam rentang waktu usia bayi 24-96 jam. Bayi mengalami disfungsi hati bila didapatkan nilai ASTatau ALT lebih dari 100 U/L.Hasil. Disfungsi hati ditemukan pada 16 (34%) bayi dari 47 bayi dengan asfiksia. Tidak ada subjek yangmengalami kolestasis. Terdapat 5 (11%) subjek dengan pemanjangan PT >1,5 kali nilai kontrol. Tidak terbuktiterdapat korelasi antara nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 dengan parameter uji fungsi hati.Kesimpulan. Bayi dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 mempunyai kecenderungan mengalamidisfungsi hati. Namun pada bayi dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7, tidak terbukti adanyakorelasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/715
10.14238/sp9.5.2008.323-7
SARI PEDIATRI; Vol 9, No 5 (2008); 323-7
Sari Pediatri; Vol 9, No 5 (2008); 323-7
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp9.5.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/715/650
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2234
2023-06-27T08:58:50Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar
Armatheina, Putu Fristy
Suryawan, I Wayan Bikin
Indrawan, I Gde Doddy Kurnia
bayi; hiperbilirubinemia; neonatus
Latar belakang. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu keadaan klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan faktor penyebab seperti berat bayi lahir. Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, World Health Organization kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab tersering hiperbilirubinemia. Pravelensi dan tingkat keparahan hiperbilirubinemia ditemukan lebih tinggi pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian hiperbilirubinemia.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya. Subjek penelitian adalah bayi usia 0-28 hari yang dirawat serta berat lahir bayi dan hasil pemeriksaan kadar bilirubin tercatat dalam rekam medis periode juni 2021 sampai dengan juni 2022 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling. Dilakukan analisis bivariat menggunakan uji Chi-square. Data dianalisis dengan SPSS versi 20 untuk Windows. Hasil. Pada penelitian ini didapatkan 92 sampel. Sampel bayi berat lahir rendah didapatkan sebesar 58,7% dan 89,1 sampel di antaranya mengalami hiperbilirubinemia. Hasil uji hipotesis dengan uji Chi-square diperoleh nilai p=0,033. Kesimpulan. Terdapat hubungan yang bermakna antara bayi berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia pada nenonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-06-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2234
10.14238/sp25.1.2023.15-9
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 1 (2023); 15-9
Sari Pediatri; Vol 25, No 1 (2023); 15-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.1.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2234/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/2234/753
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/887
2019-03-21T13:25:00Z
sari-pediatri:PNL
Sindrom Kasabach-Merritt
Marliah, Ellya
Gatot, Dajajadiman
Sindrom Kasabach-Merritt; hemangiom
Seorang bayi perempuan berumur 4 bulan, dirawat di departemen Ilmu Kesehatan AnakRS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan diagnosis sindrom Kasabach-Merrit(SKM). Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya bercak berwarna ungu sejak lahiryang membesar dan melebar dengan cepat. Hasil laboratorium menunjukkan adanyaanemia hemolitik dan trombositopenia sebagai akibat gangguan koagulasi konsumtif.Pemeriksaan MRA (magnetic resonance angiography) menunjukkan adanya hemangiomkavernosa besar di seluruh otot tungkai atas kanan dengan tanda infiltrasi ke dalamrongga pelvis. Tidak tampak tanda organomegali dan hidronefrosis. Pada pasien initidak dilakukan biopsi karena dikhawatirkan terjadinya perdarahan. Terapi yang diberikanialah kombinasi triamsinolon dan bleomisin. Kombinasi kedua obat tersebut memberikanrespons yang baik, terlihat terjadi pengecilan lesi dan perbaikan parameter hematologis.Tindakan operasi tidak dilakukan karena lesi yang terlalu besar, namun ternyata denganterapi konservatif dapat mangatasi menifestasi klinis yang timbul.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/887
10.14238/sp6.3.2004.110-4
SARI PEDIATRI; Vol 6, No 3 (2004); 110-4
Sari Pediatri; Vol 6, No 3 (2004); 110-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp6.3.2004
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/887/820
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/260
2019-03-21T12:24:56Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan antara Riwayat Kejang pada Keluarga dengan Tipe Kejang Demam dan Usia Saat Kejang Demam Pertama
Vebriasa, Atut
Herini, Elisabeth S.
Triasih, Rina
kejang demam; riwayat keluarga; usia saat kejang demam pertama
Latar belakang. Salah satu faktor risiko kejang demam adalah riwayat kejang pada keluarga, dihubungkan dengan tipe kejang demam pertama dan usia saat terjadi kejang demam pertama. Beberapa penelitian menunjukkan riwayat kejang meningkatkan risiko kejang demam kompleks sebagai tipe kejang demam pertama dan berhubungan dengan usia kejang demam pertama yang lebih dini.Tujuan. Mengetahui hubungan riwayat kejang pada keluarga dengan tipe kejang demam pertama dan usia saat kejang demam pertama.Metode. Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta sejak Januari 2009-Juli 2010. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif dan dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya riwayat kejang pada keluarga, tipe kejang demam pertama, dan usia saat terjadi kejang demam pertama.Hasil. Seratus lima puluh anak usia 6 bulan–5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikutsertakan dalam penelitian. Terdapat 91 (60,6%) anak yang mempunyai riwayat kejang pada keluarga dan kejang demam pertama terjadi pada usia yang lebih dini pada kelompok ini (median usia 13,0 vs 17,0 bulan; IK95%: 0,00-0,03; p=0,01). Anak dengan riwayat kejang lebih banyak mengalami kejang demam sederhana dibandingkan kejang demam kompleks (61,4% vs 59,2%), meskipun perbedaannya tidak bermakna (IK95%: 0,78-1,37; p=0,80)Kesimpulan. Anak dengan riwayat kejang pada keluarga cenderung mengalami kejang demam pertama pada usia yang lebih dini. Riwayat kejang pada keluarga tidak meningkatkan risiko terjadi kejang demam kompleks sebagai tipe kejang demam pertama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/260
10.14238/sp15.3.2013.137-40
SARI PEDIATRI; Vol 15, No 3 (2013); 137-40
Sari Pediatri; Vol 15, No 3 (2013); 137-40
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp15.3.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/260/206
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1488
2019-09-06T14:44:02Z
sari-pediatri:PNL
Evaluasi Fungsi Ginjal pada Penyandang Talasemia-β Mayor Anak
Manurung, Berton Juniper
Susanah, Susi
Gurnida, Dida A.
Feritin, kreatinin, NGALu, talasemia β mayor
Latar belakang. Informasi keterlibatan ginjal pada penyandang talasemia-β mayor anak masih sedikit. Disfungsi ginjal dipengaruhi berbagai faktor seperti anemia kronis, hipoksia kronis, dan hemosiderosis. Neutrophil gelatinase associated lipocaline urin (NGALu) merupakan penanda biologis dini yang sensitif dan spesifik terhadap gangguan ginjal. Tujuan. Menilai disfungsi ginjal pada penyandang talasemia-β mayor anak menggunakan NGALu.Metode. Penelitian dengan rancang potong lintang dilaksanakan Oktober–November 2018. Subjek adalah penyandang talasemia β mayor anak di RS. Hasan Sadikin yang menggunakan kelasi besi deferiprondan dipilih secara consecutive sampling. Heteroanamnesis pada orang tua mengenai riwayat penyakit dan frekuensi transfusi. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan feritin serum, kreatinin serum, dan NGALu. Uji statistik menggunakan uji korelasi rank Spearman dengan nilai kemaknaan p<0,05.Hasil. Sebanyak 71 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 46 laki-laki dan 25 perempuan. Kadar rerata kreatinin serum 0,38±0,08 mg/dL, median feritin 2897,1 ng/mL, median NGALu 13,8 ng/mL. Peningkatan kadar NGALu ditemukan 11 (15%) subjek. Didapatkan korelasi negatif antara frekuensi transfusi dan kadar NGALu (r= -0,294, p=0,006). Tidak terdapat korelasi baik antara feritin serum dengan kreatinin serum maupun feritin serum dan NGALuKesimpulan. Disfungsi ginjal sudah terindikasi terjadi pada penyandang talasemia-β mayor anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2019-09-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1488
10.14238/sp21.2.2019.89-95
SARI PEDIATRI; Vol 21, No 2 (2019); 89-95
Sari Pediatri; Vol 21, No 2 (2019); 89-95
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp21.2.2019
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1488/pdf_1
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1488/206
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/645
2019-03-21T13:15:51Z
sari-pediatri:PNL
Model Skoring Untuk Memprediksi Anemia Defisiensi Besi pada Bayi 0-6 Bulan
Ringoringo, Harapan Parlindungan
Wahidiyat, Iskandar
Sutrisna, Bambang
Setiabudy, Rahayuningsih
Suradi, Rulina
Setiabudy, Rianto
Bardososono, Saptawati
model skoring; anemia defisiensi besi; bayi
Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu masalah kesehatan gizi di Indonesia. DataSKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan 61,3%. Belum dijumpai pemeriksaanlaboratorium sederhana yang dapat memprediksi seorang bayi berusia 0-6 bulan menderita ADB.Tuj uan. Mencari model skoring untuk memprediksi ADB pada bayi 0-6 bulan.Metode. Desain penelitian adalah studi kohort prospektif dengan pembanding eksternal. Ada 211 bayi yangikut penelitian, terdiri dari 143 bayi yang lahir dari ibu tanpa anemia dan 68 bayi yang lahir dari ibu dengananemia. Pemeriksaan darah tepi lengkap, gambaran darah tepi, feritin, sTfR dilakukan saat bayi berusia 0bulan, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 12 bulan. Diagnosis ADB berdasarkan 1) kadar Hb <14g/dL untuk usia 0-3 hari,<11g/dL untuk usia 1 bulan, <10g/dL untuk usia 2-6 bulan, 2) gambaran darah tepi mikrositik dan atauhipokrom, 3) kadar Hb meningkat setelah diberi terapi besi, 4) RDW >14%, 5) Indeks Mentzer >13; 6)Indeks RDW >220.Hasil. Faktor risiko terjadi ADB pada bayi berusia 0-6 bulan adalah diet ibu dan jenis kelamin bayi. Berdasarkanfaktor risiko dibuat model skoring dan klasifikasi risiko untuk memprediksi seorang bayi berusia 0-6 bulanakan menderita ADB atau tidak.Kesimpulan. Model skoring untuk memprediksi ADB pada bayi berusia 0-6 bulan dapat digunakan untukdeteksi dini ADB. (
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/645
10.14238/sp10.5.2009.338-44
SARI PEDIATRI; Vol 10, No 5 (2009); 338-44
Sari Pediatri; Vol 10, No 5 (2009); 338-44
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp10.5.2009
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/645/580
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1020
2019-03-21T13:32:15Z
sari-pediatri:TPK
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Hadinegoro, Sri Rezeki S.
KIPI; Surveilans; Kelompok kerja (Pokja) KIPI
Dalam era globalisasi, imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit infeksi menujumasa depan anak yang lebih sehat. Peningkatan pemberian imunisasi harus diikuti denganpeningkatan efektifitas dan keamanan vaksin. Walaupun demikian, peningkatanpenggunaan vaksin akan meningkatkan pula kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)yang tidak diinginkan. Guna mengetahui apakah KIPI yang terjadi disebabkan olehimunisasi, maka diperlukan pelaporan pencatatan dari semua reaksi yang timbul setelahpemberian imunisasi. Reaksi KIPI dapat dipantau melalui sistim surveilans yang baikuntuk mendapatkan profil keamanan penggunaan vaksin di lapangan. Untuk mengetahuibesaran masalah KIPI di Indonesia diperlukan pelaporan dan pencatatan KIPI dankoordinasi antara pengambil keputusan dengan petugas pelaksana di lapangan, gunamenentukan sikap dalam mengatasi KIPI yang terjadi. Diharapkan surveilans KIPI dapatmembantu program imunisasi, khususnya untuk memperkuat keyakinan masyarakatakan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1020
10.14238/sp2.1.2000.2-10
SARI PEDIATRI; Vol 2, No 1 (2000); 2-10
Sari Pediatri; Vol 2, No 1 (2000); 2-10
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp2.1.2000
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1020/950
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/399
2019-03-21T12:26:01Z
sari-pediatri:PNL
Profil Klinik Infeksi Virus Dengue pada Bayi di Surabaya
Husada, Dominicus
Rani, Catarina
Puspitasari, Dwiyanti
Darmowandowo, Widodo
Basuki, Parwati S.
Ismoedijanto, Ismoedijanto
bayi; infeksi virus dengue; profil klinik
Latar belakang.Di Jawa Timur didapatkan peningkatan kasus infeksi virus dengue dari 4224 (2000) menjadi 7180 (2004). Sekitar 5% di antaranya terjadi pada bayi <1 tahun. Bayi mempunyai karakter klinik yang unik dan tidak banyak publikasi penelitian mengenai hal ini di Indonesia.Tujuan.Mengetahui profil klinik bayi dengan infeksi virus dengue (IVD) yang dirawat di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010Metode.Penelitian cross-sectional,menggunakan data dokumen medik bayi IVD yang dirawat di RSU Dr. Soetomo Surabaya 1 Januari - 31 Desember 2010. Data yang dianalisis mencakup jenis kelamin, usia, hari sakit saat diagnosis, suhu, batuk, diare, muntah, kejang, petekie, ensefalopati, hepatomegali, melena, dan penurunan nafsu makan. Penelitian menggunakan derajat kemaknaan 95% (95% CI) dan p<0,05.Hasil.Dari 82 bayi IVD, 53 digunakan sebagai sampel. Usia termuda bayi DBD 4 bulan, dengan modus pada 4-5 bulan (masing-masing 6 bayi). Kebocoran plasma umumnya terjadi pada hari keempat dan kelima. Rasio laki:perempuan (PR 0,383), batuk (PR 0,191), ensefalopati (PR 4,5), hepatomegali (PR 2,818), dan melena (PR 3,5) merupakan gejala dan tanda klinis yang signifikan yang membedakan DD dengan DBD.Kesimpulan.Rerata usia dan kelompok usia terbanyak setara dengan beberapa penelitian lain. Batuk dan jenis kelamin laki-laki lebih berhubungan dengan demam dengue, sedangkan ensefalopati, hepatomegali, dan melena berhubungan dengan demam berdarah dengue.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/399
10.14238/sp13.6.2012.437-44
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 6 (2012); 437-44
Sari Pediatri; Vol 13, No 6 (2012); 437-44
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.6.2012
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/399/334
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1971
2021-10-29T15:29:03Z
sari-pediatri:PNL
Korelasi antara Neutrophil-Lymphocyte Ratio dan NT-proBNP pada Pasien Gagal Jantung Anak Akibat Penyakit Jantung Rematik
Hasbrima, Syahradian
Rahayuningsih, Sri Endah
Hilmanto, Dany
gagal jantung; penyakit jantung rematik; anak; rasio netrofil-limfosit; NT-proBNP
Latar belakang. Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan penyebab paling sering gagal jantung anak didapat terutama di negara berkembang. Pemeriksaan penanda gagal jantung seperti N-terminal pro brain natriuretic peptide (NT-proBNP) dapat membantu dalam melakukan diagnosis. Neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) merupakan penanda inflamasi yang mudah dilakukan dan sudah digunakan dalam berbagai penyakit kronis.Tujuan. Mengetahui korelasi antara nilai NLR dengan kadar NT-proBNP pada pasien gagal jantung anak akibat PJR.Metode. Penelitian analitik observasional dengan studi potong lintang. Data berasal dari register gagal jantung anak akibat penyakit jantung rematik Divisi Kardiologi Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2020 dan sampel BBT penelitian sebelumnya. Populasi penelitian ini adalah anak berusia <18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Kadar NT-proBNP diperiksa menggunakan ELISA Kit Elabscience Catalog No: E-EL-H0902. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman dengan aplikasi SPSS 22.Hasil. Total subjek penelitian 34 anak dengan usia median 14 tahun. Subjek penelitian paling banyak terdapat pada kelompok usia 11-<16 tahun (65%). Sebanyak 23 (67%) subjek berada pada derajat gagal jantung ringan berdasarkan klasifikasi NYHA kelas I-II. Keterlibatan katup paling banyak mencakup kerusakan katup mitral dan aorta. Peningkatan kadar NT-proBNP terdapat pada 18 subjek (53%). Rata-rata nilai NT-proBNP adalah 388,09 pg/ml (20-2500 pg/ml) dan NLR 1,79 (0,57-5,27). Hasil analisis korelasi antara NLR dan NT-proBNP menunjukkan tidak terdapat korelasi dengan nilai r=0,054 (p=0,382).Kesimpulan. Penelitian ini tidak menemukan korelasi antara nilai NLR dan kadar NT-proBNP pada pasien gagal jantung anak akibat PJR.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
2021-10-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1971
10.14238/sp23.3.2021.191-6
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 3 (2021); 191-6
Sari Pediatri; Vol 23, No 3 (2021); 191-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.3.2021
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1971/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1971/570
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/798
2019-03-21T13:22:09Z
sari-pediatri:PNL
Clinical Pathways Kesehatan Anak
Firmanda, Dody
Clinical Pathways; DRG-Casemix; Kondifikasi penyakit; Prosedur tindakan
Clinical Pathways (CP) sebagai kunci utama untuk masuk ke dalam sistem pembiayaanyang dinamakan DRG-Casemix. Merupakan suatu konsep perencanaan pelayananterpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkanstandar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yangterukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical Pathwaysmerupakan salah satu komponen dari Sistem DRG-Casemix yang terdiri dari kodefikasipenyakit dan prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baiksecara top down costing atau activity based costing maupun kombinasi keduanya).Implementasi CP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan Clinical Governancedalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang dapatdiestimasikan dan terjangkau. Dalam menyusun Format Clinical Pathways harusdiperhatikan komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways.Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat sepertidata Laporan RL1 sampai dengan RL6 dan sensus harian.Variabel varians dalam CPdapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan audit medis dan manajemenbaik untuk tingkat pertama maupun kedua (1st party and 2nd party audits) dalam rangkamenjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Variabel tindakan dalam CP dapatdigunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan surveilans Tim PengendalianInfeksi Nosokomial dan selanjutnya untuk menilai Health Impact Intervention. Variabelobat obatan dalam CP dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukankegiatan evaluasi dan monitoring dari 5 Langkah 12 Kegiatan Tim Farmasi dan TerapiKomite Medik RS. Sekaligus secara tidak langsung menggalakkan penggunanan obatsecara rasional dan dapat melihat cermin dari penggunaan obat generik. CP dapatdigunakan sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksikesalahan aktif (active errors) dan laten (latent / system errors) maupun nyaris terjadi(near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management) dalam rangkamenjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien (patient safety). Hasildan revisi CP dapat digunakan juga sebagai alat (entry point) untuk melakukan perbaikandan revisi Standar Pelayanan Medis dan asuhan Keperawatan yang bersifat dinamis danberdasarkan pendekatan Evidence-based Medicine (EBM) dan Evidence-based Nurse(EBN). Partisipasi aktif, komitmen dan konsistensi dari seluruh jajaran direksi,manajemen dan profesi harus dijaga dan dipertahankan demi terlaksana dan suksesnyaprogram Casemix di rumah sakit. Bila Sistem Casemix Rumah Sakit telah berjalan,maka untuk selanjutnya akan lebih mudah untuk masuk ke dalam sistem pembiayaanlebih lanjut yakni Health Resources Group (HRG). Peran profesi organisasi IDAI sangatstrategis dan penting dalam mengembangkan SPM dan Clinical Pathways sebagai acuanpedoman bagi setiap anggota profesi dalam melaksanakan praktik keprofesiannya.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/798
10.14238/sp8.3.2006.195-208
SARI PEDIATRI; Vol 8, No 3 (2006); 195-208
Sari Pediatri; Vol 8, No 3 (2006); 195-208
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp8.3.2006
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/798/733
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/153
2019-03-21T12:19:59Z
sari-pediatri:PNL
Profil Pubertas dan Pertumbuhan Linear pada Hiperplasia Adrenal Kongenital dalam Pengobatan Serial Kasus
Sari, Nurul Iman Nilam
Tridjadja, Bambang
Kaswandani, Nastiti
Sjarif, Damayanti Rusli
Putra, Sukman Tulus
Gunardi, Hartono
hiperplasia adrenal kongenital; pubertas; pertumbuhan linear; terapi
Latar belakang. Terapi yang adekuat pada hiperplasia adrenal kongenital (HAK) diharapkan dapatmenghasilkan perkembangan pubertas dan pertumbuhan linear yang optimal. Saat ini, di Indonesia, belumada data profil pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK yang sedang menjalani terapi.Tujuan. Mengetahui profil pubertas dan pertumbuhan linear pada HAK di Indonesia yang sedang menjalaniterapi.Metode. Studi serial kasus terhadap 14 kasus HAK yang memasuki masa pubertas di Departemen IlmuKesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama bulan November 2012 hingga April2013. Pencatatan data berisi anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi boneage.Hasil. Hasil penelitian ini merupakan riset pendahuluan (preliminary research) terhadap 14 kasus HAK.Mayoritas subjek adalah perempuan, berusia di atas 8 tahun, HAK tipe Salt-Wasting (SW), dan terdiagnosissejak kurang dari satu tahun. Tujuh dari 14 subjek mengalami obesitas. Undertreatment terjadi pada 11/14subjek memiliki bone age accelerated dengan perhitungan tinggi badan dewasa yang pendek. Tiga belas subjeksudah pubertas dan 10/14 subjek mengalami pubertas prekoks. Rekomendasi dosis glukokortikoid yangdiberikan (median 18,12 mg/m2/hari) dengan median durasi terapi 8,1 tahun. Kontrol metabolik denganmenggunakan parameter 17-OHP bervariasi pada rentang 0,2-876 nmol/L (rerata 166,9 nmol/L).Kesimpulan. Sebagian besar subjek mendapatkan undertreatment sehingga memiliki bone age accelerateddengan estimasi tinggi badan dewasa pendek. Pubertas prekoks dialami oleh sebagian besar subjek.Pemberian glukokortikoid dengan dosis yang direkomendasikan. Ditemukan ketidakteraturan pengobatandan pemantauan yang buruk.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/153
10.14238/sp16.5.2015.356-64
SARI PEDIATRI; Vol 16, No 5 (2015); 356-64
Sari Pediatri; Vol 16, No 5 (2015); 356-64
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp16.5.2015
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/153/156
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/2405
2023-10-31T02:57:52Z
sari-pediatri:PNL
Fungsi Ginjal Pasien Talasemia Beta Mayor yang Menggunakan Kelasi Besi Oral di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
Mailani, Fanni Dwi
Haris, Syafrudddin
Noviat, Heru
Darussalam, Dora
Dimiati, Herlina
Thaib, T.M.
talasemia; kelasi; ginjal
Latar belakang. Penderita talasemia beta mayor yang mendapatkan transfusi darah berulang dapat menyebabkan penumpukan besi, sehingga diperlukan pemberian kelasi besi. Deferasirox dan deferipron merupakan agen kelasi besi oral yang umum digunakan. Kelasi besi oral dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal.Tujuan. Untuk mengetahui fungsi ginjal penderita talasemia beta mayor yang menggunaan kelasi besi oral.Metode. Penelitian ini menggunakan data sekunder (rekam medis) selama rentang waktu November 2022 hingga Januari 2023 dengan desain potong lintang. Sampel penelitian pasien talasemia beta mayor anak yang mendapatkan terapi kelasi besi oral berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil. Analisis 51 anak talasemia beta mayor yang memenuhi kriteria inklusi dengan rata-rata Laju Filtrasi Glomerulus yang mendapat terapi kelasi oral deferasirox dan deferipron berturut-turut adalah 168,51±27,80 mL/min/1,73m2 dan 187,26±29,97 mL/min/1,73m2. Perbandingan pada kedua kelompok secara statistik terdapat perbedaaan bermakna dengan p=0,025. Kesimpulan. Terdapat perbedaan signifikan dari Laju Filtrasi Glomerulus pada kedua kelompok kelasi besi oral, tetapi tidak didapatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal pada semua subjek.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2023-10-31
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2405
10.14238/sp25.3.2023.174-8
SARI PEDIATRI; Vol 25, No 3 (2023); 174-8
Sari Pediatri; Vol 25, No 3 (2023); 174-8
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp25.3.2023
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/2405/pdf
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/910
2019-03-21T13:28:40Z
sari-pediatri:TPK
Masalah Kesehatan dan Tumbuh Kembang Pekerja Anak Jalanan di Jakarta
Handy, Fransisca
Soedjatmiko, Soedjatmiko
pekerja anak; anak jalanan; status kesehatan; tumbuh kembang
Pekerja anak jalanan sama sekali bukan merupakan pemandangan asing di IbukotaJakarta. Mereka merupakan komunitas anak yang cukup besar dengan berbagaimasalah kompleks yang belum dapat diatasi hingga kini. Masa kanak-kanak yangseharusnya diisi dengan belajar dan bermain agar proses tumbuh kembangberlangsung optimal, justru dihadapkan pada berbagai risiko yang dapatmembahayakan kesehatan dan tumbuh kembang mereka.Bekerja tidak selalu berdampak negatif, namun cukup banyak bahaya yang harus merekahadapi. Berkurangnya partisipasi mereka dalam pendidikan karena harus bekerja, risikomengalami kecelakaan lalu lintas, adanya polusi udara, jam kerja yang panjang, paparanterhadap perilaku sosial yang tidak baik, hingga paparan terhadap perlakuan salah, baiksecara fisik, seksual, maupun emosional; merupakan potensi nampak negatifSurvai atau penelitian yang ada sejauh ini telah memberikan gambaran umum mengenaistatus kesehatan mereka berdasarkan keluhan kesehatan yang dialami dalam 30 hariterakhir dan status gizi. Namun belum ada data mengenai korelasi antara status kesehatanmereka dengan faktor risiko yang mereka hadapi sebagai pekerja anak jalanan. Gangguanperkembangan kognitif merupakan aspek yang banyak dibahas, penelitian di Afrikamendapatkan rendahnya kemampuan membaca dan matematika pada pekerja anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/910
10.14238/sp5.4.2004.138-44
SARI PEDIATRI; Vol 5, No 4 (2004); 138-44
Sari Pediatri; Vol 5, No 4 (2004); 138-44
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp5.4.2004
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/910/843
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/284
2019-03-21T12:25:27Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Kultur Darah Pasien Tersangka Sepsis dengan Nilai Prokalsitonin dan C- ReactiveProtein
Lubis, Bugis Mardina
Nelly, Nelly
Syofiani, Beby
Sianturi, Pertin
Azlin, Emil
Tjipta, Guslihan Dasa
sepsis; neonatus; prokalsitonin; c-reactive protein
Latar belakang.Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena gejala klinis yang tidak spesifik pada neonatus sedangkan pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat diketahui setelah beberapa hari. Pada beberapa penelitian, nilai prokalsitonin akan meningkat saat sepsis sehingga sudah dikenal sebagai petanda infeksi pada penyakit beratTujuan.Mengetahui hubungan kultur darah dengan nilai prokalsitonin dan C-reactive proteinpada pasien tersangka sepsisMetode. Penelitian menggunakan studi potong lintang yang dilakukan di Divisi Neonatologi RS. H. Adam Malik Medan pada bulan Oktober 2011 – Februari 2012Hasil. Didapatkan 43 bayi diperiksa kultur darahnya dan sebanyak 36 bayi terbukti postif (83.7%). Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil kultur darah dengan nilai prokalsitonin (p<0,05) sedangkan dengan nilai CRP tidak terdapat hubungan.Kesimpulan.Hasil kultur darah mempunyai hubungan dengan nilai prokalsitonin.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-16
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/284
10.14238/sp15.1.2013.5-9
SARI PEDIATRI; Vol 15, No 1 (2013); 5-9
Sari Pediatri; Vol 15, No 1 (2013); 5-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp15.1.2013
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/284/229
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1468
2020-03-30T07:35:33Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku pada Anak Sekolah Dasar
Istiqomah, Nurul
Sutomo, Retno
Hartini, Sri
Anak usia Sekolah Dasar; Pola asuh ibu; Perilaku.
Latar belakang. Anak usia sekolah dengan masalah perilaku akan memperlihatkan kerusakan keterampilan sosial dan mengalami penolakan dari teman sebayanya. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada anak juga akan memengaruhi kepribadian anak. Anak akan sulit bersosialisasi dan berkembang apabila terdapat kesalahan pola asuhorang tua.Tujuan. Mengetahui hubungan antara pola asuh Ibu dengan perilaku pada anak sekolah dasar.Metode. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2018. Subjek penelitian berjumlah 110 bu dari anak SD yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara multistage cluster random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pola asuh orang tua, Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), Brief Family Relationship Scale (BFRS), dan kuesioner demografi. Analisis data bivariat dengan Chi-square atau Fisher’s dan dilanjutkan dengan Coefficient Contingency. Hasil. Anak yang mengalami masalah perilaku secara keseluruhan sebesar 43,7%. Pola asuh demokratis merupakan pola asuh terbanyak yang diterapkan oleh ibu (78,2%). Terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku anak (p<0,05). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku anak SD. Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti pola asuh dan perilaku anak tidak hanya menggunakan laporan ibu saja, tetapi menggunakaan metode observasi serta melibatkan lebih dari satu informan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2020-03-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1468
10.14238/sp21.5.2020.302-9
SARI PEDIATRI; Vol 21, No 5 (2020); 302-9
Sari Pediatri; Vol 21, No 5 (2020); 302-9
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp21.5.2020
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1468/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1468/196
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/670
2019-03-21T13:19:01Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Kadar Seng Plasma pada Diare Akut Gizi Baik dan Gizi Kurang Anak Usia 6 bulan-2 tahun
Surjani, Riwi Dwi
Rosalina, Ina
MS, Azhali
kadar seng plasma; gizi baik; gizi kurang
Latar belakang. Diare menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun, dengan insidens tertinggi pada usia 6 bulan–2 tahun. Selama diare berlangsung terjadi penurunan kadar seng plasma. Kondisi ini makin diperberat jika sebelumnya telah terjadi deplesi seng plasma pada anak dengan status gizi kurang.Tujuan. Membandingkan kadar seng plasma pada anak diare akut gizi baik dan gizi kurang usia 6 bulan–2 tahun.Metode. Comparative study dengan rancangan penelitian cross sectional yang dilaksanakan di RS Hasan Sadikin, RS Ujung Berung, dan RS Cibabat sejak Oktober sampai Desember 2007. Setiap subjek penelitian diambil sampel darah untuk diperiksa kadar seng plasma, status gizi diperiksa dengan skor Z. Kadar seng plasma <84,5 μg/dL dikategorikan rendah dan ≥84,5 μg/dL normal. Analisis statistik dihitung dengan menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan kadar seng plasma rata-rata antara anak diare akut gizi baik dan kurang serta uji x2 untuk mengetahui perbedaan antara kadar seng plasma normal dan rendah pada anak diare akut gizi baik dan kurang.Hasil. Dari 60 subjek penelitian terdapat 30 anak gizi kurang dan 30 anak gizi baik yang menderita diare akut. Terdapat 24 anak gizi kurang dan tujuh anak gizi baik yang memiliki kadar seng plasma di bawah nilai normal. Kadar seng plasma rata-rata pada anak diare akut gizi baik adalah (104,38±19,31) μg/dL dan (69,20±15,77) μg/dL pada anak diare akut gizi kurang (p=0,000). Hasil uji x2 menunjukkan kadar seng plasma anak diare gizi kurang secara bermakna lebih rendah daripada kadar seng plasma anak diare akut gizi baik (x2=19,288; p=0,000).Kesimpulan. Kadar seng plasma pada anak gizi kurang usia 6 bulan–2 tahun yang menderita diare akut lebih rendah dibandingkan dengan anak gizi baik.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/670
10.14238/sp10.3.2008.196-200
SARI PEDIATRI; Vol 10, No 3 (2008); 196-200
Sari Pediatri; Vol 10, No 3 (2008); 196-200
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp10.3.2008
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/670/605
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/25
2019-03-21T12:17:58Z
sari-pediatri:PNL
Profil Pasien Infeksi Virus Dengue pada Anak di RSUD Sekadau Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat
Raharjanti, Triswi Widyanti Mugi
Alpius, Henry
Umma, Husnia Auliyatul
Siregar, Rustam
profil; infeksi virus dengue; Sekadau
Latar belakang. Terdapat kenaikan kasus infeksi dengue siklus 10 tahunan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di RS Sekadau, Kalimantan Barat yang berbatasan dengan negara Malaysia.Tujuan. Menggambarkan profil pasien infeksi virus dengue berupa manifestasi klinis, distribusi jenis kelamin, kelompok usia, dan musim.Metode. Penelitian deskriptif dengan subyek pasien anak dengan infeksi virus dengue yang dirawat di RSUD Sekadau Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat April 2014-Maret 2015.Hasil. Di antara 359 pasien anak dengan infeksi virus dengue didapatkan 41 menderita demam dengue, 306 menderita demam berdarah dengue (DBD), dan 12 menderita sindrom syok dengue (SSD). Jumlah pasien laki-laki 182 dan perempuan 177, kelompok usia 0-5 tahun 132 dan usia >5 tahun-18 tahun 227 pasien. Pada musim kemarau terjadi 90 kasus dan penghujan 269 kasus. Semua kasus menunjukkan hasil pemeriksaan NS1 positif.Kesimpulan. Kasus terbanyak adalah DBD pada laki-laki dengan kelompok terbanyak usia >5 tahun-18 tahun pada musim penghujan.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-07-12
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/25
10.14238/sp17.5.2016.379-383
SARI PEDIATRI; Vol 17, No 5 (2016); 379-383
Sari Pediatri; Vol 17, No 5 (2016); 379-383
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp17.5.2016
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/25/10
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1044
2019-03-21T13:31:26Z
sari-pediatri:PNL
Pola Pemberian ASI Tiga Hari Pertama dan Faktor yang Berhubungan dengan Keluarnya ASI Pertama di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta 1998
Wanda, Roostiati Sutrisno
Tarigan, Lukman Hakim
ASI eksklusif; kolostrum; pre-lacteal food
Hampir semua ibu di Indonesia memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya, namun hanya sebagian kecil saja yang memberikan ASI segera setelah lahir. Beberapa peneliti melaporkan bahwa di Indonesia proporsi ASI eksklusif selama 4 bulan pertama kelahiran sangat rendah. Salah satu penyebabnya adalah pemberian makanan tambahan (pre-lacteal food) yang terlalu cepat. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pola menyusui ibu kepada bayinya selama 3 hari pertama di RS Fatmawati Jakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, telah dilakukan wawancara kepada 100 orang ibu yang baru melahirkan, pada dua hari pertama setelah melahirkan atau sebelum pulang dari rumah sakit. Hasil wawancara menunjukkan 25,6% responden mulai memberikan ASI pada satu jam setelah melahirkan dan 79,5% memberikan kolostrum kepada bayinya. Saat kapan pertama kali ibu menyusui bayinya tergantung dari perawatan payudara saat hamil dan saat kapan kunjungan pertama dari penyuluh kesehatan
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1044
10.14238/sp3.1.2001.8-13
SARI PEDIATRI; Vol 3, No 1 (2001); 8-13
Sari Pediatri; Vol 3, No 1 (2001); 8-13
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp3.1.2001
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1044/973
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/425
2019-03-21T13:11:11Z
sari-pediatri:PNL
Perbedaan Kebutuhan Transfusi Darah Selama Fase Induksi pada Leukemia Limfoblastik Akut
Nency, Yetty M
LLA; transfusi; fase induksi
Latar belakang. Terapi transfusi adalah salah satu terapi kunci dalam pengelolaan kanker dan penyakit darah pada anak. Hanya sedikit laporan tentang kuantitatif aspek transfusi sel darah merah dan trombosit pada penyakit leukemia limfoblastik akut (LLA). Fase induksi sangat berbahaya pada terapi LLA, karena sumsum tulang mengalami supresi yang diakibatkan oleh kemoterapi intensif. Fase induksi meliputi pemberian obat-obat methotrexate, vincristine, L-asp, daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6 minggu. Protokol Indonesia 2006 terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi, pemeliharaan) pada kelompok risiko standar (standard risk/SR) dan ditambah fase re-induksi untuk kelompok risiko tinggi (high risk/HR).Kuantitas transfusi dikaitkan dengan masalah efek samping dan biaya.Tujuan. Menilai perbedaan kebutuhan transfusi darah pasien LLA risiko standar dan tinggi yang diterapi dengan Protokol Indonesia 2006. Metode. Studi retrospektif dilakukan selama bulan Juli 2006 sampai Desember 2010 tentang kebutuhan transfusi selama fase induksi pada pasien baru LLA yang mendapat terapi dengan Protokol Indonesia 2006 di RS Dr Kariadi Semarang. Pasien diklasifikasikan menjadi kelompok risiko standar dan tinggi menurut kriteria NCI. Dibandingkan jumlah transfusi packed red cell(PRC) dan thrombocyte concentrate(TC) per luas permukaan tubuh (basal surface area/BSA).Analisis statistik menggunakan chi square(X2).Hasil. Subyek 160 pasien, namun hanya 119 (74,3%) pasien yang dapat dievaluasi. Perbandingan kelompok SR:HR 59,7:40,3. Rerata BSA pada kelumpok SR dan HR berturut turut 0,66 (SD±0,19)m2dan 0,77/m2 (SD±0,22), p<0,001. Selama fase induksi didapatkan rerata pemakaian PRC per pasien pada kelompok SR dan HR berturut turut 530 ml dan 420ml (p=0,79), pada TC 13 dan 11 unit (p= 0,19).Rasio penggunaan komponen PRC/BSA berturut turut untuk SR: HR 843:543 ml/m2untuk komponen TC 21:15 unit/m2.Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kebutuhan kelompok risiko standar dan tinggi terhadap kebutuhan transfusi komponen darah PRC dan TC selama fase induksi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-17
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/425
10.14238/sp13.4.2011.271-4
SARI PEDIATRI; Vol 13, No 4 (2011); 271-4
Sari Pediatri; Vol 13, No 4 (2011); 271-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp13.4.2011
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/425/357
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1972
2022-04-25T14:59:17Z
sari-pediatri:PNL
Hubungan Prokalsitonin dan Rasio Neutrofil Limfosit dengan Mortalitas Pneumonia di Ruang Rawat Intensif Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Adilla, Nadya Riqqoh
Lubis, Aridamuriany Dwiputri
Mortalitas Pneumonia; Pneumonia anak; Prokalsitonin; Rasio neutrofil limfosit
Latar belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian 808.694 anak dibawah 5 tahun pada tahun 2017 di dunia. Rerata jumlah kematian harian balita akibat pneumonia pada tahun 2007 adalah 83 anak. Peningkatan kadar prokalsitonin (PCT) secara signifikan berhubungan dengan peningkatan mortalitas, begitu pula dengan rasio neutrofil limfosit (NLR) yang merupakan parameter sederhana untuk menilai status inflamasi subjek dan dapat memperkirakan mortalitas 30 hari pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) khususnya pada pasien pediatri.Tujuan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan PCT dan NLR dengan angka mortalitas pneumonia anak di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2018-2019. Metode. Penelitian analitik desain cross sectional dengan pengambilan sampel data rekam medis PICU pasien pneumonia anak di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2018-2019 yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney menggunakan program pengolahan data SPSS.Hasil. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara PCT dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak dengan nilai p=0,996. Sebaliknya, ditemukan hasil yang signifikan, tetapi relatif lemah pada analisis NLR dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak dengan nilai p=0,049.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara NLR dengan angka mortalitas pasien pneumonia anak di PICU. Namun didapati hasil sebaliknya pada hubungan PCT dengan variable yang sama.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2022-04-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1972
10.14238/sp23.6.2022.390-4
SARI PEDIATRI; Vol 23, No 6 (2022); 390-4
Sari Pediatri; Vol 23, No 6 (2022); 390-4
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp23.6.2022
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1972/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1972/572
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/810
2019-03-21T13:22:29Z
sari-pediatri:PNL
Gambaran Persepsi Orang Tua tentang Penggunaan Antipiretik sebagai Obat Demam
Soedibyo, Soepardi
Souvriyanti, Elsye
pemberian antipiretik; efek samping; persepsi orang tua
Latar belakang. Pemberian antipiretik pada anak dengan demam, sering dilakukansendiri oleh orang tuanya. Walaupun masih ada yang memberikannya dengan indikasidan cara yang kurang tepat. Semua jenis antipiretik mempunyai efek samping oleh sebabitu, perlu diberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaannya pada mereka.Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenaipersepsi orang tua pasien tentang penggunaan antipiretik.Metoda. Penelitian deskriptif ini dengan desain cross sectional yang dilakukan padaorang tua pasien yang datang ke Poliklinik Umum Ilmu Kesehatan Anak, RS.CiptoMangunkusumo, Jakarta pada Desember 2005.Hasil. Pada penelitian ini ditemukan bahwa indikasi pemberian antipiretik cenderungberlebihan bahkan diberikan pada suhu tubuh yang masih normal. Antipiretik yangsering digunakan adalah asetaminofen. Sumber informasi penggunaan antipiretikterbanyak dari dokter.Kesimpulan dan saran. Frekuensi penggunaan antipiretik sudah benar, tetapi dosistidak tepat karena tidak menggunakan sendok takar yang dianjurkan. Antipiretik yangsering digunakan adalah asetaminofen karena mudah didapat dan harga murah.Penggunaan antipiretik terutama didapat dari informasi tenaga medis (88,3%) makadiharapkan tenaga medis yang memberikan pelayanan primer memberikan informasidengan tepat.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-12-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/810
10.14238/sp8.2.2006.142-6
SARI PEDIATRI; Vol 8, No 2 (2006); 142-6
Sari Pediatri; Vol 8, No 2 (2006); 142-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp8.2.2006
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/810/745
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/177
2019-03-21T12:23:48Z
sari-pediatri:PNL
Perbandingan Gangguan Perilaku Anak Penderita Penyakit Jantung Bawaan dan Saudaranya yang Sehat
Afitasari, Afitasari
Sofyani, Sri
Mutiara, Erna
penyakit jantung bawaan; saudara kandung yang sehat; Child Behavior Checklist
Latar belakang. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan salah satu penyakit kronis. Karakteristik penyakit pada anak penderita penyakit kronis dapat memengaruhi psikososial dari saudara kandungnya yang sehat.Tujuan. Menilai masalah gangguan perilaku pada penderita PJB dan saudara kandungnya yang sehat.Metode. Studi potong lintang dilakukan dari bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013 di Poliklinik Anak Rumah Sakit. H. Adam Malik Medan. Limapuluh orang anak penderita PJB dan 50 orang saudara yang sehat mengisi Child Behavior Checklist (CBCL) yang dibantu oleh ibu atau ayah. Gangguan perilaku yang dinilai adalah gangguan internalisasi dan eksternalisasi. Pengolahan data menggunakan uji kai kuadrat.Hasil. Didapat 13 anak penderita PJB memiliki nilai internalisasi dan eksternalisasi terganggu, sementara pada anak yang sehat tidak dijumpai gangguan internalisasi dan eksternalisasi (p=0,001). Nilai borderline dijumpai pada 6 orang saudara yang sehat dan 21 anak penderita PJB (p=0,001). Anak PJB dengan gangguan eksternalisasi lebih banyak dijumpai pada kelompok usia 13 tahun (p=0,006).Kesimpulan. Penderita PJB cenderung memiliki gangguan perilaku baik internalisasi maupun eksternalisasi.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2016-11-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/177
10.14238/sp16.1.2014.53-6
SARI PEDIATRI; Vol 16, No 1 (2014); 53-6
Sari Pediatri; Vol 16, No 1 (2014); 53-6
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp16.1.2014
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/177/37
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/177/37
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
oai:ojs.saripediatri.org:article/1333
2019-03-21T12:13:26Z
sari-pediatri:PNL
Prevalensi Gangguan Elektrolit Serum pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Usia Kurang dari 5 Tahun di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2013-2016
Tyas, Rosyida Avicennianing
Damayanti, Wahyu
Arguni, Eggi
diare; dehidrasi; gangguan elektrolit serum
Latar belakang. Hingga saat ini, diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, terutama di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Salah satu komplikasi lanjutan dari dehidrasi pada diare adalah gangguan elektrolit serum. Tujuan. Untuk mengetahui prevalensi gangguan elektrolit serum pada pasien diare dengan dehidrasi serta karakteristik klinis pasien dan hubungan antara derajat dehidrasi terhadap gangguan elektrolit serum.Metode. Penelitian retrospektif dengan rancangan cross sectional menggunakan data rekam medis. Perbedaan dianalisis menggunakan uji Chi-square.Hasil. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria adalah 173 pasien, 115 pasien yang memiliki data rekam medis lengkap. Tujuh puluh di antaranya mengalami gangguan elektrolit serum. Jenis gangguan elektrolit serum terbanyak dialami adalah hipokalsemia (17,34%). Dari 173 pasien diare dengan dehidrasi, 64,74% berjenis kelamin laki-laki, 43,35% berusia 12-35 bulan, 83,24% mengalami muntah, 52,6% mengalami demam, 4,62% mengalami dehidrasi berat. Penelitian ini tidak membuktikan adanya hubungan signifikan antara derajat dehidrasi terhadap gangguan elektrolit (p=0,243).Kesimpulan. Prevalensi gangguan elektrolit serum pada pasien diare dengan dehidrasi pada anak adalah 40,46%.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)
2018-08-10
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1333
10.14238/sp20.1.2018.37-42
SARI PEDIATRI; Vol 20, No 1 (2018); 37-42
Sari Pediatri; Vol 20, No 1 (2018); 37-42
2338-5030
0854-7823
10.14238/sp20.1.2018
ind
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1333/pdf
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/downloadSuppFile/1333/106
##submission.copyrightStatement##
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
c97b93ef921fe1ceb1cadfa13e35325c